Saudi Arabia Kini: Kaum Muda Tampak Kian Bersinar Menatap ke Depan

Bertugas sebagai pendamping Haji di TPHD tahun 2019, saya melihat tentu tidak hanya tugas yang saya tangani bersama tim. Selain memperhatikan tugas wajib yang mesti ditangani, saya menyempatkan diri melihat kondisi Saudi Arabia: terutama dari segi bedanya dengan tahun-tahun sebelum ini, baik ketika 2002 dulu atau 2005 dimana saya pernah berhaji ke Haramain.

Ketika Haji Bersama Istri 2002

Pada tahun 2002, selesai menempuh ujian doktor di IAIN/UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, saya bersama istri ternyata sudah siap diri untuk berangkat ke tanah suci. Karena tabungan kami di BNI sudah diberi sinyal oleh petugas bank sebagai cukup untuk berangkat ke Haramain. Dengan menambah Rp 10.000,- tercukupilah danah kami untuk berangkat ke Haramain, bersama istti, Lathifah. Dengan mengikuti kloter yang ditentuan, kami termasuk yang diberangkatkan di Gelombang I bagian akhir, ke Madinah dulu baru ke Makkah.

Pada masa itu, haji masing-masing dari mereka masih diarahkan harus siap untuk mandiri selama berhaji. Sekalipun timnya bersama-sama berangkat, tidurnya juga berkelompok-kelompok, namun soal penanganan makanan kebanyakan masih masak sendiri atau membeli terpulang kita masing-masing menangani kehidupan ketika haji, karena untuk bekal selama di Makkah dan Madinah kita sudah dipegangi dana, yang didistribusikan ketika menjelang berangkat pada waktu berada di Donohudan Solo. Kesannya, yang penting kita dapat makan cukup untuk bekal ibadah di tanah suci, khusyuk ketika beribadah, juga sukses dan selamat. Ya, mirip seperti itulah suasananya. Ketika itu, di Madinah di Maktab Ilyas, sedang di Makkah sudah ada di Maktab/Hotel Jarwal 19.

Ketika Bertugas di TPIH 2005

Pada tahun 2005, menjelang dikukuhkan menjadi guru besar ilmu hadis, saya berangkat lebih dahulu menuju Haramain sebagai petugas haji TPIHI. Yaitu petugas haji yang bersama Tim menangani kloter menuju Maramain, berangkat dan pulang atau pulang pergi haji.

Suasana haji di tahun 2005 belum terlalu banyak berbeda dengan 3 tahun sebelumnya. Saya, yang secara operasional menanani haji dari Calhaj Sragen, bertugas bersama Pak Drs. H. Husnul Hadi dari Kandepag Sragen, dr. Sarno juga dari Sragen, H. Sriyoto, dr Suwarno dari Kudus, juga Ibu … alhamdulillah.

Kondisi masyarakat, ketika tahun 2005, memakai HP ketika itu masih jarang. Bahkan, mereka yang memakai pun kebanyakan menggunakannya masih dengan diam-diam mengambil gambar agar tidak diketahui petuas atau asykar. Pemakaian cadar, masih hampir dikenakan oleh hampir semua wanita Arab, baik di pasar-pasar, di bandara-bandara, maupun di rumah-rumah.

Ketika Bertugas di TPHD 2019

Suasana masyarakat Arab di ketika kami bertugas sekarang, sudah jauh berbeda dengan kondisi 14 tahun sebelumnya. Di tivi-tivi dan di koran-koran sudah sudah begitu mudah kita dapat informasi mengenai penduduk Arab di era melenial ini. Tidak hanya itu, pola penanganan haji pun sudah begitu jauh berbeda dengan lebih sepuluhan tahun dari sekarang.

Di masa ini, di Bandara sudah terlihat cukup banyak petugas-petugas wanita muda yang menangani tugas layanan hari dengan berpakaian busana muslim yang elegan. Tanpa tutup cadar lagi. Di acara-acara tawaf pun, sudah biasa kita melihat warga Arab yang sejajar dengan warga lainnya yang berpakaian pantas dan menutup aurat secara islami tanpa bercadar.

Pemakaian HP, sudah merata seperti kita di tanah air tercinta ini. Dunia sudah sama berubah, juga warga di Saudi Arabia, tentu (Erfan Subahar).

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *