Memberdayaan Kejujuran
Kejujuran adalah ungkapan yang sudah lama beredar dalam sejarah kehidupan manusia. Saking lamanya beredar, dan seringnya diingatkan, dimana karya itu tidak boleh duplikat dari sebelumnya, banyak hal-hal yang mestinya dijelaskan dengan cukup tentang kejujuran, menjadi tidak sepenuhnya jelas. Sialnya, jujuran yang mestinya selalu dipromosikan menjadi kalah dengan kebohongan yang selalu dipromosikan dengan rupa-rupa tampilan. Akhirnya, kejujuran seolah tidak berdaya dan “kalah gesah” dengan keduataan.
Namun apa sebenarnya kejujuran itu, bagaimana kita bersikap jujur, dan dapatkan jujur itu diterapkan? Adalah pertanyaan yang sudah selayaknya terus kita tanamkan kepada setiap diri, keluarga, lembaga pendidikan, dan masyarakat baik masyarakat terbatas maupun dalam bentuk kehidupan bernegara.
Arti kejujuran
Benar atau jujur adalah suatu yang sesuai dengan kenyataan. Dalam hal bertutur atau berperilaku, sesuainya tutur kata seseorang dengan kenyataan disebutlah kata-katanya itu jujur. Dan sesuainya perilaku seseorang dengan kenyataan disebutlah itu perilaku yang jujur. Bentuk ungkapan kata dalam tuturan yang jujur, dan bentuk perilaku dalam perilaku yang dikatakan jujur mesti ada “kesesuaian” antara apa yang dikatakan dan apa yang dilakukan. Dalam pola jujur yang seperti itu, jika 2 kali 2 (2 x 2)adalah empat, maka empat (4) yang tetap kita pegangi delam mengajarkan sesuatu kebenaran dalam situasi apapun mesti terap kita pertahankan. Dalam keadaan damai, atau sedang dalam keadaan tidak damai, jawaban empat tetap merupakan ungkapan dari suatu kejujuran. Dari pola seperti itu, maka suatu yang disebut kejujuran itu adalah simpel. Kata-kata atau bahasa tubuhnya pun sederhana. Tanpa dipoles-poles tetap saja benar dan baik. Maka untuk melakukan kejujuran, orang tidak perlu berputar-putar membuat kreasi yang menyulitkan, tapi cukup menyampaikan apa intinya orang sudah paham, karena di situ enensi kebaikan sudah ada, mudah dipercaya dan diterima, dan jika itu dilakukan secara tulus maka amaliah itu sudah berdampak tidak terhingga baik sekarang maupun ke depan. Jadi dalam ungkapan yang sederhana seperti itu sudah terwujud suatu kejujuran.
Cara Bersikap Jujur
Begitu jujur sudah diketahui maka jujur itu sudah tinggal mempraktikkan. Karena jujur itu banyak terungkap dalam bahasa sikap dari apa yang ada di hati, maka jujur itu perlu dukungan untuk merealisasikan. Yaitu, ia perlu dukungan diri sendiri. Ini dukungan terbaik, yang biasakan diwujudkan setelah banyak tahu konsep atau ajarannya, tahu keberuntungannya, tahu juga manfaat bagi diri dan kehidupan bersama. Juga perlu dukungan orang tua atau guru atau mentor atau motivator kita. Karena menerapkan jujur banyak berhadapan dengan kondisi sekitar, maka mestinya jujur itu perlu diwujudkan dengan dukungan orang tua, juga para guru, juga mentor, juga budaya yang mengitari kita. Jujur juga perlu didukung wujudnya oleh penguasa negara. Dukungan penguasa negara bisa berupa adanya aturan hukum yang ditegakkan berkenaan dengan kejujuran. Bisa juga berupa kebiasaan rakyat NKRI, yang sehari-hari diterapkan dalam berurusan dalam negara ini, dan sekaligus meminimalisir apa yang menginspirasi diakukannya kebohongan, pencurian, korupsi, menyalahgunaan obat terlarang seperti narkoba, miras, dan bentuk-bentuk makanan dan minuman lainnya. Dengan banyak dukungan dari lingkungan, terdekat, institusi, maupun budaya kenegaraan maka jujur bisa diwujudkan dan terus semakin bisa dibudayakan.
Banyak negara yang sudah berhasil menerapkan kejujuran ini. Misalnya, di negara Islam seperti Saudi Arabia, pada setiap memasuki waktu shalat, toko-toko cukup ditutup, jualan-jualan yang di pasar, begitu pula jejeran-jejeran makanan, biasanya cukup ditutup. Kadang tidak terlalu rapat menutupnya. Tetapi, karena dibiasakan jujur penduduk nya, maka aman-aman saja barang yang ditinggalkan di situ.
Di Malaysia, misalnya di pasar-pasar negeri Terangganu, di situ biasa di pasar-pasar kalung 20 gram jatuh, rubuan dolar ulang tertinggal, atau jatuh ketika bertransaksi, barangnya tidak hilang. Barang itu diumumkan di papan-papan pengumuman. Tidak ada orang yang mengambilnya. Perasaannya, untuk apa barang itu diambil tokh bukan miliknya sendiri. Kalau diambil juga tidak akan menggenapi bagi ketenangan diri, malah menjadikan diri ini tidak akan tenang, karena menyembunyikan barang milik orang lain.
Di Australia, biasanya barang-barang penumpang yang ketinggalan, dibiarkan berada di dalam bis yang dinaikinya sampai 15 hari dalam keadaan barang (apapun) aman. Orang menjaga dirinya tetap jujur, karena kejujuran ternyata bisa membawa diri ini menjadi orang tenang, bisa hidup sejahtera dan bahagia, sehingga hidup jujur dan amanah menjadi hiasan kehidupan bersama.
Di negara kita, kini berangsur-angsur kejujuran sudah menjadi bagian hidup bersama. Misalnya, sejumlah kantin kejujuran sudah mulai didirikan di sekolah-sekolah, perguruan-perguruan tinggi yang berisi semangat mewujudkan kejujuran di lingkungan terbatas. ATM-ATM, dengan berbagai jenisnya sekarang sudah bertebaran dimana-mana yang membuat hubungan kita dalam interaksi lebih menyenangkan, dan ini sudah berjalan.
Jujur Bisa Wujud Melalui Disiplin
Jujur yang sudah jelas diuraikan di atas, tidak cukup hanya diwacanakan. Karena jujur itu nyata bersentuhan dengan keimanan seseorang. Dengan ungkapan lain, bahasa jujur itu bahasa akidah, yang tidak waktunya ditawar-tawar lagi dalam kehidupan. Ia menentukan beruntung dan celakanya nasib seseorang di dalam kehidupan ini. Apalah artinya kita hidup di dunia dengan tanpa kejujuran kalau tokh pola hidup tidak jujur itu akan mencampakkan kita ke dalam hidup nista di akhirat.
Hidup jujur sudah waktunya wujud. Ya, wujud dalam pemerintahan NKRI yang sejak Oktober ini akan diperintah oleh Presiden dari rakyat, yang beliau sejauh ini dikenal jujur. Padahal jujur adalah sikap yang dekat dengan kesukaan Pencipta kita. Jujur adalah apa yang menyebabkan suatu komunitas atau institusi itu berdaya dan mudah dipercaya. Dan jujur tentu adalah mataranitai kehidupan –yang sudah lama diciptakan oleh Pemerintahan Kolonial doeloe untuk merusak kita — yang tidak ada manfaatnya lagi untuk diwarisi oleh kita sekarang yang sudah hidup senang di negaranya sendiri, yang dipimping oleh rakyatnya sendiri.
Selamat menjabat Bapak Presiden Ir.H. Joko Widodo dan Wapres Drs.H. Jusuf Kalla dengan mengedepankan kejujuran, amanah, dan memberdayakan. Selamat dilantik Para DPR, yang saya juga percaya: insya Allah para wakil ini akan selalu jujur dan menjunjung tinggi kebenaran dalam bertugas). Juga selamat para rakyat, yang di tangah anda atau kita-kita negara ini mau mantap, bermartabat, dan berkat, atau sebaliknya hanya mau jalan di tempat. Mari kita berdayakan diri bersama, buang tindakan yang memalukan hidup bersama dalam NKRI, selamat masuk di ufuk baru Indonesia. Semoga sejak 2014 ini kita secara bertahap dapat mereguk kaya dan bahagia bersama. Insya Allah (Erfan S).