Menghadirkan Para Penulis Muda: Mereka Menulis dari Pengalaman

 

Menulis adalah aktivitas yang sangat penting bagi kehidupan berjangka panjang. Disebutkan berjangka panjang, karena di dalam kehidupan ini tidak semua orang mampu hidup dalam jangka waktu yang panjang. Kebanyakan manusia hanya mampu hidup, sekadar dalam batas-batas berpikir jangka pendek. Ungkapan bahwa hidup adalah hanya seperti mampir ngumbe ‘mampir minum’, yakni sebentar, diartikan benar-benar sangat sebentar dan tidak bisa disiasati untuk jangka panjang.
 
Padahal hidup ini bisa diperpanjang jika seseorang menulis apa yang mampu ditinggalkannya bagi kehidupan. Sebab, jika gajah mati meninggalkan gading, harimau mati meninggalkan belang, manusia meninggal meninggalkan nama, yang antara lain bisa disiasati melalui tulisan. Tidak bisa disangkal fakta mengenai hal ini, seperti Imam al-Suyuthi, Imam al-Ghazali, dan Imam al-Syafi’i, sekalipun beliau wafat dalam keadaan usianya hanya lima puluhan lebih, namun beliau meninggalkan karya yang sangat banyak dan bermanfaat banyak bagi kehidupan. Manfaatnya begitu panjang, bagi dunia ilmu dan bagi memetik ajaran dan pencerahan bagi kehidupan.
 
Bahkan, yang terakhir, Imam al-Syafi’i sempat meninggalkan karyanya Diwan al-Syafi’i yang begitu disenangi dalam kehidupan. Di Indonesia, terutama dalam konteks yang terakhir ini, kita saksikan generasi muda yang sadar manulis dalam mengisi kehidupan. Dan yang ditulisnya, diberangkatkan dari pengalaman yang dijalaninya di dalam kehidupan. Sehubungan dengan itu, beberapa orang mudah penulis kita hadirkan dalam rubrik khazanah ini, guna memacu para penulis untuk menulisnya dari pengalaman:
Nama-nama penulis mudah yang dimaksud di sini adalah:
 
1. Andrea Hirata
Andrea Hirata adalah penulis yang sukses menulis dari pengalaman, dengan karyanya Tetralogi Laskar Pelangi. Novel itu dia tulis terinspirasi dari pengalaman hidupnya pada saat menempuh pendidikan. Pemaparan kisahnya dimulai dari ketika di sekolah di SD yang sangat memprihatinkan nya sampai bisa mencari ilmu di luar negeri, dibentangkannya dengan begitu menarik.
Dalam novel-novel produk pengalaman itu, karya Hirata memang banyak yang didramatisir, dan banyak juga yang selalu bertanya-tanya, baik mengenai tokoh Lintang dan Arai yang ditampilkannya apakah dia benar-benar ada?
 
Namun, yang tetap menjadi fakta, bahwa novel itu telah menjadi karya yang menginspirasi banyak orang di Indonesia, bahkan dunia. Dan karya itu sekarang sudah dialihbahasakan ke berbagai bahasa asing.
 
2. Raditya Dika
Pada awalnya, penulis blog ini bermula dengan senang menuliskan pengalaman lucu di blognya. Antara lain, pengalaman sialnya pada saat sekolah, kuliah, dan lain-lain situasi yang dilalui. Setelah naskah yang ditulisnya cukup banyak, dia kemudian mengirimkan naskahnya ke sejumlah penerbit.
Konon, pada awalnya naskah-naskah yang dikirim ke beberapa penerbit itu selalu ditolak. Lebih-lebih, jenis karya tersebut masih tergolong baru pada saat itu. Namun, berkat ketekunan penulisnya, datang juga waktu yang dapat mempertemukannya dengan penerbit yang mau menerbitkan naskahnya walaupun dia harus dengan menepun jerih payah menulis dahulu guna dapat meyakinkan penerbit, misalnya mesti mempresentasi dulu karyanya.
 
Ketika memasuki penerbitan awal dari bukunya, buku-buku dia tidak begitu laku. Akan tetapi, dengan kegencaran dia melakukan promosi maka permintaan dia untuk menyuruh pembaca berfoto dengan bukunya dan menguploadnya di media sosial, usahanya menjadi memperoleh seperti yang diharapkan. .
Pada masa sekarang, buku-buku Raditya menjadi buku yang laris di pasaran. Bahkan, sudah ada yang difilmkan, sedang dia pun menjadi pemeran di dalam film-film yang diproduk dari tangannya tersebut.
 
3. A. Fuadi
A. Fuadi juga merupakan penulis muda yang menulis buku Negeri 5 Menara. Pada buku yang diterbitkan itu dia menuliskan pengalamannya pada saat bersekolah di madrasah hingga bisa sukses bekerja di luar negeri sebagai jurnalis.
Dituturkan perjalanan hidupnya, bahwa pada awalnya dia sebenarnya tak ingin masuk ke madrasah. Semula dia bercita-cita ingin sekolah di Sekolah Menengah Atas, lalu ingin melanjutkan kuliah di Institut Teknologi Bandung (ITB). Akan tetapi, kedua orang tuanya mengarahkan untuk bersekolah di madrasah, dan justru hal seperti itulah yang nyatanya terbaik di kemudian hari yang membuat mantap perjalanan hidupnya.
 
Setelah berhasil menulis karyanya Negeri 5 Menara, dia masih sempat melanjutnya menulis Ranah Tiga Warna. Sementara itu Novel Negeri 5 Menara, telah berhasil ditampilkan dalam bentuk layar lebar atau difilmkan dan disebarluarkan ke peminatnya.

 

 

 

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *