Kiai Bisri Mustafa: Pejuang dan Penulis Produktif (2)

Lanjutan…

Resolusi Jihad yang digelorakan Kiai Hasyim Asy’arie mengandung tiga unsur penting: Pertama, tiap muslim—tua, muda, dan miskin sekalipun—wajib memerangi orang kafir yang merintangi perjuangan kemerdekaan Indonesia. Kedua, pejuang yang mati dalam perang kemerdekan layak disebut Syuhada. Ketiga, warga Indonesia yang memihak penjajah dianggap sebagai pemecah belah persatuan nasional, maka harus dihukum mati. Di samping itu, haram hukumnya mundur ketika berhadapan dengan penjajah dalam radius 94 km (jarak diperbolehkannya qashar sholat). Di luar radius itu, dianggap fardhu kifayah (kewajiban kolektif). Hal ini menjadi pelecut semangat para santri untuk berjuang menegakkan kemerdekaan Indonesia.

Untuk mendukung perjuangan para santri, Kiai Hasyim Asy’arie mengundang beberapa kiai untuk bergabung. Laskar santri dalam barisan Hizbullah dan Sabilillah perlu didukung oleh para kiai. Pada waktu itu, Kiai Bisri Musthofa turun langsung ke medan pertempuran, bersama para kiai lain, di antaranya Kiai Abbas Buntet dan Kiai Amin Babakan Cirebon. Bahkan, rombongan Kiai Abbas Buntet singgah terlebih dulu di Rembang, untuk kemudian bersama Kiai Bisri melanjutkan perjalanan ke Surabaya.

Dalam bidang politik, Kiai Bisri pernah menjadi anggota konstituante. Perjuangannya dapat dilacak ketika beliau berkecimpung di parlemen maupun di luar struktur negara. Kiai Bisri juga dikenal sebagai sosok yang mendukung ide Soekarno, yakni konsep Nasakom (Nasionalis, Sosialis, Komunis). Kiai Bisri memberi catatan, bahwa ketika pihak yang berbeda ideologi, harus bersaing secara sehat dalam koridor keindonesiaan, dengan tetap mempertahankan NKRI. Akan tetapi, Kiai Bisri juga menjadi pengkritik paling tajam ketika Nasakom menjadi pahara politik. Diplomasi politik Kiai Bisri tidak hanya di ranah lokal, namun juga berpengaruh pada kebijakan politik nasional.

Jurus diplomasi politik Kiai Bisri layak dicontoh. Beliau tidak memisahkan politik dan agama, sehingga dalam menghadapi lawan-lawan politiknya, beliau tetap menggunakan etika dan fiqh sebagai referensi bersikap. Karena itu, tidak pernah dijumpai konflik antara Kiai Bisri dengan lawan-lawan politiknya. Aktifis NU pada zamannya, sangat menghormati Kiai Bisri, semisal KH. Idham Cholid, KH. Akhmad Syaichu, Subhan ZE dan beberapa kiai lain.

 

Karya-Karya Kiai Bisri

Kiai Bisri ternyata juga seorang penulis yang produktif. Karya-karya yang dihasilkan dari buah tangan beliau cukup banyak dengan subyek bahasan. Sebagian besar karyanya ditulis untuk memberi pemahaman kepada masyarakat awam, sedang secara keseluruhan karya beliau meliputi: ilmu tauhid, fikih, sejarah kebudayaan Islam, ilmu-ilmu kebahasaan Arab seperti nahwu dan sharaf, hadis, akhlak juga teknik berpidato.

Adapun karya-karya beliau dapat dikutipkan di bawah ini:

1- Tafsir al-Ibriz adalah karya fenomenal beliau, yang ditulis dalam Jawa Pegon. 

2-Terjemah Bulughul Maram,

3- Terjemah Lathaiful Isyarah,

4- al-Ikhtishar fi Ilm at-Tafsir,

5- Munyah adh-Dham’an (Nuzul al-Qur’an),

6- Terjemah al-Faraid al-Bahiyah,

7- Terjemah as-Sulam al-Munauraq (Berbahasa Indonesianya),

8- Tanwir ad-Dunyam,

9- Sanif as-Shalah,

10- Terjemah Aqidah al-Awam,

11- Terjemah Durar al-Bayan,

12- Ausath al-Masalik (al-Khulashah),

13- Syarh al-Ajrumiyah

14- Syarh ash-Shaaf al-Imrithi,

15- Rafiq al-Hujjaj,

16- Manasik Haji,

17- at-Ta’liqah al-Mufidah Li al-Qasidah al-Munfarijah,

18- Islam dan Shalat,

19- Washaya al-Aba li al-Abna‘,

20- Al-Mujahadah wa ar-Riyadhah,

21- Tarikh al-Auliya‘,

22- Al-Haqibah (kumpulan doa) 2 jilid,

23- Syiir Rajabiyah,

24- Ahl as-Sunnah wa al-Jamaah,

25- Syi’ir Budi Pekerti,

26- Al-Asma wa al-Aurad,

27- Syi’ir Pemilu,

28- Zad az-Zu’ama wa Dzakirat al-Khutaba’,

29- Pedoman Pidato,

30- Primbon, serta

31- Mudzakirah Juyub Al-Hujjaj.

Demikian Kiai Bisri Mustofa  hadir ke tengah-tengah kehidupan. Menjadi tokoh yang gigih mencari ilmu dari pelbagai guru, menjadi sosok yang jago di podium, yang berjuang bagi kemerdekaan di Indonesia, serta sangat produktif menulis karya-karyanya.

Dari perjalanan kehidupan yang terlihat hangat dalam mencari dan menyebar ilmu, berjuang bagi kemerdekaan, dan menulis banyak karya bagi umat dan bangsa, Kiai Bisri sampai juga di akhir goresan kehidupan, untuk meninggalkan kita selama-lamanya. Beliau wafat pada 16 Februari 1977 dalam usia 63 tahun. Usia wafat yang mirip dengan Nabi Muhammad saw itu beramaan dengan Indonesia menyongsong Pemilu 1977 pada Masa Pemerintahan Orde Baru (Erfan Subahar).

 

 

3391

3,391 thoughts on “Kiai Bisri Mustafa: Pejuang dan Penulis Produktif (2)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *