Menikmati Hidup, Laksana Kita Menjawab Soal-Soal Ujian
Apabila dilihat dari kacamata hati bening dan pikiran cerah maka kehidupan itu mesti dinikmati. Cara menikmatinya, tidak bedanya dengan menempuh atau menjawab ujian. Kebenaran ungkapan ini terbukti jika kita telusuri dari waktu ke waktu, sampai akhirnya jelas maksud ungkapan ini. Baiknya, kalau kita sudah benar-benar menjalaninya dalam waktu panjang, lebih-lebih kalau dihadapi dengan ketelitian yang tinggi. Dari situ akan terlihat bagaimana bentuk ujian di dalam kehidupan itu.
Ujiannya tentu kalau dikaitkan dengan kehidupan keimanan kita. Misalnya, tatkala kita melaksanakan komitmen muslim dalam hutang-piutang. Bahwa menolong orang lain dalam berhutang adalah ibadah. Jelas ia diberi pahala olah Allah Swt, apabila kita berhutang atau mengutangi orang lain. Dalam hal kita berhutang kepada orang lain maka yang patut disyukuri, yaitu kita bisa keluar dari masalah yang hinggap dalam diri kita sehingga dengan diberi hutang kita dapat menyelesaikan beban soal hidup kita.
Namun, tatkala uang yang kita berhutang dari orang lain sudah teratasi, lalu kita sudah siap untuk membayarkan hutang, biasanya datanglah ujian. Umumnya berupa datangnya godaan rasa enggan untuk melunasi atau membayar hutang dari beban kita.
“Uang itu kan masih ada di tangan kita; baru saja kita dapat untuk membalasnya, masak ia akan segera diserahkan kepada orang lain, si peminjam secepat ini,” pikirnya.
“Atau ada godaan ingin menunda membayarkan sesuai dengan apa yang sudah kita janjikan, tokh itu kan hanya menunda,” begitulah pikirnya ketika rasa enggannya itu menjelma dalam bentuk lain.
Bisa saja, rasa ingin menunda sebagai bentuk ujian hutang itu tidak berhenti di situ. Ia bisa menguji dalam bentuk lain, misalnya dalam bentuk helah yang berikut ini.
“Ya iyalah, tidak apa kan, sekali-sekali pembayaran hutang kita tunda. Maka itu kita tunda sajalah barang sehari dua hari, kan hari sebanyak itu tidak banyak. Kita tunda sajalah,” kilahnya sambil membela kekurangan, yang sering mengarah kepada kelemahan nyata dalam menghadapi ujian hutang.
Biasanya, jika sudah menghadapi bentuk yang terakhir ini, rasa enggan sudah mulai datang, dan terus berdatangan. Dan kalau hal ini dibiarkan terus diulang dalam bentuk tindakan yang berkali-kali, maka tidak mustahil ia dapat menyeret kepada gagalnya kita dipercaya oleh sang pemberi hutang. Maka hal itu akan berakibat merugikan kita dalam transaksi dalam jangka panjang, karena tindakan kita sudah kurang bisa dipercaya. Janji nya sudah mulai meleset tanpa ada pemberitahuan penundaannya.
Pada dasarnya hidup adalah ibarat menggarap dan menyelesaikan soal-soal ujian. Kita dapat lolos atau tidak dalam ujian, mesti dibuktikan dengan tindakan seperti menjawab soal-soal yang dapat dipercaya; syukur-syukur kalau ketika menjawab soal-soal ujian itu kita dapat tampil dengan tindakan yang sangat meyakinkan.
Kalau dalam contoh di atas, ujian dapat dicontohkan dalam bentuk berhutang. Yakni, selalu ada saja godaan untuk menunda hutang dalam pelbagai bentuk. Maka dalam wujud lain, hutang dapat kita umpamakan dengan menjawab soal-soal ujian. Idealnya menghadapi ujian yang terbaik adalah kita hadapi ujian dengan mengerjakannya; menuliskan jawabnya sebaris ke baris, sesuai dengan alokasi waktu yang disediakan. Bentuk aktualnya seperti orang sedang menghadapi dan menjawab lembar demi lembar soal-soal ujian. Jika kita sudah memiliki persiapan cukup, maka apapun bentuk soal di dalam ujian dapat kita hadapi dengan tanpa gentar.
Bisa jadi pada waktu ujian kita berjumpa dengan soal yang mudah atau soal yang sukar. Dalam keadaan mudah, bisa jadi soalnya adalah berbentu multiple choise; memilih mana yang benar dan melewati yang pilihan yang salah. Maka persiapan yang matang, akan memudahkan kita menyelesaikannya dengan cepat dan tepat. Akan tetapi, sekalipun soalnya multiple chois, namun ia kita hadapi tanpa persiapan maka pasti sulit kita memilih jawabnya. Dalam pada itu, bisa jadi, pilihan kita meleset jauh dari dugaan lulus.
Selain multiple choise, bisa jadi soalnya sebentuk essai. Tantangannya bisa beragam, dari yang meminta jawaban ringkas tapi jelas; atau jawaban pendek tapi benar; atau jawab panjang-lebar hingga berlembar-lembar yang di dalamnya perlu disertai dengan contoh atau pembuktian.
Apapun bentuk soalnya, ujian adalah tetap ujian. Yang diminta dari kita, adalah kita mesti menghadapi dan menyelesaikan soal-soal ujian itu. Menggarapnya dengan cara yang meyakinkan. Tidak menggarapnya dengan setengah hati, apalagi dengan main-main. Sekali lagi, kita mesti menghadapi dan menyelesaikan soal-soal ujian itu, atau menggarap soal-soal dengan jawaban yang menyakinkan.
Setiap Manusia Diuji Kehidupannya
Kebiasaan sekadar membicarakan bentuk soal ujian yang mudah, atau bentuk soal ujian yang pendek, atau yang panjang lebar dan kita hanya berhenti dalam membicarakan bentuk-bentuk soal memang boleh-boleh saja, sebagai suatu bahan pelajaran ke depan. Akan tetapi, yang penting adalah kita menghadapinya dan sekaligus menyelesaikan soal-soal ujian itu dalam waktu yang disediakan untuk itu bagi kita.
Dalam konteks demikian, mengeluh adalah suatu tindakan yang tidak terpuji. Maka segera mulai, dan terus menggarap jawaban soal-soal hingga selesai, dengan tidak lupa mengedit pekerjaan atau garapan soal-soal ujian, ketika waktu ujian masih tersedia adalah suatu tindakan terpuji, dalam melakukan atau menyelesaikan garapan soal ujian.
Hal di atas kalau dibawa ke dalam kehidupan, sebenarnya seperti itulah kehidupan ini. Masing-masing dari manusia dalam kehidupan oleh Allah Swt diberi soal-soal (masalah demi masalah hidup), untuk dijawab soal demi soal dan diselesaikan. Kita tidak boleh lari ketika diberi soal ujian (kehidupan) untuk dihadari, yang sebenarnya bisa kita selesaikan.
Bisa jadi soal ujian hidup kita berupa kesenangan. Tinggal memilih (multiple choice) untuk dihadapi. Tidak sulit mencari jawab terbaik, jika kita sudah siap menghadapinya. Kita ada kalanya diberi harta cukup dari warisan orang tua, dan punya pekerjaan sekadarnya sebagai penyambung hidup, maka dalam beberapa waktu kemudahan itu dalam beberapa tahun dapat berlangsung terus, sepanjang kita memiliki persiapan yang memadai untuk menghadapinya. Namun, sekali lagi jika kita tidak memiliki persiapan yang cukup, mungkin kemudahan bisa untuk beberapa kali keadaan, namun ketika akan menghadapi keadaan jangka menengah atau jangkan panjang, akan menjadi lain.
Karena tidak sedikit, dari orang sejenis ini yang menghadapi kehidupan, mudah diawal namun dalam beberapa tahun kemudian menjadi sengsara. Setelah dilihat, sebab mereka akibat tidaknya mempunya persiapan yang cukup. Atau tidak serius dalam menghadapi suatu persoalan. Atau ada yang sampai di tarap menyepelekan. Akhirnya, ia jatuh dan terjerumus di pertengahan jalan atau di akhir kehidupan.
Ada yang menghadapi hidup dengan soal ujian kesulitan. Bentuknya beda-beda. Ada yang berbentuk sakit-sakitan. Ada soal ujian yang berbentuk rumit menangani anaknya yang ternyata kawin dengan orang yang tidak tepat pilihan. Ada juga misalnya, yang diberi soal ujian dengan perselingkuhan. Juga ada yang berbentuk fitnah, dll.
Dalam bentuk sakit-sakitan, ada soal sakit yang memakan waktu panjang, dan ada juga yang berdurasi pendek. Soal sakit yang berjangka panjang misalnya, terkena diabet yang sukar sekali sembuhnya. Yang pendek misalnya, terkena kecelakaan hingga patah tulang tangan dan kaki; pendek masanya tetapi tragis. Dalam hal perkawinan yang tidak tepat pilihan, bisa jadi dalam perkawinan antar agama yang berakhir dengan fatal, atau kawin dengan orang yang sepertinya baik tetapi ternyata penipu. Soal selingkuh, ini diuji dengan ketidak-konsistenan dalam menghadapi godaan nafsu. Sedang dalam hal fitnah, adalah adanya tangan ketiga yang menyangka orang berdasarkan rasa tanpa periksa dari apa yang dituduhkannya, sehingga tindakannya menjadi fitnah bagi yang lain.
Hidup adalah ujian dalam format sederhana, sedang dan sulit; ada yang menyenangkan dan ada juga yang menyusahkan. Semuanya laksana permainan; ada penghadang, tipuan, dan trik-trik untuk menghadapinya. Namun jangan bermain-main dengan hidup. Tetap perlu bijak menghadapi banyak format, bisa menjalani tugas-tugas hingga selesai, hindari penyepelean, karena di belakang sana ada yang Maha Hebat… yang selalu menilai siapa di antara hamba-Nya yang telah bermain dengan indah dan cantik dalam hidup di pantas-Nya. Bagaimana dengan pembaca? Silakan (Erfan S, 24-12-2013).