Makalah di Petamas Semarang
PARTIPISASI NYATA RAKYAT MEMBERI SUARA DALAM PEMILU
CERMIN KEDEWASAAN BERBANGSA DAN BERNEGARA
Oleh M. Erfan Soebahar
Pendahuluan
Puji Syukur dipanjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, yang telah mempertemukan kita pada hari Selasa ini dalam acara silaturahmi Pemerintah Kota Semarang dengan Petamas, yang pada kesempatan ini juga sekaligus mengangkat tema “Pemberian Suara Dalam Pemilu Cermin Kedewasaan Berbangsa dan Bernegara.”
Kesyukuran ini juga kita jelmakan lebih luas. Sebab kita sebagai rakyat atau penduduk Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), yang mendiami wilayah negara kesatuan di atas gugusan pulau-pulau, yang setelah resmi merdeka ternyata dapat mengadakan beberapa kali Pemilihan Umum di negeri sendiri, yang tidak lepas dari sorotan dunia.
Sehubungan dengan itu, pada kesempatan ini pembicaraan kita fokuskan di sekitar fungsi pemilu, makna pemilu, melihat cermin keberhasilan hidup masa lalu, dan sikap nyata apa yang mesti dilakukan dalam kehidupan bernegara ini.
Fungsi Pemilu
Pemilihan Umum ternyata bukan hanya sekadar memberi suara. Dari pengalaman sejauh ini berpartisipasi dalam Pemilu, setidaknya kita dapat memetik sejumlah fungsi pemilu yaitu:
1. Media bagi rakyat untuk menyuarakan pendapatnya
2. Mengubah kebijakan untuk langkah ke depan
3. Proses mengganti pemimpin suatu negara
4. Media hidup pertanggung jawaban
Pembicaraan ini, lebih diarahkan untuk membahas poin ke-1 dan ke-5 di atas ini.
Makna Pemilu
Selain memiliki fungsi, Pemilu memiliki makna strategis dalam proses berdemokrasi:
1. Pemilu menunjukkan berapa besar dukungan rakyat kepada pejabat atau partai politik.
2. Sarana bagi kita untuk melakukan kesepakatan politik baru dengan partai politik, wakil rakyat dan penguasa.
3. Sebagai sarana mempertajam kesepakatan pemerintah dan anggota legislatif terhadap aspirasi rakyat.
Dari fungsi dan makna di atas maka Pemilu merupakan bagian dari pendidikan bagi semua warga negara di Indonesia dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Maka melalui Pemilu dapat dipilih para wakil kita dalam Dewan Perwakilan Rakyat, dan dengan Pemilu di Indonesia, rakyat Indonesia telah memilih setidaknya enam (6) presiden negara kita:
1. Ir. Soekarno
2. H. Soeharto
3. Prof. Dr. Ir. B.J. Habibie
4. K.H. Abdurrahman Wahid
5. Hj. Megawati Soekarnoputeri
6. Dr. H. Susilo Bambang Yudhoyono
Melihat Cermina Kehidupan Masa Lalu
Dalam sejarah kita telah melihat aneka keberhasilan tokoh dunia dalam memimpin umat:
1. Masa Nabi Ibrahim a.s. meninggalkan sarana Ibadah kelas dunia berupa Ka’bah, tempat salat, tawaf, sa’i dan umrah, yang dengannya penduduk antar negara di dunia mengunjunginya untuk beribadah haji dan umrah.
2. Masa Nabi Yusuf a.s. yang berhasil menyulap negaranya dari tandus menjadi makmur selama beberapa tahun sehingga mampu berswasembada papan pangan, yang menfaatnya juga diekspor ke sejumlah penduduk negara lain selama beberapa tahun.
3. Masa Nabi Daud a.s. negaranya kokoh dan stabil, yang terjalin kuat berkat kemampuan
mengelola industri logam besi atau peralatan militer bagi kelengkapan ketahanan negara
yang handal.
4. Masa Nabi Sulaiman a.s. negara diperkokoh dengan pengelolaan hasil tambang intan berlian, emas, bangunan indah, dan hamparan permadani, yang disertai dengan kearifan sosok tokoh, kehandalan, dan amanahnya, sehingga negara memiliki aset harta karun yang begitu melimpah sehingga penduduknya mampu berinteraksi penuh berhadapan dengan negara sekitarnya; simbul kehidupan negara dan rakyat berkecukupan.
5. Masa Nabi Muhammad saw, melalui pemimpin yang memahami dengan tepat penduduk
plural dengan kearifan, maka banyak hal bisa diwujudkan antara lain;
(1) Piagam Madinah, yaitu undang-undang negara pertama di dunia;
(2) Mewujudkan bangsa bersatu yang penduduknya hidup toleran dan berkah;
(3) Mewujudkan masyarakat berakhlak, yang di kemudian hari membukukan Al-Qur’an
dan Hadis bagi generasi kemudian.
Pemilu: Bentuk Nyata Keterlibatan Rakyat dalam Bernegara dan Bangsa
Dari uraian di atas terlihat sesungguhnya begitu besar peranan rakyat di dalam proses memilih pemimpinnya, yang dengan itu akan dapat menyejahterakan dan memakmurkan negara dan bangsanya.
Oleh karena itu, maka Pemilu yang akan dilangsungkan dalam dua tahap yaitu Pemilu Legislatif yang akan dilaksanakan pada 9 April 2014, dan Pemilu untuk memilih Presiden dan Wakil Presiden pada 9 Juli 2014, merupakan ajang bersama seluruh rakyat.
Pertama: Pemilu adalah kewajiban dan memiliki pahala
Dari fakta di atas dapat ditarik pelajaran bahwa Pemilu yang akan dilaksanakan pada bulan April dan Juli tahun 2014 ini adalah bentuk pengangkatan pemimpin atau wakil-wakil rakyat oleh rakyat sendiri yang jelas-jelas memiliki landasan kuat, yang dipertahankan dalam ajaran Islam.
Dengan Pemilu, maka peluang untuk memilih wakil-wakil rakyat yang akan duduk dalam DPRD Kota/Kabupaten, DPRD Provinsi, DPR RI dan DPD serta wakil rakyat yang akan duduk sebagai Presiden/Wapres dapat diwujudkan. Wahana ini diberi peluang luas kepada seluruh penduduk Kota Semarang, untuk menggunakan haknya untuk memilih dengan tepat dan benar dalam konteks pemikiran maupun pilihan hatinya
Untuk itu, momentum yang tepat bagi rakyat penduduk Semarang untuk berpartisipasi diri penuh hadir dalam Pemilu, sudah saatnya digunakan secara tepat. Tentu jika kita hadir dengan niat untuk beribadah, maka kehadiran kita akan memperoleh pahala. Kalau tidak melakukan apa-apa maka hanya kekosonganlah yang ada. Karena tidak pernah terjadi apa-apa dengan kekosongan aktivitas, maka kekosongan dari tindakan tidak akan membawa pahala apapun. Yang pasti, ia tidak memperoleh apa-apa dari tidak bertindak itu. Jadi, golput itu sangat tidak dianjurkan dalam ajaran Islam.
Bahkan pelaku Golput, yang disebut udzur, bukanlah ajaran Islam. Allah Swt sendiri sangat mencela perilaku udzur, cuek, tidak peduli, golput. Perilakunya oleh Al-Qur’an disebut sebagai perilaku orang ingkar. Dalam Surah at-Tahrim/66 ayat 7 disebutkan:
يا أيها الذين كفروا لا تعتذروا اليوم إنما تجزون ما كنتم تعملون
Hai orang-orang yang ingkar (kafir), janganlah kamu mengemukakan golput (udzur) pada hari ini. Sesungguhnya kamu hanya diberi balasan menurut apa yang kamu kerjakan.
Menurut ayat di atas, sikap udzur, yakni tidak melakukan apapun: cuek, golput –padahal orang itu diberi pahala dengan melakukan sesuatu– dipandang sebagai perilaku yang tidak terpuji. Ia dipandang tidak melakukan apa-apa, yang kosong dari pahala. Sikap yang tepat, adalah melakukan yang jelas membawa manfaat bagi sesama, yakni datang ke Pemilu: memilih siapa pemimpin/wakil yang tepat dipilih, setelah sebelumnya memiliki fakta yang lengkap dan melakukan istikharah: bagi menemukan siapa figur idola kita, sebagai bagian dari abdi kita pada perintah agama dan negara. Dengan memillih wakil rakyat di DPRD Kota/Kabupaten, DPRD Provinsi, DPR RI dan DPD dan Presiden/Wapres berarti kita telah melakukan suatu ibadah. Sebaliknya, dengan tidak melakukan pilihan, tentu kita tergolong orang yang kosong dari sebuah peluang amal baik di hari Pemilu dalam konteks ibadah sosial dalam kehidupan bersama.
Kedua, Hadir Memilih di Bilik Suara adalah Cermin Kedewasaan diri
Berpartisipasi dalam Pemilu jelas cermin kedewasaan diri. Jika untuk bisa melakukan sesuatu dan berpartisipasi baik kita lebih dahulu perlu melalui proses belajar. Maka tatkala kita sudah belajar dan berlatih, dan pada setiap diri sudah memiliki kepintaran, maka tinggal selangkah lagi tugas kita. Yaitu datang memilih untuk menyalurkan suara kita dengan melakukan pilihan yang tepat di dalam bilik suara. Pilihlah yang terbaik, karena itu merupakan salah satu bukti diri bahwa kita sudah benar-benar dewasa dalam bertindak dan mengambil keputusan. Dalam konteksnya pada kehidupan bernegara maka langkah demikian tak lain dari bukti dari kedewasaan diri yang utuh dalam kehidupan bernegara. Maka tidak sepatutnya kita cuek, atau berlaku golput dalam konteks kehidupan bersama di dalam suatu negara. Dan golput, bukan cermin kedewasaan diri dalam konteks pembicaraan pada kesempatan ini.
Penutup
Dari uraian di atas sudah jelas kepada kita bahwa kedewasaan dalam hidup bernegara dapat disalurkan melalui partisipasi kita menyalurkan suara dalam Pemilu, adalah suatu tindakan yang sah, terhormat, serta bertanggung jawab. Ia merupakan cermin hidup yang dinamik dan bertanggung jawab seorang warganegara yang baik dan prospektif. Langkahnya yang sangat terpuji dalam kehidupan dan perilaku ini tentunya mendapatkan legalitas jelas sebagai perbuatan berpahala menurut pandangan agama (Islam)
Di akhir uraian ini ada empat hal yang baik dilakukan dalam berpartisipasi dalam Pemilu, baik Legeslatif maupun Capres Cawapres:
1- Usahahakan kita tahu benar tentang calon-calon kontestan Pemilu dan calon-calon idola yang akan kita pilih; diusahakan ketahuan kita itu valid data lengkapnya;
2- Terus dipermantap data tentang ketahuan kita mengenai kontestan Pemilu dan calon idola kita; lengkapi dengan informasi rekam jejaknya, sehingga mempermantap data kita untuk memilihnya;
3- Lakukan istikharah: mohon petunjuk siapa tepatnya calon yang terbaik dari pilihan data kita yang memang layak kita pilih menurut isyarat dari Allah Swt, sehingga menambah mantapnya hati kita kepada kebenaran calon terbaik menurut-Nya.
4- Pada hari dan jam Pemilu, kita datang dengan hati tenang dan langkah mantap niat ibadah kepada Allah menyoblos/memilih dalam Pemilu Legislatif maupun Capres dan Cawapres kita, sebagai pertanda kedewaaan kita dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Semoga uraian makalah ini bermanfaat adanya.
Semarang, 25 Maret 2014
[1]Makalah disampaikan dalam acara Silaturahmi Pemerintah dan Petamas, yang dilaksanakan pada hari Selasa, 25 Maret 2014, di GPIB Immanuel (Blenduk), Jalan Letjen Suprapto No. 32 Semarang.
[2]Prof. Dr. H.M. Erfan Soebahar, M.Ag. adalah Ketua pada MUI Kota Semarang yang sehari-hari bertugas sebagai dosen sekaligus guru besar bidang Ilmu Hadis di IAIN Walisongo Semarang.