Mengenal PP Bahrul Ulum Tangsil Kulon Bondowoso
Tangsil Kulon adalah sebuah desa yang ada di Kecamatan Tenggarang, Kabupaten Bondowoso, Jawa Timur. Pada masa penjajahaan, desa ini tidak hanya sering ditanya untuk diburu datanya oleh Belanda lalu Jepang, melainkan sering dicari cela untuk diambil datanya, seperti diburu kitab-kitab dan tulisan-tulisan tangan dari para tokoh Islam. Yang tersisa bagaimana? Sialnya, naskah itu dibakar jika masih tersedia termasuk juga membakar bangunan pesantren. Terbakarkah naskah atau bangunan fisik pondok pesantran itu? Ternyata tidak semua yang berlaku di hukum alam berlaku juga bagi pesantren. Pondok Pesantran ini menurut penuturan saksi sejarah, santri sepuh yang masih hidup, tidak terbakar. Namun, kekesalan terjadi, entah dengan cara merusak, atau apapun yang mau mereka lakukan atas fisik Pondok Pesantran Zainul Bahar yang sekarang lebih dikenal dengan Pondok Pesantren Bahrul Ulum.
Asal-Usul Pendirian
Pondok Pesantren ini didirikan oleh dua orang tokoh di Desa Tangsil Kulon, yaitu K.H. Abdur Rozaq dan K.H. Abu Bakar. Beliau berdua punya hubungan ipar; KH. Abdur Raraq adalah kakak ipar dari K.H. Abu Bakar. Beliau dilihat dari asal usulnya sama berasal dari Tanah Merah, Bangkalan Madura. Setelah hijrah ke Desa Kampung Jawa yang ada di Tenggarang, dan lalu pindah ke Desa Tangsil Kulon, maksud pendirian pondok pesantren terlaksana. Dengan bermodal santri dari masyarakat yang ada di Desa Tangsil Kulon dalam jumlah yang asal yang mudah dihitung dengan jari, K.H. Abdur Razaq mendirikan pesantren yang berdekatan dengan rumah keluarga, di atas sebidang tanah seluas 2000 meter.
Fisik pondok pesantren di saat awal pendirian tidak luas, hanya ukuran 20 x 30 meter. Dengan modal area ngaji 600 meter itulah, pondok pesantren itu mula-mula berdiri. K.H. Abdur Razak selaku pendiri mula-mula yang pendidikan santrinya diisi bersama adik Iparnya K.H. Abu Bakar, yaitu Ayah dari K.H. Mohammad Subahar, yang sekarang secara turun temurun mengisi pendidikan di Pondok Pesantran Bahrul Ulum. Dari cikal bakal kerjasama kuat dua tokoh itulah, pendidikan keagamaan mulai berdiri di atas di Desa Tangsil Kulon, Tenggarang, Bondowoso. Pengajian Al-Qur’an dan beberapa kitab mendasar keagamaan, menjadi kesibukan yang disampaikan kepada segenap santri ketika itu.
Ahli Fikih dan Ilmu Alat
Setelah K.H. Mohammad Subahar selesai mondok di PP Salafiyah Syafi’iyyah Ibrahimi Sukorejo, Asembagus, Situbondoso, pondok pesantren ini kian melebar pengaruhnya. Selain mengaji Al-Qur’an sebagai kajian wajib pagi dan sore pesantren dan para santri sudah diajarkan sejumlah ilmu agama dari kitab-kitab tafsir, hadis, fikih, tauhid, dan ilmu-ilmu alat. Dari situ, para santri sudah mulai mengenal wawasan keagamaan yang kian luas selama mencari ilmu di Pondok Pesantran Bahrul Ulum.
Pada masa K.H. Mohammad Subahar, pondok pesantren diperluas dengan pendirian pendidikan klasikal. Pendirian Madrasah Ibtidaiyah (MI) ketika itu banyak membuka mata penduduk desa untuk mulai mengenal pendidikan. Jika di awal berdirinya, sekolah dasar ketika itu hanya membuka tiga kelas, di MI yang dididirikan oleh K.H. Moh. Subahar sudah membuka hingga empat (4) kelas. Guru utama madrarah ketika itu adalah Kiai Subahar, begitu beliau lazim dikenal masyarakat Tangsil Kulon.
Murid-murid yang belajar di sekolah MI umumnya sudah lancar membaca Al-Qur’an dan sudah mengenal baca tulis Arab. Mereka selain masuk madrasah di Sore hari di MI, juga diperintahkan oleh K.H. Subahar untuk memanfaatkan waktu dengan belajar di Sekolah Dasar (SD), yang di desa ketika itu hingga kelas III, kelas empat dan seterusnya diselesaikan di SD Tenggarang, yang berdiri di sebelah kirinya Kantor Kecamatan Tenggarang.
Alumni PP Bahrul Ulum
Alumni pondok pesantren ini dalam perkembangan karir kemudian bervariasi. Di antara mereka dapat disebutkan sejumlah nama yaitu Abu Nidin, Abdus Shamad, Muhasshanah, M. Erfan Subahar, Abdul Halim Subahar, Moh. Fadli Subahar, dan Zarkasyi Subahar. Pertama, Abu Nidin. Selain melanjutkan pendidikan di PP Nurul Jadid Paiton Probolinggo, mantan Kepala Desa ini, dapat menyelesaikan pendidikan Madrasah Aliyah di PP Nurul Jadid itu. Abdus Shamad, adalah santri didikan K.H. Moh Subahar, yang setelah menyelesaikan pendidikan di PP Zainul Hasan Genggong, Kraksaan, Probolinggo, kini banyak mendedikasikan diri di PP Bahrul Ulum. Ketiga, Nyai Muhasshonah, setelah menyelesaikan pendidikan di PP Ibrahimi banyak membantu pendidikan di PP Bahrul Ulum.
Keempat dan Kelima, Moh. Erfan Soebahar dan Abdul Halim Subahar adalah dua alumni PP Bahrul Ulum, yang keduanya sekarang sudah menyelesaikan studi S3nya yang selain menjadi dosen di UIN Walisongo dan IAIN Jember juga menjadi guru besar di almamaternya di Semarang dan juga di Jember. Kelima dan Keenam, Moh. Fadli Subahar, yang sekarang dosen Fakultas Hukum Universitas Brawijaya sudah menyelesaikan pendidikan doktornya di UNPAD Bandung. Sedang yang terakhir, Zarkasyi Soebahar, selain mengajar dan menjadi kepala sekolah di MA Bahrul Ulum sudah dalam proses penyelesaikan studi S3nya di UIN Maliki Malang.
Bantuan Rusunawa
Dalam perkembangannya, Pondok Pesantren Bahrul Ulum sekarang, sudah menghias diri dan mengembangkannya sedemikian rupa. Di lingkungan PP Bahrul Ulum Sekarang berdiri sejumlah gedung klasikal. Selain gedung PAUD, RA, MI, MTs, dan MA, sekarang sudah dilengkapi dengan fasilitas khusus yang berupa bantuan pemerintah dengan mendirikan gedung RUSUNAWA. Gedung ini dibangun menghadap ke Barat, sehingga menambah cantiknya lingkungan pesantren yang sekarang sedang gencar- gencarnya menyempurnakan diri menuju masa depan alumni dan bangsa di negara tercinta ini (Erfan)