Perspektif: Sekiranya Diberi Peluang Seimbang di Negerinya
Mahasiswa Thailand yang mengambil kuliah di Indonesia, bukan hanya akhir-akhir ini. Sejak tahunan yang lalu mereka juga sudah berkesempatan mengambil studi S1 di Indonesia. Walau belum tampak mengambil studi di program lanjut, namun rata-rata mereka sudah berkesempatan mengambil studi di program S1. Kita mencatat, antara lain, mereka mengambil kuliah di UIN Sunan Kalijaga dan juga UIN Walisongo.
Nama Dalateh Hamidong
Penulis artikel ini, misalnya menyampaikan kepada para peserta silaturahmi ke rumah Prof Erfan, bahwa dar Thailand yang sudah mengambil kuliah di Indonesia bukan hanya angkatan sekarang, melainkan juga ada beberapa angkatan sebelumnya. Untuk itu, bersyukurlah anda dapat juga mengambil kuliah di Indonesia, sekalipun Anda semua berasal dari jauh di Thailand sana. “Anda kenal dengan nama Drs Dalateh Hamidong?” tanya saya ketika mereka menanya generasi sebelumnya yang pernah kuliah di Kampus Walisongo.
Nah, “nama itu adalah salah satu nama dari Thailand yang beroleh kesempatan mengambil kuliah S1 di masa lalu, se leting dengan saya ketika kuliah,” jelas saya. “Saya waktu itu, lulus S1 (sarjana lengkap menurut istilah jenjang pendidikan ketika itu) bersama dengan Drs Dalateh Hamidong dari Thailand di Tahun 1983,” tegas saya.
Beasiswa S2 untuk Thailand?
Rasa senang menempuh pendidikan di Indonesia sudah mereka miliki. Hal itu terbukti, selain terlihat dalam ketekunan mereka belajar ilmu di ruang kuliah, saat-saat di luar kuliah pun mereka suka belajar tentang banyak hal terkait dengan kehidupan kita di tanah air, terutama dari segi penerimaaan kita terhadap para tamu yang belajar di Indonesia. Dari situ keinginan untuk ikut kuliah lanjut pun sering dipertanyakan kepada kita, antara lain, seperti yang mereka ulang lagi menanyakannya pada kesempatan ini. Saya jawab, “Silakan Anda melalui perwakilan Thailand ada yang menanyakannya kepada Pak Rektor, siapa tahu ada peluang bagi Anda untuk kuliah S2 di Sini.”
Siap Mengabdi Untuk Masa Depan
Pertanyaan yang bertubi-tubi dipertanyakaan bisa jadi bukan sekadar hanya untuk pertanyaan ansich. Pemikiran untuk mengisi suatu peluang, mungkin adalah salah satunya, baik untuk saat-saat ketika sambil mengisi di masa kuliah, atau juga mengisi masa-masa yang sesudah kuliah, terutama ketika mereka sudah kembali ke negeri Thailand nanti.
Foto bersama dengan Mahasiswa Thailand
Dari keterangan yang dapat diungkap ketika berada di rumah dapat diketahui dari rangkuman jawaban demi jawaban yang disampaikan di balik tanya jawab dalam dialog non formal dengan istri dan anak-anak di rumah. Dari mereka yang hadir ada yang menjelaskan: “Ibu, perlakuan suatu negara agaknya memang tidak selalu sama. Lebih-lebih di suatu negara yang penduduknya mayoritas muslim dan sekaligus berkuasa dengan yang mayoritasnya non- muslim. Kami adalah orang yang dari mayoritasnya non-muslim. Ternyata perlakuannya tidak sama dalam keseim- bangan dengan non muslim.” Nah, “bagaimana ketidaksamaan itu?” tanya istri penulis Lathifah. “Kami tidak diberi porsi yang cukup untuk mengabdi negara. Porsi-porsis penting umumnya hanya untuk dari kalangan mayoritas, yang juga beragama Budha. Kalangan minoritas Muslim, walau mereka juga berilmu, namun tidak berkesempatan menyumbangkan apa yang mestinya layak kami sumbangkan kepada negara,” tambahnya.
“Apa hanya itu, dan tidak ada sama sekali dari karya kita yang bisa disumbangkan kepada negara?” pertanyaan lanjutnya. “Ada sih ada Bu,” Ungkapnya. Misalnya, “kami menangani pekerjaan-pekerjaan praktis untuk kepentingan sehari-hari meliputi bekerja di pertanian, juga di pelayaran…” ya itulah.
Naik Bus, Pulangnya Berjalan Dulu
Dari penguasaan bahasa Indonesia yang sudah lumayan, bisa dimengerti misalnya mereka sudah bisa memberi penjelasan kepada supir bis jurusan Jrakah Boja, untuk menujukan mereka ke rumah Prof Erfan pada saat kepergian mereka ke tempat kami. Dari situ, bisa dipahami jika mereka tidak seberapa jauh meleset waktunya, ketika semua penumpang bus mini telah sampai di rumah kami seperti yang ditunggu.
Dari sebelas orang, ternyata pada waktu satu jam setelah zhuhur itu, hanya satu orang yang minta waktu untuk salat zhuhur dulu, sementara yang lainnya sudah salat di awal waktunya di tempat kos masing-masing.
Setelah semua duduk di ruang tamu, dan kami persilakan mereka menyantap makan siang dulu sebelum menyampaikan apapun maksud atau ngobrol di tempat kami. Dan, mereka ternyata begitu santun, dari sejak makan, minum, berbicara, minta berfoto dst.
Dan ketika pamit pulang, satu kelometer lebih mereka menempuhnya dengan berjalan kali lebih dahulu, sebelum nanti naik bus sesampainya di jalan jurusan Boja Jrakah, untuk pulang menuju rumah kos masing-masing di bilangan Perum BPI Ngaliyan Semarang sana (Erfan Subahar).