Pemimpin dan Urgensi Membina Pembiasaan Masyarakat
Manusia kapan pun dan dimana pun berada tidak bisa dilepaskan dari kebiasaannya, termasuk kebiasaan memilih pemimpin. Karena manusia itu memang akan menjadi apa yang dibiasakan, yaitu biasa melakukan dalam tindaknya secara konsisten perilaku yang sama dari waktu ke waktu. Bisa saja perilaku kebiasaannya berlangsung harian, bulanan, semesteran, tahunan hingga 4 tahunan, hingga lima tahunan sekali. Dengan kebiasaannya mereka membentuk pribadi yang andal. Dari situ muncul pengertian Al-Khulqu ‘adatul Iraadah, “akhlak atau perangai adalah pembiasaan kehendak.”
Menjadi Bisa karena Biasa
Kenyataan bisa atau dapat melakukan sesuatu, tidak timbul secara otomatis. Orang dapat dikatakan bisa, itu jika mereka melakukan tindakan atau bertindak atas sesuatu yang umumnya baik melalui berkali-kali melakukannya. Maka dari itulah, dia lalu biasa (baik) misalnya, dan atas kebiasaannya itu dia sah untuk lalu dikatakan bisa. Jadi orang itu bisa dari pembiasaannya. Bahkan, bisa dari pembiasaannya jika benar-benar dilatihkan dalam bentuk pembiasaan yang mantap maka lama kelamaan dapatlah menjadi trampil. Dan jika benar-benar itu dipermantap maka kebiasaannya itu menjadikan seseoang itu unggul. Itu sejalan dengan pematah, practice makes perfect, artinya “pembiasaan itu menjadikan sesuatu itu sempurna.”
Hidup Bernegara perlu Pembiasaan
Hidup rakyat dalam bernegara itu juga menerima konsep pembiasaan itu. Kalau dalam kehidupan sehari-hari mereka biasa ramah, jadilah pada waktunya kita dikenal masyarakat yang ramah. Jika dalam kehidupan harian, rakyat sebagai penduduk dibiasakan tertib, maka kebiasaan tertiblah yang terjadi. Dikenallah kita masyarakat yang hidupnya tertib. Begitu pula dalam hal-hal kebaikan yang lain, biasa hidup dengan kemampuannya sendiri yang disebut mandiri. Bisasa dengan pemberdayaan dirinya sebagai masyarakat yang berdaya. Biasa menghormati yang lebih tua dan menyayangi yang muda, dikenallah sebagai masyarakat yang tahu etika.
Pilkada atau Pemilu, adalah perilaku yang perlu dibiasakan. Di situ, peran akhlak atau etika dalam hidup bernegara perlu diajarkan dan benar-benar diwujudkan agar dalam kehidupan nyata kenegaraan hal itu bisa diwujudkan. Melalui pembiasaan, rakyat menjadi terbiasa ikut serta dalam kegiatan pemilu. Jika tidak dibiasakan memilih maka mana bisa mereka menjadi biasa? Nah, di sini kita butuh sistem yang menjadikannya penduduk atau rakyat itu biasa. Sistem itu adalah sebagaimana lembaga Pilkada atau Pemilu yang pada hari ini diadakan.
Jauhkan Biasa Buruk: Karena MenularĀ
Satu hal yang tidak boleh sekali-kali dibiasakan yaitu perilaku bukuk. Karena perilaku buruk itu menular. Keburukan itu bisa cepat merata karena ia menular. Menginspirasi orang lain untuk menirunya. Lebih-lebih jika itu ditampilkan cara melakukan keburukannya, benar-benar hal itu menginspirasi. Maka itu perlu berhati, terutama oleh pihak yang berkompeten (Erfan S).