Tsiqah: Konsepsi Nilai Intelektual dan Kualitas Pribadi Seseorang

Menilai integritas seseorang kita sering hanya melihat salah satu dari dua hal yaitu inteleknya saja atau moralnya saja. Jika pada seseorang sudah ditemukan kecerdasan inteleknya sekian, atau  sudah ditemukan ketinggiannya sekian, maka itulah orang hebat, dia bisa menjadi tokoh dunia. Atau, yang satu lagi menilai orang kita temukan dengan hanya melihat moralnya saya. Manakala moralnya sudah bagus, pikiran orang sudah tenang, sehingga kepadanya bisa serba dapat diandalkan karena kebaikan moralnya itu. Persoalannya, benarkan menilai pribadi orang yang lengkap itu hanya melalui salah satu diantara kedua hal itu? Jawabannya, bisa ia tetapi jawabannya itu tidak utuh dan akan selalu ditemukan kekurangan di dalam melakukan penilaian.

 

Menilai pribadi dalam studi ilmu hadis

Dalam ilmu studi hadis, atau tepatnya dalam kajian naqd al-hadis (ilmu penelitian hadis), seseorang untuk dinilai sebagai pribadi yang dapat dipercaya terutama dalam membawa berita hadis dari Nabi, pada umumnya harus dilihat dari dua hal utama. Yaitu dari segi kecerdasannya (dhabth) dan moralitasnya (keadilan atau ‘adalah).  Kedua hal yang ada dalam diri seseorang itu harus dinilai lengkap secara benar, seimbang, dan sama dengan nilai yang baik, lebih baik dan terbaik. Atau sebaliknya kurang baik, tidak baik, buruk, atau buruk sekali.

Seperti apa melakukan penilaian itu di dalam praktek? Setelah pada seseorang dikenali dengan benar nama lengkapnya, asal usul: kelahiran, gelar yang dimiliki, panggilan, kapan dia lahir atau kapan dia meninggal, siapa guru atau orang yang pernah menerimakan ilmu kepadanya, siapa murid-muridnya; baru setelah diketemukan itu disusul dengan sejauh mana penilaian tokoh-tokoh atau penilaian yang terpercaya menilai mengenai orang itu.

Nilai yang biasa diterima itu pada masa itu sudah dibukukan dari pendapat tokoh-tokoh yang memiliki reputasi internasional berkenaan dengan penilaiannya mengenai pribadi seseorang. Dari penilaian tokoh itu, sosok orang yang dinilai dapat dikumpulkan dari dua atau lebih tokoh. Nilai yang diperlukan dan bisa dicatat, baiknya dofokuskan saja kepada dua nilai utama seperti tersebut di atas, yaitu kecerdasan dan moralitasnya.

Mereka yang lolos sebagai tokoh berkepribadian, untuk dapat disebut sebagai pribadi terpercaya yang layak diberikan amanah kepadanya disyaratkan: minimal bernilai terbaik (tsiqah), yaitu bernilai terbaik atau amat baik dalam dua nilai pribadinya. Yaitu dari segi kecerdasannya dan nilai moralnya. Namun kalau nilai pribadinya saja yang dinilai baik, tetapi moralnya sangat jelek, maka orang itu tidak dapat bernilai dhabit. Begitu pula kapasitas inteleknya, sekalipun pada awalnya orang itu cerdas akan tetapi menjelang akhir hayatnya dia ternyata pikun, maka orang itu tidak bisa dinilai sebagai yang terbaik. Dia mesti diturunkan dari nilai terbaik itu. Jadi untuk dinilai sebagai orang yang kredibel atau tsiqah, orang harus lolos dari ujian kecerdasan atau inteleknya dan sekaligus moralnya.

Maka orang yang sudah bernilai amat baik kapasitas inteleknya dan kualitas pribadinya, dialah yang dapat disebut orang yang berkualitas atau berintegritas utuh. Istilahnya adalah tsiqah. Apa ada orang yang bernilai luar biasa keterpercayaannya? Ada dia bisa disebut dengan tsiqah-tsiqah, atau austaqun-naas.

 

Menjadi Pribadi Terpercaya

Ternyata tidak cukup seseorang hanya menjadi pribadi yang cerdas, atau hanya menjadi pribadi yang baik. Tetapi orang perlu menjadi pribadi yang terbaik, yaitu memiliki kecerdasan yang mumpuni dan memiliki moralitas yang mumpuni pula. Dalam dunia Islam dikenal dengan pribadi yang berakhlak mulia. Karena pribadi yang cerdas saja, bukan pribadi yang terjamin dari melakukan keburukan. Bahkan akhir-akhir ini yang sangat sukar diatasi adalah pribadi yang cerdas yang melakukan keburukan seperti melakukan pencurian ATM, penipuan rekening yang meliputi milyaran, bahkan penipuan amanah yang mencapai teriliunan rupiah. Bahkan, bangsa-bangsa yang bertikai di peringkat lokal ataupun dunia tidak sedikit yang dimotori oleh orang-orang yang berotak cerdas, dari kejahatan yang ringan sampai yang sangat berat. Pribadi tersebut bisa jadi hebat dalam intelektualnya, namun keropos dalam moralnya. Dan pada pribadi demikian, tidaklah dapat terlalu sukar ditebak kekurangannya, jika kadang-kadang diakhir hayatnya ditemukan melakukan bunuh diri baik dengan menembakkan senjata di kepalanya, maupun menjatuhkan diri ke jurang dan hal tragis yang lain. Masih lumayan pribadi yang bermoral baik, namun dia tidak begitu cerdas, hatinya masih bisa menyetir dirinya menjadi orang baik, yang lama kelamaan juga menjadi orang baik, sekalipun dengan kecerdasan yang tidak sebenapa.

Sesungguhnya, orang dapat dianggap sebagai sosok pribadi yang terpercaya manakala dalam pribadinya sudah terpenuhi persyaratan komplit. Yaitu, diri orang itu sudah memiliki (1) nilai amat baik dari aspek kapasitas intelek (dhabt)-nya, dan (2) amat baik dari aspek kualitas pribadi (‘adalah)-nya. Dalam studi hadis orang tersebut disebut sudah terkumpul dalam dirinya penilaian tsiqah (amat baik, amat terpercaya). Atau benar-benar amat sangat terpercaya (awtaqun naas). Namun, sebaliknya pribadi yang jelek adalah yang memang jelek moralnya. Sebutannya banyak, banyak melakukan kemungkaran karena nukangi data (mungkarul hadits), suka menelusupkan hal-hal yang tidak terpuji dengan penambahan data pribadinya (tadlis), atau melakukan pembohongan diri atas nama Nabi (khadzdzab) (Erfan Soebahar).

 

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *