Menghadiri Pengantenan di Bondowoso

Setelah menangani prosesi penganten di rumah Semarang, acara pengantenan kami saksikan di kota Bondowoso. Tepatnya di Desa Tangsil Kulon, Tenggarang, Bondowoso. Yaitu pengantenan keponakan, nanda Elok Fitriyah, yang dulu pernah beberapa bulan berada di rumah keluarga kami Beringin, Ngaliyan, Semarang.

Fitri, demikian dia biasa dipanggil, mendapatkan pasangan pria dari daerah Pujer. Sama-sama dari jebolan lulusan Sekolah Tinggi Attaqwa Bondowoso. Jika Fitri, menempuh pendidikannya semuanya di Bondowoso, maka suaminya pernah mondok di Pondok Pesantren Nurul Jadid, Paiton Probolinggo. Tujuh tahun suaminya mondok di Pesantren Kiai Zaini Mun’im (al-Marhum). Lalu mengambil S1 di Sekolah Tinggi Attaqwa, dan dalam waktu hanya sekitar dua minggu, nasibnya ditentukan lain; ia dipertemukan oleh Allah Swt dengan seorang pria bernama Imron Kholifur Rohman.

Acara pengantenan di Bondowoso cukup simpel. Malam Ahadnya, acara cukup didatangi oleh para mantan santri putri dan undangan dari desa Tangsil Kulon, yang menyelamani bingkisan pada tuan rumah. Lalu pulangnya, mereka dibawakan roti serta juga gelas, kenangan dari tuan rumah. Selanjutnya, paginya berlangsung acara akad nikah dan sholawat Nabi.

Acaranya didahului dengan pembukaan; pembacaan ayat-ayat suci Al-Qur’an; sambutan atas nama Shahibul Bait oleh dinda Prof Abdul Halim Subahar; penyerahan wali dari Sunar bin Zainullah kepada Prof Erfan Subahar; lalu memasuki acara akad nikah. Yaitu, penyerahan maskawin dari mempelai laki kepada perempuan; akad nikah oleh Prof Erfan Subahar, sekaligus Khutbah Nikahnya; saksi 2 dari pihak mempelai laki-laki dan perempuan. Lalu, pembacaan sholawat dan yanabian oleh Santri PP Bahrul Ulum. Diakhiri dengan doa, dengan menggunakan doa barzanji.

Setelah itu, acaranya bersalaman antara penganten putri kepada penganten putra, lalu acara tamah, baru akhirnya acara usai dengan saling bersalaman (Erfan S).