• Beranda
  • Profil
  • Artikel
    • Islamuna
    • Kunjungan
  • Berita
  • Hikmiah
  • Khazanah
  • Arsip
Menu +
  • Beranda
  • Profil
  • Artikel
    • Islamuna
    • Kunjungan
  • Berita
  • Hikmiah
  • Khazanah
  • Arsip

Resep Usia Panjang Dalam Perspektif Islam (1)

Posted on January 19, 2015 | By admin | No comments

Setiap manusia memiliki fitrah ingin hidup berusia panjang. Sebab dengan usia panjang banyak yang bisa dilakukan, termasuk kehidupan yang berhasil optimal. Cita-citanya dapat dibentangkan, dan tujuannya dapat digariskan dengan tepat untuk dicapai pada tempat dan waktu yang digariskan.  Namun, untuk mendapatkan apa yang dicita-citakan itu ada yang sudah memiliki pengetahuan lengkap mengenainya, tetapi tidak sedikit kita temukan yang belum memiliki gambaran apapun dari dalam proses kehidupannya. Uraian berikut ini menyajikan penjelasan Nabi saw mengenai sketsa kehidupan dalam dua tahap, pertama menggambaran usia panjang secara fisik, dan delanjutkan pada kesempatan lain menggambarkan usia panjang secara psikhis yang dapat diperoleh dalam perjalanan kehidupan.

 

Sketsa Kehidupan

Dalam hadis yang diriwayatkan oleh Abdullah bin Mas’ud r.a., dia berkata bahwa Nabi saw pernah membentangkan ke kalangan para sahabat mengenai sketsa kehidupan. Dalam riwayat dimaksud disebutkan, “Nabi saw membuat gambar segi empat. Kemudian menggambar sebuah garis lurus memanjang di tengah kotak segi empat. Lalu Nabi saw menjelaskan [maksud gambar]: Ini manusia, dan garis-garis segi empat empat [yang lima blok ini] kurungan ajalnya. Sedang garis panjang yang keluar dari batas [kotak segi empat besar itu] itu adalah angan-angat atau cita-citanya. Adapun garis-garis kecil itu adalah tantangan atau rintangan yang selalu menghadang manusia [untuk dapat menghadapinya]. Maka apabila manusia lolos dari satu tantangan maka akan berhadapan dengan tantangan yang berikutnya, dan apabila dia lolos dari satu tantangan lagi maka akan berhadapan dengan tantangan lain yang berikutnya. Inilah — kata Ibnu Mas’ud — gambaran yang digoreskan Nabi saw [lihat sketsa berikut]” (H.R. al-Bukhari].

IMG-20150119-00333-1

Sketsa Kehidupan dari Petunjuk Nabi saw

Hadis di atas memaparkan kepada kita setidaknya tiga kategori persoalan atau problema yang dihadapi manusia dalam menjalanani kehidupan, yang tak lain dari nikmat yang dianugerahkan oleh Allah Swt itu yaitu:

1. Soal batas waktu ajal/usia dalam kehidupan

Dalam membahas soal yang pertama ini, ada dua hal yang dapat dipetik pemahaman di dalamnya. Bahwa, mengenai batas ajal seseorang itu yang dapat dipegangi adalah: orang yang tidak meninggal karena sebab-sebab tertentu yang dapat membawa kematiannya, maka ia akan meninggal dengan sebab ajal (Shahih al-Bukhari bi Syarh al-Kirmani, Juz I).

Misalnya, jika ketika menghadapi rintangan atau hadangan kehidupan, seseorang selamat: tidak mengalami kecelakaan yang membawa meninggalnya baik seperti kecelakaan lalu lintas, kecelakaan karena alam, dan lain-lain yang dapat membawa kematian nya, maka sebab kematian yang akan dihadapi akan terjadi karena memang sebab ajalnya. Sudah sampai ajalnya. Kepastian meninggal karena sampai ajalnya itu, yang Maha Tahu hanyalah Allah Swt.

Dapat juga terjadi, atas izin Allah, seorang hamba yang dicintainya seperti mereka yang dianugerahi karomah-Nya diberi ilham (atau bisikan), bahwa dirinya atau orang-orang tertentu akan meninggal pada usia sekian misalnya.  Tentu, mereka yang diberi kemampuan yang terakhir ini tidak sembaran orang, biasanya diberikan kepada orang yang dekat dengan Allah Swt.

2. Soal rentang panjang waktu pencapaian cita-cita

Dalam sketsa Nabi saw di atas, cita-cita manusia memang digariskan layak memiliki rentangan panjang. Pantas saja, memiliki jangkauan jauh ke depan. Dalam rangka mengembangkan suatu institusi, entah itu negara, atau lembaga pendidikan, atau suatu keluarga yang sekian keturunan, adalah suatu imajinasi yang sehat jika kita dapat menggambarkannya misalnya hingga 150 tahun ke depan. Karena seperti ka’bah misalnya, jika dilihat dari kacamata ini sejak masa lalunya sudah punya inspirasi yang telah digariskan oleh Nabi Ibrahim. Nabi saw bilang, labuniyal ka’bah ‘ala qawaa-idi Ibrahim (ka’bah itu dibangun berdasarkan garis-garis inspirasi yang dipatok sejak zaman Nabi Ibrahim a.s.

Tentu untuk sebuah negara, seperti Negara China, sudah punya pola bagaimana dicita-citakan pendahulunya. Begitu juga Indonesia: seperti banyak direkam dari pengalaman-pengalaman sejarah (lisan dan tulisan), cita-cita mengenai NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia) ini ternyata bukan hanya sejak Proklamasi 17 Agustus 1945, tetapi sudah ada pendahulu-pendahulu kita — di antara mereka para raja-raja Muslim di Nusantara — dengan dana-dana tertentu mereka juga telah memiliki cita-cita kuat, untuk berdirinya Negara Indonesia ini.  Dan terbukti ketika bangsa ini bangkit mencapai kemerdekaan, umat Islam membela negara ini dengan pantang menyerah, karena di dada semua umat Muslim, sudah tertanam cita-cita mendirikan NKRI yang sudah tertanam kuat di dada kita.

Terlebih untuk suatu keluarkan, maka cita-cita kita mesti ditanamkan dengan benar dan baik. Sebab untuk terbinanya suatu keluarga yang berhasil, selain diperlukan kesatuan, kerukunan, kekuatan yang mantap; juga infrastruktur yang harus disiapkan bagi eksistensi keluarga ke depan; juga harus disiapkan rencana atau program yang mesti dijalankan dari tahap ke tahap dalam jangkauan yang panjang. Di masa sekarang, sudah banyak manajemen keluarga yang demikian bagus dirancang oleh orang-orang yang bijak, sehingga keluarga itu memiliki rentang waktu kejayaan yang panjang, yang menembus kehidupan puluhan, bahkan hingga ratusan tahun setelahnya.

3. Soal problema/tantangan yang dihadapi dalam kehidupan

Memasuki kehidupan berarti kita menghadapi pemberian nikmat Allah yang meminta kita berhasil hidup di dua alam atau dua negeri kehidupan. Negeri pertama adalah negeri ikhtiar dan doa, yaitu hidup di negara tertentu di dunia sekarang, dalam rangka mengumpulkan bekal bagi menempuh kehidupan di negeri kedua.

Negeri kedua adalah negeri pembahalasan, yaitu negeri yang kebahagiaan kehidupannya diperoleh berdasarkan pencapaian sukses ketika hidup ketika di negeri dunia, yang corak hidupnya dihadapi dengan menyelesaikan masalah atau penghadang atau ujian-ujian hidupan yang diselesaikan oleh tiap-tiap manusia di dalam kehidupan di dunia sekarang ini.

Karena kehidupan adalah nikmat Allah, maka corak manusia yang akan berhasil hidup di dunia atau negeri dunia sekarang ini, yang akan bersambung prestasinya di akhirat yang akan datang paling tidak adalah:

1) Hidup dengan berdasar akidah yang benar dan mantap. Dengan memiliki akidah yang benar dan mantap, kita akan dapat hidup dengan keyakinan yang penuh dan punya pelindung andal, yang Maha Siap melindungi dan menganugerahkam bimbingan atau inspirasi selama kita hidup di dunia ini. Dan dari yang demikian, kita juga dapat meyakini bahwa kehidupan yang akan datang

itu bermula setelah semua manusia ini dibangkitkan dari kematiannya oleh Allah Swt. Yang Maha Melindungi manusia itu, baik di negeri sekarang (duniawi) dan negeri yang akan datang (ukhrawi) tak lain adalah Allah Swt.

2) Memiliki disiplin yang selalu setia kepada kebenaran dan kebaikan. Disiplin adalah akhlak Islami, yang pada intinya manusia mengarahkan diri atau mendorong untuk melakukan kehendak-kehendak benar dan baik dalam aktivitas kehidupan. Dari waktu ke waktu, kegiatan sehari-harinya, selalu diisinya dengan kegiatan-kegiatan realisasi program yang sudah dibuat, yang diarahkan kepada pencapaian kebahagiaan di dunia dan di akhirat, yang akan menjadi buah harapannya dalam meraih kebahagiaan di negeri akhirat yang akan datang.

3) Memilik sifat tawadhu, jauh dari penampilan sombong. Sifat manusia yang memudahkan dirinya diangkat di hadapan sesama dan terutama di hadapan Allah swt adalah sifat tawadhu. Ibarat lautan,  pemilik sifat tawadhu adalah laut  yang melatakkan posisi diri di bawah, sehingga apapun yang ada di atasnya selalu percaya untuk turun dan dilimpahkan dengan penuh keman tapan ke bawah, dan untuk kemudian tidak menyulitkannya untuk pada waktunya mengangkatnya ke atas. Pribadi tawadhu, enteng menghadapi hidup, dan sebaliknya mudah memperoleh prestasi dari buah kehidupannya itu, begitu bukan (Erfan S)

Share this:

  • Click to share on Twitter (Opens in new window)
  • Click to share on Facebook (Opens in new window)
  • Click to share on Google+ (Opens in new window)

Like this:

Like Loading...

Related

Category: Artikel, Hadits

Leave a Reply Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Terima Kasih
Anda Telah Berkunjung di Web ini
February 2019
S M T W T F S
« Jan    
 12
3456789
10111213141516
17181920212223
2425262728  

Gallery

Cipayung-20121219-00284_2
Pangkalan-Baru-20111011-00082
20140812_120342
IMG-20131026-00128-1
20140828_105632-e1416452073956
IMG-20131009-00060-1
20131029_115449-1
C360_2014-12-27-16-01-45-060
20141225_081921
IMG-20150307-WA0001
20131210_075503-1
20151205_153347
IMG-20151205-WA0000

Artikel Terbaru

  • Memandirikan Anak Ketiga, Semoga Diberkahi Allah Swt
  • Trampil Dalam Lingkungan: dengan Kendaraan Roda Dua
  • Mempertajam Fokus: Mendorong diri Bisa Terus Menebar Karya Tulis
  • Mengakhiri Kajian Hadis tentang Penjagaan Allah Bagi Umat Manusia
  • Menjelang Finishing Pembangunan Rumah Nora Fachri di Gondoriyo
  • Menyelesaikan BKD dan Input Nilai Kuliah S1 FITK UIN WS Semarang
  • Menyiasati Rezeki Khazanah Pribadi dengan Buku Pdf, Dapatkah?
  • Buku Khutbah dan Kalender MUI Kota Semarang: Segera Terbit
  • Menyelesaikan Tatap Muka di Depan Peserta PPG
  • PPG di UIN Walisongo: Dari Desember s.d. Januari 2019

Statistics

  • 178
  • 20
  • 7,855
  • 18,491
  • 107,006
  • 2,207,045
  • 212,588
  • 39
  • 1,105

Archives

  • February 2019 (1)
  • January 2019 (10)
  • December 2018 (10)
  • November 2018 (10)
  • October 2018 (10)
  • September 2018 (10)
  • August 2018 (10)
  • July 2018 (10)
  • June 2018 (10)
  • May 2018 (17)
  • April 2018 (16)
  • March 2018 (10)
  • February 2018 (15)
  • January 2018 (17)
  • December 2017 (18)
  • November 2017 (17)
  • October 2017 (17)
  • September 2017 (18)
  • August 2017 (17)
  • July 2017 (17)
  • June 2017 (17)
  • May 2017 (17)
  • April 2017 (17)
  • March 2017 (17)
  • February 2017 (17)
  • January 2017 (17)
  • December 2016 (17)
  • November 2016 (17)
  • October 2016 (17)
  • September 2016 (17)
  • August 2016 (17)
  • July 2016 (17)
  • June 2016 (17)
  • May 2016 (17)
  • April 2016 (17)
  • March 2016 (17)
  • February 2016 (17)
  • January 2016 (17)
  • December 2015 (17)
  • November 2015 (17)
  • October 2015 (17)
  • September 2015 (17)
  • August 2015 (17)
  • July 2015 (17)
  • June 2015 (17)
  • May 2015 (17)
  • April 2015 (17)
  • March 2015 (17)
  • February 2015 (17)
  • January 2015 (17)
  • December 2014 (17)
  • November 2014 (17)
  • October 2014 (17)
  • September 2014 (17)
  • August 2014 (17)
  • July 2014 (20)
  • June 2014 (18)
  • May 2014 (19)
  • April 2014 (19)
  • March 2014 (15)
  • February 2014 (15)
  • January 2014 (16)
  • December 2013 (15)
  • November 2013 (14)
  • October 2013 (20)
  • September 2013 (17)
  • August 2013 (17)
  • July 2013 (15)
  • June 2013 (10)
  • May 2013 (17)
  • April 2013 (3)
Copyright 2019 Prof. DR. H.M. Erfan Soebahar
%d bloggers like this: