Mendapat Penghargaan Dosen Inspiratif

Penghargaan adalah aspek kehidupan yang perlu ada bagi kemajuan. Pada zaman kapanpun dimana manusia berada akan selalu ada yang namanya penghargaan. Di masa Rasul hingga masa dunia modern sekarang, penghargaan tetap diberikan. Sebab penghargaan adalah keperluan hidup. Dengan penghargaan, manusia akan semakin dekat dengan aktivitas kemanusiannya, terutama bagi kehidupan yang sehat dan sekaligus berprestasi.

Rasul saw suka memberi penghargaan yang dilekatkan pada nama para sahabat. Abu Bakar r.a., yang sejak kecil dekat dengan beliau, yang tidak pernah ragu kebenaran apa jua dari Nabi, dianugerahi Nabi dengan gelar al-Shiddiq. Umar r.a., yang tidak pernah gentar membawa kebenaran disandangi Rasul dengan gelar, al-Farouq yang membuat bulu kuduk setan berdiri. Utsman r.a. yang mempersunting putri Nabi, hingga dua orang setelah yg satunya wafat, dianugerahi Dzun Nurain. Juga Ali bin Abi Thalib, yang tidak pernah melihat aurat atau kemaluan, dihargai dengan  karramallah wajhah. Rasul saw amat jeli menatap kehebatan sahabatnya. Dan atas kehebatan mereka, disematkanlah kalung penghargaan yang sering membangkitkan gairah hidup.

Penghargaan Layak Masuk Kampus

Tanpa basa basi, saya ketika menjadi kepala perpustakaan dulu, kerap mengajak staf duduk bersama minimal sepekan sekali. Lalu berdiskusi setiap dua minggu sekali. Kebiasaan staf sering marah pada mahasiswa ketika melayani, saya minta diubah dengan ngakrabi, hingga ketika keluar saya minta diterapkan motto: SATIKA. Senang, Akrab, Tidak menyepelekan, dan Kerja-kerja terselesaiKan. Mahasiswa dan pustakawan menjadi akrab dalam komunikasi dan layanan.

Ketika di PD Bidang Akademik (PD I, sekarang WD I), Perpustakaan di Tarbiyah atau FITK yang pernah kehilangan ratusan kitab, pernah kita selamatkan dengan proses keakraban SATIKA yang serupa. Semua dosen yang menggunakan jasa perpustakaan kita mintai mengisi blangko, yang di situ dijaring juga masih adanya kitab-kitab yang ada di tangan beliau, yang alhamdulillah banyak kitab dan buku-buku dapat dianisipasi. Selamat kembali ke rak-rak perpustakaan.

Makanya, baik di perpustakaan institut maupun di fakultas, dengan modal layanan yang SATIKA, banyak hal menyenangkan dalam layanan bagi stakeholder, pengguna perpus- takaan. Semua pihak bisa dilayani yang terbaik, dan kita yakin bahwa layanan bagi sesama suatu ketika dibaca oleh mereka. Kita tidak mengharapkan terima kasih dari layanan kita, tapi zaman akan mencatat itu. Mereka akan tahu itu, dari hati dan pikiran masing-masing.

Di Institut Nyalurkan Bonus, di Kelas Nata Prespektif 

Banyak mahasiswa tertantang menulis via bonus Rektor. Bonus yang diberikan sepanjang terus menulis artikel di koran itu, sangat memacu spirit mahasiswa menulis. Di waktu saya PR III, mereka saya pacu dengan meng-HP-mereka ketika mereka agak kendor dalam menulis, kepada yang sudah biasa menulis dan kepada yang baru mulai kelihatan aktif menulis. Di situ, kemajuan mereka begitu fantastis.

Selain itu, sering mengunjungi ruang UKM, dengan sesekali menepuk bahu mereka, banyak membawa hasil. Para penghuni UKM begitu rajin menjaga kebersihan. Begitu sudah terbiasa bersih, mereka kami rangsang dengan memberi dana guna mempercangik UKMnya, bisa membawa mereka aktif dengan aktivitas positifnya. Begitu sebaliknya, tatkaka kembali kotor dilakukan kunjungan yang merangsang kembali bersih, sangat disuka oleh rata-rata mahasiswa.

Jika di Kelas?

Di kelas pun, mereka layak kita pacu menulis efektif. Sekalipun hanya dibimbing secara tidak langsung, melalui penyelipan “kritik saran” dalam setiap diskusi kelas, plus biasa “merivi 3-4 kali” setiap makalah, ternyata bimbingan yang tak langsung itu berpengaruh dalam mencerahkan. Artinya, hal itu banyak menyelamatan mereka yang asalnya kendor menulis menjadi gesit menulis.

Ketika tidak menjabat, banyak forum kita memberdayakan mahasiswa. Saya lebih tertarik merangsang dan memberdayakan diri lewat rajin kuliah dan belajar maksimal. “Saya termasuk pengajar yang tidak suka melihat adanya mahasiswa yang kendor di kelas. Aras-arasen belajar, dan nilainya selalu saja ce, atau  de dan ee. Siapa yang tidak siap belajar tekun di kelas ini, ayo di awal kuliah ini kita buat pernyataan siap keluar atau tidak ikut kelas saya. Ayo, silakan Anda ngacung,” tawar saya menangsang semangat mereka kuliah.

Dalam bimbingan skripsi, tesis, disertasi, saya selalu menanyakan, “Berapa lama Anda mau bimbingan, bisa memperkirakan waktu penelitian dan menulis khan,” tanyaku. Dari situ, biasanya mahasiswa tertantang untuk membuat peta bimbingan. Mereka terpacu semangat, terutama melakukan apa-apa yang menjadi tugasnya dalam menyiapkan proposal skripsi segera diteliti, dilaporkan, dan akhirnya kapan dimunaqasyahkan.

Ternyata, langkah-langkah yang berisi dorongan pihak-pihakn lancar berbuat, semangat melakukan tugas-tugas, dan melangkahkan dirinya lebih aktif, sering membawa senang pihak lain. Dan sebaliknya, langkah ini sering menginspirasi diri kita sendiri melahirkan hal-hal strategis dan taktis bagi kemajuan diri pribadi ke depan.

Penghargaan Dosen, Tindakan Layak dan Mendidik

Saya tidak kurang kepercayaan sedikitpun pada tim Jurnal Justisia, atas keputusan sidang redaksinya. Juga tidak ragu sedikitpun atas kejujuran mereka. Yaitu menjatuhkan pilihan mengenai dosen yang seberapa pun pernah mendongkrak pihak lain untuk maju. Jelas ada terpujinya, dan pasti tidak salah, kalau akhirnya dijatuhkan suatu keputusan. Bahwa akhirnya Prof Erfan Subahar, dianugerahi penghargaan dosen inspiratif. Insya Allah pembaca sama-sama manggut-manggut setuju, begitu ya?

Bagi saya, kadang ingin juga dijawab teka-teki. Apa hal ini karena saya sejak dulu suka pada hal-hal tentang manusia, dan menyayangi manusia. Suka membombong anak dan orang-orang untuk maju? Atau karena tulisan saya yang dibaca banyak orang? Risalah sarjana muda saya (1980) tentang ijtihad, mujtahid. Skripsi yang saya tulis (1980) tentang pengukuhan keputusan yang saling rebut posisi di dunia peradilan. Tesis magister saya (1994) tentang manusia utuh. Disertasi saya (2002) menulis tentang Kritik tokoh yang berbalas kritik. Dulu ketika lomba puisi di Kampus I IAIN Walisongo (1980), saya pernah menjadi juara nomor wahid, menulis tentang Dies Natalis dan Rintihan Masyarakat.

Entah, semoga Anugerah ini bertemu kenyataan. Karena dulu di masa kecil, saya tidak hanya tukang tarik suara, yang berlomba sering menjadi qari’ juara. Pernah 3 tahun berturut-turut juara mtq  kabupaten Bondowoso. Dan ternyata, saya sangat suka bahasa Indonesia.

Dan menjadi orang Indonesia, sangat saya sukai. Dari sini, saya di manapun, di luar negeri atau di dalam negeri sendiri suka berbahasa Indonesia. Bahasa keempat anak saya, begitu juga bahasa empat cucu saya adalah Indonesia. Mereka semua berbicara lancar dan senang dengan bahasa ibu, bahasa Indonesia.

Maka banyak yang menanya saya: Bapak orang Makasar ya. Atau Bapak orang Sumatera ya. Atau ada yang bilang orang, em…. mana ya…. Eeh, luar jawa ya. Dan banyak sapaan lain.

Saya senang Indonesia dan menuturkan tentang negara tercinta. Ketika dulu saya tugas di Malaysia selama dua tahun. Ketika berkunjung ke Singapura, juga ke Australia. Saya tidak sangsi sedikitpun akan kebesaran Indonesia di masa depan. Hanya, sepertinya ada yang salah di dalam sejarah, ketika kita menuturkan Indonesia, yang hanya melihat dari segi lemahnya.

Eeh, semoga anugerah ini … kalau benar… menjadi pemicu bagi penulis untuk berbuat yang lebih…… pada dunia kampus, Indonesia, dan dunia insya Allah. Doa para pembaca selalu saya mohonkan, begitu pula dorongannya. Semoga manfaat (Erfan S, 31-5-2014).

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *