Hadis Ke-3 Tentang Beramar Ma’ruf dan Nahi Munkar Dalam Kehidupan
Proses melestarian ajaran untuk menjelmakan dunia yang adil dan makmur memerlukan usaha-usaha. Usaha dimaksud tentu tidak sekadar dengan jalan menyampaikan kebaikan atau kebajikan ke tengah-tengah kehidupan, melainkan juga perlu disertai dengan mengatasi kemunkaran, yang dikenal dengan nahi munkar. Konsistennya menyebarkan yang diperintah dan menjalankan apapun yang diperintah Allah dan yang diimbangi dengan nahi munkar, mencegah yang mungkar banyak faedahnya di dalam kehidupan ini.
Nabi Muhammad saw dalam dua hadis berikut, ditemukan memberikan suatu petunjuk kepada kita.
عَنْ أَبِي بَكْرٍ الصِّدِّيقِ أَنَّهُ قَالَ: أَيُّهَا النَّاسُ، إِنَّكُمْ تَقْرَءُونَ هَذِهِ الآيَةَ: {يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا عَلَيْكُمْ أَنْفُسَكُمْ لَا يَضُرُّكُمْ مَنْ ضَلَّ إِذَا اهْتَدَيْتُمْ} وَإِنِّي سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: إِنَّ النَّاسَ إِذَا رَأَوُا الظَّالِمَ فَلَمْ يَأْخُذُوا عَلَى يَدَيْهِ أَوْشَكَ أَنْ يَعُمَّهُمُ اللَّهُ بِعِقَابٍ مِنْهُ ( أخرجه الترمذي في كتاب الفتن
“Dari Abu Bakar Ash-Shiddiq ra, dia berkata : Wahai manusia, hendaklah kalian membaca ayat ini [yang artinya]: “Hai orang-orang yang beriman, jagalah dirimu, tiadalah orang yang sesat itu akan memberi mudharat kepadamu apabila kamu telah mendapatkan petunjuk. Dan sesungguhnya saya mendengar Rasul saw bersabda: ”sesungguhnya apabila orang-orang melihat orang yang bertindak aniaya kemudian mereka tidak mencegahnya, maka kemungkinan besar Allah akan meratakan siksaan kepada mereka, disebabkan perbuatan tersebut.”
Dalam hadis lain, juga disabdakan oleh beliau:
عَنْ طَارِقِ بْنِ شِهَابٍ قَالَ اَوْلُ مَنْ بَدَأَ بِالْخُطْبَةِ يَوْمَ الْعِيدِ قَبْلَ الصَّلاةِ مَرْوَانُ فَقَامَ إِلَيْهِ رَجُلٌ فَقَالَ الصَّلاةُ قَبْلَ الخُطْبَةِ فَقَلَ قَدْ تُرِكَ مَا هُنَالِكَ فَقَالَ أَبُو سَعِيدٍ أَمَّا هَذَا فَقَدْ قَضَى مَا عَلَيْهِ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ مَنْ رَأَى مِنْكُمْ مُنْكَرًا فَلْيُغَيِّرْهُ بِيَدِهِ فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِلِسَانِهِ فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِقَلْبِهِ وَذَ لِكَ أَضْعَفُ الايمَان ( أخر جه مسلم
Dari Thariq bin Syihab, dia berkata: orang yang pertama melakukan khutbah ied setelah shalat adalah Marwan, maka berdirilah seorang laki-laki seraya memberika tegoran ‘shalat itu mestinya sebelum khutbah, bukan?’ Kemudian Marwan menjawab, “Perkara yang seperti itu sudah ditinggalkan.” Kemudian Abu Sa’id al-Khudhri menjelaskan, adapun tentang ini, saya telah mendengar langsung Rasul saw bersabda, “Sesiapa yang melihat kemungkaran maka hendaklah merubahnya dengan tangannya; maka jika tidak mampu maka hendaklah merubahnya dengan lisannya; maka jika juga tidak mampu hendaklah dengan hatinya, maka mengubah dengan hati adalah dari keimanan yang paling lemah.” (H.R. Muslim)
Menjaga Diri
Menjaga diri adalah perbuatan yang sungguh terpuji, yang dengannya kehidupan dapat dijalankan dengan baik di dalam kehidupan. Karena dengan terwujudkan penjagaan diri orang tiap-tiap manusia, maka kehidupan adil dan maslahat dapat diwujud kan menjadi kenyataan bersama, sehingga kehidupan adil dan makmur dapat diwujudkan. Dan kemadharatan, dapat ditekan seminimal mungkin di dalam kehidupan. Dengan penjagaan diri yang baik oleh tiap-tiap manusia, suatu penyebaran kezhaliman dapat dicegah baik dalam kehidupan individual maupun dalam kehidupan kolektif baik masyarakat kecil, kehidupan berjamaah, maupun kehidupan luas seperti negara.
Jika penjagaan tiap-tiap diri tidak mewujud dalam kehidupan, maka pelanggaranlah yang terjadi. Padahal, jika pelanggaraan sudah terjadi, yang lama kelamaan semakin menyebar ke tengah-tengah kehidupan, sedangkan langkah-langkah mencegahan tidak segera dapat diambil, maka suatu sanksi mesti terjadi. Dan dalam pada itu, dakwah pun terutama melalui nahi munkar mesti dilakukan bagi terjelmanya kehidupan sejahtera dan maslahat dalam kehidupan.
Bernahi Munkar
Hadits kedua di atas adalah hadis yang jami’ . Isinya mencakup pemecahan banyak persoalan yang berkembang dalam syari’at Islam, baik menyangkut hal yang tergolong ma’ruf (menyuruh kepada kebaikan) yang wajib diperintahkan, ataupun yang munkar (mencegah dilakukannya kemungkaran) yang wajib diingkari. Dari sini, maka hadis ini disebut mencakup separuh dari ajaran syari’at. Dengan demikian, hadis ini juga menjelaskan bahwa amar ma’ruf dan nahi munkar merupakan karakter seorang yang beriman, yang di dalam mengingkari kemunkaran tersebut melakukan tiga tingkatan :
1. Mengubah dengan Tangan
Mengubah kemungkaran dengan tangan bermakna mengubah suatu kemungkaran dengan kekuatan atau kekuasaan yang dimiliki. Yaitu melakukan penghentian kemungkaran melalui kekuasaan yang dimiliki seseorang. Umpamanya, polisi melakukan pencabutan izin suatu usaha kepada perusahaan yang melakukan pelanggaran hukum, etika, norma atau aturan agama. Kemudian aparat bisa juga dengan menghukum penjual miras, penjual barang- barang hasil curian, serta barang-barang haram lain. Seorang atasan memecat secara tidak hormat bawahannya yang terbukti melakukan pelanggaran etika atau moral keagamaan. Langkah perubahan dengan tangan atau kekuasaan merupakan tingkatan upaya yang tertinggi.
2. Mengubah dengan Lisan
Langkah menghentikan kemungkaran dengan lisan dilakukan apabila langkah pertama yaitu menghentikan dengan kekuatan tangan tidak dapat dilaksanakan. Sebab, orang tersebut mungkin tidak memiliki hak atau kekuasaan yang memung-kinkan untuk melakukan pencegahan dengan tangan.
Mengubah kemungkaran dengan lisan dapat dilakukan dalam bentuk yang bemacam-macam. Misalnya dengan nasihat, mau’izah hasanah, gertakan, ucapan, tulisan dan pernyataan. Melakukan perubahan dengan cara lisan dilakukan dengan mempertimbangkan aspek-aspek kepribadian dan kejiwaan mereka yang diajaknya. Oleh karena itu, mengajak berbuat ma’ruf atau menghentikan kemungkaran harus dilakukan dengan kebijaksanaan, memberi nasihat yang baik atau berdiskusi yang sehat.
3. Mengubah dengan Hati
Tingkatan terakhir yaitu mengubah dengan hati. Misalnya, dengan membenci kemungkaran–kemungkaran itu. Sekalipun hanya dengan hati, kewajiban ini tidak gugur, sebab jika tidak mengingkari dengan hati, maka ia perbuatan itu tidak akan diingkari dan terus hidup di dalam alam nyata.
Agama Islam adalah agama yang menegakkan amar ma’ruf nahi munkar. Amar ma’ruf adalah akhlak yang mulia. Kewajiban menegakkan kedua hal itu adalah merupakan hal yang sangat penting dan tidak bisa ditawar bagi siapa saja yang mempunyai kekuatan dan kemampuan melakukannya. Bahkan Allah SWT dan Rasul-Nya mengancam dengan sangat keras bagi siapa yang tidak melaksanakannnya, sementara ia mempunyai kemampuan dan kewenangan dalam hal tersebut.
Dengan demikian, amar ma’ruf dan nahi munkar yang dibebankan kepada setiap muslim, jika ia telah menjalankannya, sedangkan orang yang diperingatkan tidak melaksanakannya, maka pemberi peringatan telah terlepas dari celaan, sebab ia hanya diperintah untuk menjalankan amar ma’ruf nahi munkar, tidak harus sampai bisa diterima oleh Allah SWT (Erfan S).