Rindu: Melihat Indonesia Bugar Gagah Besar

Entah apa yang sebenarnya sedang terjadi pada negara kita NKRI. Padahal, negara ini pulau-pulaunya utuh. Lautnya yang dulu lama terbiar, sekarang sudah diurus oleh kementerian khas. Para mentero di NKRI sudah sama diganti. Presidennya, alhamdulillah sudah presiden baru. Dalam kehidupan sehari-hari, kita sama saksikan tetap berjalannya roda pemerintahan.

Saya dan semua masyarakat Indonesia sebagai penduduk sah di Republik ini, begitu pula seluruh penduduk lain penghuni daerah yang tersebar di 17.000.000-an pulau, bisa beraktivitas seperti biasa; bisa makan, minum, menjalankan aktivitas keluarga dan bermasyarakat dengan biasa dan lancar. Sebagai pegawai negeri pun saya biasa sehari-hari bertugas, dan juga menerima bayaran di awal bulan.

Namun, mengapa ketika kita lihat TIVI seperti TIVI One dan begitu juga Metro TIVI, kok berdiskusinya suka yang panas-panas. Mengangkat topik Korupsi di….; antara Lembaga…. dan Lembaga…. sedang; dan lain-lain yang panas. Dulu pernah ada Cicak versus Buaya…., dan akhir-akhir ini ada lagi persoalan antara person dan person di tubuh KPK dan POLRI. Sebenarnya, kita ini sedang ada apa ya??? Di Indonesia, kan negaranya subur…., pulaunya terbanyak di dunia, mengapa di tubuh negara ini selalu dibuat ribut…??? sebenarnya ibarat orang sakit di tubuh kita itu ada kesalahan apa? Salah makankah atau salah mencerna? Ataukah kita salah dalam memilih topik diskusi sehari-hari?

Karena banyak persoalan panas itu ada di tingkat atas, sementara di bawah … repotnya sering menerima dampak… panasnya persoalan. Dari situ, orang-orang di bawah perlu segera dicarikan solusi. Mereka butuh hidup tenang, diskusi problematik yang tak berujung dan memekakkan telinga layak dibatasi, kita perlu diajari hidup PD, senang dengan negerinya sendiri, senang dengan kebesaran diri sendiri… Tidak hanya meng-copy paste terus dari … negara orang sana, begitu bukan?

 

Negara… Perlu Jelas Orientasinya: Mau Dibawa ke Mana?

Tidak cukup, jika NKRI ini hanya dibangun dari sektor politik. Mestinya, negara tercinta dianggunkan di bidang-bidang hukum, budaya, ekonomi, dan sosok nasionalisme kita. Namun, mesti diberangkatkan dari dasar berpijak dan ideologi yang jelas. Sebenarnya, ada apa kita ini dengan ideologi Pancasila dan UUD 1945? Bukankah dari situ kita bermula dalam semua hal di negara ini, sehingga kalau ada masalah akan mudah dan jelas menatap: apa persoalannya, jelas implementasi di bidang apa kita ini punya masalah? Jadi di tingkat implementasilah kita ini bisa berdiskusi dan layak berbeda. Tidak di tingkat  dasar dan ideologi, seperti yang terjadi di lembaga-lembaga kenegaraan dimana kita ini berdebat…!

Jika kita masih berada di tingkat dasar dan ideologi (yang jelas tapi dilihat remang-remang), diskusi kita ini bisa tidak habis-habisnya, akan kita berdiskusi… tanpa keseimpulan. Lalu kapan kita bekerja untuk memperhebat diri; atau kapan produksi Indonesia mengatasi negara-negara besar dunia? Bukankah menghadapi negara-negara tetangga saja kita sudah sering kedahuluan kereta….???

 

Kutipan Diskusi

Berikut ini ada hasil diskusi, yang layak kita renungkan bersama.

“Bangsa Indonesia Alami Disorientasi Kebangsaan”. Senin, 2 Maret 2015. Ketua Badan Sosialisasi MPR RI Ahmad Basarah dari FPDI-P bersama Ketua Mahkamah Konstitusi Arief Hidayat tampil sebagai pembicara dalam diskusi yang digelar Koordinatoriat Wartawan Parlemen bekerja sama dengan Sekjen MPR RI bertajuk “Sosialisasi 4 Pilar MPR RI” di Jakarta, Senin (2/3). Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Arief Hidayat menilai, konflik yang sering terjadi di antara elemen bangsa karena bangsa Indonesia saat ini mengalami “disorientasi” kebangsaan secara kolektif serta serta “dis-trust” di antara anak bangsa.”Bangsa Indonesia saat ini sudah kehilangan arah tujuan kehidupan berbangsa dan kalaupun ada sudah menurun sangat jauh. Bangsa Indonesia juga sudah kehilangan kepercayaan di antara lembaga dan diantara warga negara,” kata Arief Hidayat pada diskusi “Istilah Empat Pilar” di Gedung MPRE/DPR/DPD RI, Jakarta, Senin (2/3).

Menurut Arif Hidayat, bangsa Indonesia, terutama setelah era reformasi, lebih banyak membangun politik, tapi mengabaikan nilai-nilai luhur yang tertuang dalam konstitusi negara. Jika mencermati konflik-konflik yang terjadi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara saat ini, menurut dia, karena bangsa Indonesia jauh meninggalkan dasar negara dan ideologi negara.”Bangsa Indonesia sudah mengalami disorientasi kolektif soal kehidupan berbangsa dan bernegara. Di tengah bangsa Indonesia juga terjadi ’distrust’, di antara anak bangsa,” katanya.

Guru besar bidang hukum dari Universitas Diponegoro Semarang ini menegaskan, bangsa Indonesia harus membangun kultur hukum dan politik serta paradigma yang sama soal konstitusi dan ideologi negara, sehingga jika muncul konflik mudah diselesaikan. Arief menjelaskan, Indonesia sejak merdeka pada 1945 hingga terwujudnya tujuan negara Indonesia yakni mewujudkan bangsa yang sejahtera, adil, dan makmur, maka Indonesia harus terus menggunakan politik hukum dasar yakni Pancasila dan UUD 45.”UUD 1945 yang merupakan konstitusi negara, bisa berubah tidak mudah berubah. Ibaratkan cambuk, UUD 1945 adalah pangkal cambuk yang berubah sedikit tapi ujungnya yakni aturan perundangan di bawahnya bisa berubah menyesuaikan dengan konstitusi dan perkembangan zaman,” katanya.Arief Hidayat menjelaskan, elemen bangsa Indonesia jika berbeda pendapat, seharusnya hanya pada tataran implementasi, bukan sampai pada ideologi negara.Karena itu, jika ada perbedaan pendapat pada tataran implementasi, maka solusinya harus dikembalikan kepada ideologi negara.”Jika elemen bangsa Indonesia paradigmanya terhadap ideologi negaranya sama, maka kalau ada perbedaan pendapat, dapat segera di atasi,” katanya.

 

Rindu Indonesia Kembali Unggul

Kami sudah lama merindukan Indonesia kembali unggul. Orang-orang Indonesia layak untuk ditampilkan kembali sebagai bangsa yang kembali hidup ramah dan murah senyum. Pandai menghargai dan menikmati apa yang dimiliki: hasil bumi pertiwi; hasil jerih payah berlayar menangkap ikan di sejumlah samudera; hasil dari karya anak-anak bangsa dari tingkat sederhana sampai yang ke tingkat dunia; hasil desain batik bernuansa kaya variatif yang yang dikagumi negara-negara lain; tarian yang mengisahkan budaya bangsa kita dari pelbagai provinsi di Indonesia; prestasi keagamaan anak-anak muslim dan non-muslim yang kini banyak masuk ke peringkat dunia karena setimbang dengan qariah para qari’ hebat dunia…. dan lain-lain. Bukankah semua ini lebih unggul daripada deru politik, yang hanya dari situ ke situ saja sepanjang tahun, lalu diulang di tahun berikutnya hingga sekarang ini???

Okelah, kita sudah terkenal punya kelebihan di bidang kehidupan berdemokrasi…. dari tampilan politik kita. Lalu, bidang budaya, hukum, ekonomi, produktivitas… menjadi terkalahnya dengan hanya mengasah studi politik bangsa. Bidang politik tetap jalan, berdampingan dengan yang lain, agar semua bidang dari milik kita dapat diberdayakan dalam rangka membawa besarnya Indonesia.

Mari kita bersama: kembali melihat dan menatap diri kita di kaca cermin Indonesia; seraya bersama mensyukuri Indonesia yang 10 kali besarnya Malaysia ini, ratusan kali besarnya Singapura, dan ribuah kali besarnya Brunei. Dilihat dari sudut pandang luas, sebenarnya kita ini negara besar. Akan tetapi belum benar-benar tulus kita memperlihatkan kebesaran Indonesia, karena tahun-tahun ini kita sedang ada dis-orientasi dan balum mantap trust-nya.  Kami sudah sangat rindu melihat Indonesia kembali tampil ke peradaban dunua dengan etika yang anggun, tangguh, dan berjiwa besar. Bagaimana kalau ini kita wujudkan kembali langkah menujunya pada tahun 2015 ini??? (Erfan S)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *