Mengenal Lebih Dekat Seputar Tradisi Hari Rabu Wekasan

Sudah banyak yang tahu tentang berjalanannya tradisi hari Rabu Wekasan. Yang biasa disebut-sebut ketika jatuhnya hari pada hari Rabu di akhir bulan Sofar adalah orang-orang sama selamatan untuk menolak balak. Namun apa dan begaimana sebenarnya tradisi Rabu Wekasan itu?

Rabu wekasan dilakukan karena konon karena adanya tradisi di masa Arab Jahiliyah dulu. Orang Arab dahulu, jika akhir sofar, terutama pada hari Rabu akhirnya tidak mau melakukan perjalanan, pernikahan, dan aktivitas-aktivitas penting lain. Sebab dalam keyakinan mereka bulan safar ini adalah bulan sial.

Kemudian datang keterangan dari sebuah hadis sahih bahwa tidak ada penyakit menular; Tidak ada kepercayaan datangnya sial dari bulan Shafar; Tidak ada kepercayaan bahwa orang mati, rohnya menjadi burung yang terbang.

Nah, lantas kaum muslimin melawan kepercayaan mereka dengan cara justru keluar atau beraktivitas khususnya aktivitas-aktivitas yang berbentuk ketaatan.

Para ulama menyampaikan:

Pada saat orang lain meyakini datangnya kesialan dengan waktu-waktu tertentu, agama kita menganjurkan agar kita melakukan amal kebaikan yang dapat menolak balak (sial dan ketidakberuntungan) seperti berdoa, berdzikir, bersedekah dan lain-lain. Hal ini sebagaimana dijelaskan oleh al-Imam al-Hafizh al-Hujjah Zainuddin Ibn Rajab al-Hanbalidalam kitabnya, Lathaif al-Ma’arif

وَالْبَحْثُ عَنْ أَسْبَابِ الشَّرِّ مِنَ النَّظَرِ فِي النُّجُوْمِ وَنَحْوِهَا مِنَ الطِّيَرَةِ الْمَنْهِيِّ عَنْهَا، وَالْبَاحِثُوْنَ عَنْ ذَلِكَ غَالِبًا لَا يَشْتَغِلُوْنَ بِمَا يَدْفَعُ الْبَلَاءَ مِنَ الطَّاعَاتِ، بَلْ يَأْمُرُوْنَ بِلُزُوْمِ الْمَنْزِلِ وَتَرْكِ الْحَرَكَةِ، وَهَذَا لاَ يَمْنَعُ نُفُوْذَ الْقَضَاءِ وَالْقَدَرِ، وَمِنْهُمْ مَنْ يَشْتَغِلُ بِالْمَعَاصِيْ، وَهَذَا مِمَّا يُقَوِّيْ وُقُوْعَ الْبَلاَءِ وَنُفُوْذَهُ، وَالَّذِيْ جَاءَتْ بِهِ الشَّرِيْعَةُ هُوَ تَرْكُ الْبَحْثِ عَنْ ذَلِكَ وَاْلإِعْرَاضُ عَنْهُ وَاْلإِشْتِغَالُ بِمَا يَدْفَعُ الْبَلاَءَ مِنَ الدُّعَاءِ وَالذِّكْرِ وَالصَّدَقَةِ وَتَحْقِيْقِ التَّوَكُّلِ عَلَى اللهِ عَزَّ وَجَلَّ وَاْلإِيْمَانِ بِقَضَائِهِ وَقَدَرِهِ. (الإمام الحافظ الحجة زين الدين ابن رجب الحنبلي، لطائف المعارف، ص/١٤٣).

—-

Rabu terakhir bulan safar itu dipercaya sebagai hari turun kesialan. Dalam kitab “Kanzun Najah Was Surur,” misalnya ada keterangan. Bahwa hal ini benar adanya, sebab masuk dalam umumnya hadis.

عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا عَنِ النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم قَالَ: آخِرُ أَرْبِعَاءَ فِي الشَّهْرِ يَوْمُ نَحْسٍ مُسْتَمِرٍّ. رواه وكيع في الغرر، وابن مردويه في التفسير، والخطيب البغدادي. (الإمام الحافظ جلال الدين السيوطي، الجامع الصغير في أحاديث البشير النذير، ١/٤، والحافظ أحمد بن الصديق الغماري، المداوي لعلل الجامع الصغير وشرحي المناوي، ١/۲٣).
“Dari Ibn Abbas , Nabi ﷺ bersabda: “ Rabu terakhir dalam sebulan adalah hari terjadinya sial terus.”

(HR. Waki’ dalam al-Ghurar, Ibn Mardawaih dalam al-Tafsir dan al-Khathib al-Baghdadi) . (Al-Hafizh Jalaluddin al-Suyuthi, al-Jami’ al-Shaghir, juz 1, hal. 4, dan al-Hafizh Ahmad bin al-Shiddiq al-Ghumari, al-Mudawi li-‘Ilal al-Jami’ al-Shaghir wa Syarhai al-Munawi, juz 1, hal. 23).

Hadis di atas adalah dha’if (lemah). Namun, meskipun hadis atau lemah, posisinya tidak dalam menjelaskan suatu hukum, tetapi berkaitan dengan targhib dan tarhib (anjuran dan peringatan).

Maka tidaklah salah jika kita katakan rabu terakhir bulan safar ada kesialan. Sebagaimana tidak salah pula jika kita katakan rabu terakhir bulan jumadil awal ada kesialan begitu pula bulan-bulan lain seperti yang tertera dalam hadits tadi.

—-
Pada rabu wekasan biasanya umat muslim melakukan shalat sunnah dan memperbanyak doa

Dalil bolehnya Shalat untuk memohon pertolongan dari Allah ﷻ agar terhindar dari musibah dan bencana.
Didalam al-Qur’an di sebutkan:

وَاسْتَعِيْنُوْا بِالصَّبْرِ وَالصَّلٰوةِ ؕ

“Dan mohonlah pertolongan dengan sabar dan sholat.”
(QS. Al-Baqarah: Ayat 45)

Dalam satu hadis yang di riwayatkan oleh imam Abu Daud disebutkan:

“كان رسول الله صلى الله عليه وسلم إذا حزبه أمر فزع إلى الصلاة”

“Rasulullah ﷺ bila mengalami suatu perkara maka beliau segera melakukan shalat”

Di dalam kitab tafsir Ibu Katsir dikutip hadist berkenaan tafsir surat al-Baqarah: Ayat 45 :
Muhammad ibn Nasr al-Marwazi meriwayatkan hadits di dalam Kitab Shalat, bahwasanya Hudzaifah telah menceritakan;

“رجعت إلى النبي صلى الله عليه وسلم ليلة الأحزاب وهو مشتمل في شملة يصلي، وكان إذا حزبه أمر صلى”

“Aku kembali kepada nabi ﷺ pada malam perang ahzab dan nabi ﷺ saat itu beliau berselimut dengan jubah dalam keadaan shalat, dan beliau jika menghadapi suatu perkara yang besar, beliau selalu shalat.”

عن أبي إسحاق سمع حارثة بن مضرب سمع عليا يقول : “لقد رأيتنا ليلة بدر وما فينا إلا نائم غير رسول الله صلى الله عليه وسلم يصلي ويدعو حتى أصبح “

Dari Abu Ishaq, dia  mendengar dari Abu Hariqah bin Mudarrib bahwa dia mendengar sahabat Ali r.a. mengatakan; “sesungguhnya aku di malam perang badar melihat semua pasukan muslimin tertidur kecuali Rasulullah ﷺ yang selalu shalat dan berdoa hingga waktu subuh”

Paling tidak keterangan di atas memperjelas kepada kita berkenaan dengan Rabu Wekasan yang kita kenal itu. Lain kali, uraian di atas dapat diperjelas lagi (Erfan Subahar).

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *