Ridha Menjadi Seorang Muslim yang Utuh
Uraian Khutbah Jum’at
Di awal khutbah jum’t ini, mari kita mulai dengan wasiat takwallah. Kita meningkatkan takwa kepada Allah Swt dimana saja kita berada, agar kualitas diri kita selalu dalam prestasi yang baik di hadapan Allah dan segenap kaum muslimin.
Satu hal yang patut kita syukuri pada saat ini adalah bahwa kita dalam keadaan beragama Islam. Menganut suatu agama yang diturunkan Allah Swt kepada Nabi Muhammad saw, yang lalu disebarkan oleh Nabi saw ke tengah-tengah umat, yang sekarang sudah dianut oleh kita.
Ada enam komitmen terkait dengan Islam yang tepat kita pegang teguh bersama. Pertama iman, yaitu meyakini Islam dengan penuh kesungguhan dan mantap. Kedua amal, yaitu melaksanakan Islam dalam kehidupan. Baik dalam kehidupan harian seperti salat wajib dan sunnah; mingguan seperti melaksanaan salat jum’at saat sekarang; bulanan seperti puasa yaumul baidh; tahunan seperti puasa ramadhan; dan seumur hidup [setidaknya] sekali seperti amaliah ibadah haji ke Mekkah dan Madinah.
Ketiga ilmu, yaitu mempelajari Islam dengan benar dan baik. Keempat berdakwah yaitu menyebarkan dan membela Islam serta melestarikan ajarannya. Kelima sabar yaitu tabah dan tahan uji dalam berislam. Sebab hidup ini adalah laksana menjawab soal-soal ujian yang mesti dihadapi dengan sikap yang terbaik sehingga selalu terselesIkan. Keenam memiliki keridhaan diri yang utuh dalam beragama Islam. Dua fokus utama yaitu tentang yang ketiga (ilmu) dan yang keenam (keridhaan) dibahas singkat dalam khutbah kali ini.
Ilmu dan Keridhaan
Menjadi muslim yang baik, salah satunya adalah memegangi komitmen berilmu. Mesti mempelajari dan memegangi ilmu yang benar, yang juga diketahui sumbernya. Pertama, berupa ayat-ayat qur’aniyah, yang tertuang secara tertulis di dalam al-Quran dan diperjelas dalam hadis-hadis Nabi saw. Ayat ini tidak berubah dan tidak diubah-ubah lagi. Sudah jelas bagi kita, dari mana awalnya, kapan turunnya, sehingga sekarang kita tinggal mengkaji, memahami, serta mengamalkannya secara benar dan baik. Kedua, ayat-ayat kauniyah, yang bertebaran dalam bentuk simbol-simbol dan fenomena alam yang ada di alam semesta, yang kita ditantang menggalinya melalui riset dan peralatan canggih bagi mengkaji, memahami, dan melaporkan temuan-temuan keilmuan penting dari ayat-ayat kauniyah dari alam semesta.
Dalam konteks ilmu ini, seorang muslim yang baik setidaknya memiliki dua ciri utama yaitu (1) perubahan atau sanggup hidup berubah diri menjadi lebih baik dan (2) kemajuan atau sanggup hidup melangkah setahap demi setahap ke arah lebih maju.
Kesanggupan berubah diperlukan, mengingat Islam itu sendiri adalah agama yang menghendaki perubahan diri dari umatnya. Berubah dari kehidupan jahiliyah ke kehidupan yang terang, jelas di pikiran dan bening di hati dalam bidang ilmu dan akhlaq. Berubahnya dari kondisi belum berilmu ke memiliki ilmu dan akhlaq. Mengentas diri dari alam kebodohan seperti hanya menampakkan suka bertengkar, suka bermusuhan antar sesama, diubah menjadi suka bersilaturahmi dan dekat dengan hidup sehari-hari para kiai, para ustadz, para guru, dan ilmuwan, yang suka membawa hidup ini berubah ke pengalaman yang lebih baik dan bermasa depan. Melalui ikhtiar berubah dapat diperoleh perubahan kecerdasan, karakter, wawasan, serta cara pandang. Untuk maksud ini Allah berfirman (periksa Q,S. Ar Ra’d/13: 11).
إن الله لا يغير ما بقوم حتى يغيروا ما بأنفسهم
Selanjutnya kesanggupan diri untuk maju. Menjadi penganut Islam, selain harus siap berubah ke arah yang lebih baik, juga harus siap menjadi orang maju dan biasa hidup maju. Kehidupan meningkat atau maju, adalah kehidupan yang naiknya tidak sekaligus, melainkan naik secara setahap demi setahap, dari bentuk sederhana ke bentuk yang lebih tinggi hingga ke tingkat optimal dari awal kehidupan hingga akhir kehidupan kita. Isyarat ke arah ini dikehendaki sebagaimana diisyaratkan oleh ayat “latarkabunna thabaqan ‘an thabaq” artinya sungguh kamu akan mengalami kemajuan/peningkatan setingkat demi setingkat (periksa Q.S. Al Insyiqaaq/19: 84).
لتركبن طبقا عن طبق
Selanjutnya, mengenai keridhaan. Sebagai muslim yang utuh dalam beragama, dalam diri kita mesti terwujud keridhaan diri, terkait dengan Allah, agama, dan Nabi saw.
1-ridha kepada Allah sebagai Tuhan yang Maha Membimbing dan Melindungi hambanya (rabba). Ridha kepada Allah bermakna: ridha kepada segala perintah Allah dan untuk menjauhi segala larangan-Nya. Ridha kepada ketentuan dan pilihan-Nya untuk kita. Ridha kepada yang diberikan dan dicegahnya. Juga bisa bermakna, ridha melaksanakan syariat-Nya, juga qadhaknya, dzn rizqi yang dianugerahkannya
2-ridha Islam menjadi agama kita. Dengan keridhaan agama ini, bermakna kita merasa cukup dengan mengamal kan Islam baik syari’at maupun hakikat yang pengetahuan nya telah memampukan kita beramal berkat taufiq dan hidayah-Nya. Lalu, kita dengan kesadaran tinggi tidak mengikuti agama lain yang memang bukan agama kita.
3-ridha kepada Nabi Muhammad saw. Ridha ini bermakna kita hanya mencukupkan diri dengan mengikuti petunjuk dan sunah Nabi saw. Dan tidak ingin mengikuti agama lain, baik seluruhnya ataupun secara selektif menjadi amaliah kita.
Akhirnya, menjadi seorang Islam atau muslim yang utuh adalah tugas umat di kehidupan ini. Tugas ini dapat dicapai jika kita selain memiliki komitmen juga memegang teguh dan sanggup tampil dengan yang terbaik, sehingga corak siap berubah dan maju benar-benar kelihatan dalam dinamikan kehidupan kita. Dan tidak ditutupi dengan perilaku emosional seperti suka bertengkar, hidup suka bermusuhan, yang menjadikan dunia Islam stagnan, statis dan tidak maju-maju. Dan keridhaan kita kepada Allah, agama, serta rasul dengan mantap akan menghidupkan Islam yang utuh dalam pribadi-pribadi pemeluknya yang siap untuk tumbuh, bangkit dan berhasil dalam kehidupan ini. Semoga Allah Swt selalu memberkahi usaha kita dan melindungi kita, hingga selamat di dunia dan di akhirat (Erfan Soebahar).