Apa Tepatnya Kitab Setelah Shahih al-Bukhari dan Muslim?

Sebuah pembahasan Dr Nuruddin Itr, layak kita apresiasi.

Komparasi antara Jami At-Tirmizi, Sahih Bukhari dan Sahih Muslim

Buku yang layak dibaca adalah disertasi seorang pakar hadis kontemporer. Bagi akademisi di Timur Tengah, terutama pegiat disiplin ilmu hadis, nama Prof. Dr. Nuruddin ‘Itr pastinya sudah tidak asing lagi. Ulama asal Suriah ini merupakan salah satu ulama cemerlang dalam ilmu hadis.

Disertasi beliau yang fenomenal dengan beberapa temuan pentingnya membahas komparasi antara Jami’ At-Tirmizi, Sahih Bukhari dan Sahih Muslim (Sahihain). Judul disertasinya secara lengkap adalah Al-Imam At-Tirmizi wa Al-Muwazanah Baina Jami’ihi wa baina Ash-Shahihaini (Al-Imam At-Tirmizi dan Komparasi antara Jami’-nya dan Dua Kitab Sahih).
Saat duduk di bangku kuliah, Dr. Mustafa Abu Zaid Risywan, dosen kami yang mengampu mata kuliahmushtalah hadis dalam beberapa kesempatan sering menyebut-nyebut kecemerlangan Prof. Nuruddin Itr. Dr. Mustafa juga mengaku selalu mengincar majelis-majelis ilmu yang diisi oleh Prof. Nuruddin. Beberapa tahun lalu, Prof. Nuruddin sempat mengadakan majelis periwayatan hadis di masjid Al-Azhar, Cairo, Mesir. Para mahasiswa yang haus ilmu pun tak ayal datang berbondong-bondong memadati majelis beliau karena tidak setiap saat bisa berjumpa dengan beliau yang kini menetap di Syria.
Disertasi ini disidangkan pada tanggal 6 Sya’ban 1384 Hijriyah (10 Desember 1964). Pada saat itu gelar yang diberikan oleh Universitas Al-Azhar masih disebut Al-‘Alimiyyah (dari kata ‘alim, yang bisa diartikan gelar kepakaran (alim). Selain berhasil meraih gelar Al-‘Alimiyyah (sekarang disebut S3 atau doktoral), dengan disertasi ini Prof. Dr. Nuruddin Itr juga diberikan gelar profesor.
Pembimbing disertasi luar biasa ini juga bukan orang sembarangan, yakni Prof. Dr. Muhyiddin Abdul Hamid. Beliau dikenal sebagai ulama ensiklopedis dan punya nama besar dalam dunia filologi Arab, terutama dalam penerbitan buku-buku bahasa Arab. Banyak sekali buku-buku dalam bidang nahwu klasik (turats) yang ditahkik oleh beliau menjadi versi cetakan paling direkomendasikan karena keakuratan kerja filologisnya.
Dalam sambutannya di awal disertasi ini, Prof. Muhyiddin menyatakan bahwa ia menyetujui untuk menjadi pembimbing penulisan disertasi ini karena melihat keuletan dan kesungguhan Prof. Nuruddin Itr. Saat masih duduk di bangku kuliah di Fakultas Ushuluddin Jurusan Tafsir dan Hadis, Nuruddin Itr merupakan murid paling rajin di antara seluruh murid Prof. Muhyiddin. Ia tidak pernah absen, bahkan bila seluruh teman sekelasnya tidak hadir, ia menjadi satu-satunya murid yang setia untuk hadir.
Prof. Nuruddin menyampaikan beberapa pendapat berbeda dalam beberapa pembahasan penting ilmu hadis, salah satunya tentang penafsiran status hasan-shahih yang dicetuskan oleh At-Tirmizi. Menurut Prof. Dr. Nuruddin ‘Itr, hasan-sahih menurut At-Tirmizi adalah sebutan untuk hadis yang memiliki banyak jalur dan sampai kepada derajat sahih sehingga ia dinyatakan keluar dari status gharabah. Hal tersebut ia simpulkan setelah merumuskan metode At-Tirmizi dalam menilai hadis. Bila sebuah hadis diriwayatkan dari satu jalur saja dan berderajat sahih, maka hadis itu disebut sahih-gharib oleh At-Tirmizi. Bila hadis tersebut tidak sampai derajat sahih dan hanya diriwayatkan dari satu jalur, maka disebut hasan-gharib oleh At-Tirmizi.

Selain itu, Prof. Dr. Nuruddin Itr menilai bahwa urutan buku referensi utama hadis yang selama ini dikenal luas kurang tepat. Menurut hasil risetnya yang dipaparkan dalam disertasi ini, Jami’ At-Tirmizi seharusnya diletakkan setelah Sahih Bukhari dan Sahih Muslim, yakni nomor tiga dalam urutan Al-Kutub As-Sittah. Selama ini, dalam urutan al-Kutub as-Sittah yang dikenal luas, posisi ketiga diduduki oleh Sunan Abi Dawud. 

Ada baiknya, kita baca kitab yang judulnya sudah tertera di awal tulisan ini. Semoga bermanfaat.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *