Bekerja Tekun dan Tulus Membawa Bahagia
Bekerja tekun adalah pola kerja orang-orang yang berhasil. Begitu juga bekerja tulus adalah pola kerja orang-orang yang lapang dada. Manakala digabung: bekerja tekun dan tulus adalah pola kerja teladan dari orang-orang yang sukses dan sekaligus mulia, yang lazim dikenal orang bahagia. Mengapa kerja tekun dan tulus, dan adakah teladan yang layak dicontoh dalam kerja yang membawa bahagia ini?
Dengan kerja tekun dan tulus, kita bisa meneladani kisah seorang tokoh. Imam Asy-Syafi’i misalnya, telah memanfaatkan waktu sehari-hari dengan meneliti, menyampaikan ilmunya, serta menulis hingga tidak heran jika di kemudian hari beliau meninggalkan karya yang begitu banyak. Beliau menjadi anutan umat sepanjang zaman.
Sosok yang datang sesudah beliau adalah Al-Ghazali. Beliau menghadiahkan karya 60-an kitab ke tengah-tengah peradaban. Al-Ghazali hadir di tengah-tengah umat, yang menikmati kelebihannya sejak orang-orang pada masanya, sampai dengan sekarang. Bahkan kerja keras dan tulus dari kedua tokoh ini mengantar bahagia yang berjangka panjang, yang menikmati keunggulannya.
Imam Asy-Syafi’i kita angkat dalam kisah tokoh ini menorehkan hasil kerja keras dan ketekunannya. Misalnya di bidang kepenulisan, beliau menorehkan kehebatan dalam keahlian di empat bidang ilmu: hadis, fiqih, ushul fiqih, dan sastra Arab. Di bidang sastra Arab, ternyata penghafal Al-Qur’an di usia 7 tahun ini, begitu bagus menorehkan karya sastranya, berupa puisi atau syair-syair. Diwan Asy-Syafi’i adalah salah satu dari karya monumentalnya, yang isinya begitu asyik dinikmati pembacanya. Begitu juga Al-Ghazali, beliau ternyata bukan hanya menghabiskan waktu berceramah, mengajar dan menulis. Bagian waktunya, banyak beliau gunakan untuk menulis surat-surat, yang tak lain adalah prestasi beliau di bidang sastra Arab. Ternyata ketekunan kedua tokoh itu, selalu seiring dengan ketulusan. Jiwa ikhlas yang menghiasi ketekunan melahirkan banyak karya yang menggetarkan hati. Bagi kita yang hidup sekarang, kerja tekun dan tulus bisa mendorong kita berbuat untuk menjadi insan bahagia. Soalnya, dengan menulis dengan tekun sehari 1-2 halaman saja, dalam setahun membuahkan dua sampai empat buku. Sementara segi hasiatnya, kerja mengarang yang dikerjakan dengan tulus dapat menghilangkan perasaan stress dan beban berat lainnya.
Dengan begitu, menulis sebenarnya mendatangkan kehidupan bahagia. Dan dengan menulis secara istikamah, karya tulisnya bisa mendatangkan bahagia berkelanjutan. Jika itu dilakukan di blog, sharing penulis bisa dinikmati oleh pembacanya dari waktu ke waktu, yang dengan itu akan membawa bahagia bagi penulis dan pembaca. Padahal informasi tertulis, akan kekal yang membawa penulisnya berumur panjang karena tulisannya beredar terus dalam kehidupan. Kebahagiaan yang diperoleh dari kerja tekun dan tulus, tentu bukan hanya bagi penulis. Kebahagiaannya dapat dirasakan oleh dokter yang bekerja ikhlas menangan pasiennya; juga petani yang bekerja tekun dan tulus dengan pertaniannya. Juga buruh yang tekun dan tulus dengan pekerjaannya. Mahasiswa, yang belajar dengan gigih dan melakukan aktivitas pelengkap dengan gigih dan tulus, sehingga hadis Nabi menyebutkannya, bahwa pembelajar itu berada di jalan menenuju surga. Bekerja dengan tekun dan tulus; atau yang gigih dan ikhlas, dapat membawa pelakunya menjadi insan yang bahagia. Pada setiap menghasilkan karya, di ketika itu juga rasa puas atas prestasi membawanya senang karena telah berbuat baik dan manfaat bagi sesama. Maka jerih payangnya, menjadi penilai prestasi dan goresan nasibnya. Menjadi penyejuknya dalam pergaulan di masanya, dan balasan penuh nilai pada masanya, dan masa-masa lanjut, hingga ke masa depannya.
Foto PR 3 ketika rapat dengan para PD3
Maka menjadi jelas suatu ungkapan, Ash-Shawab bi Qadrid Ta’ab. Artinya, ‘Pahala atau upah (sekarang dan di akhirat) diukur sesuai dengan kadar kepayahan seseorang.’ Dan ketika orang itu capek karena melakukan sesuatu, rasa capek karena berbuat dapat membawanya puas ketika istirahat. Yaitu enak makan ketika sudah terasa begitu lapar, dan menjadi nyenyak tidur karena selesai dari memeras tenaga dan pikiran.
Kapan kita siap mulai dan membiasakan hidup tekun dan tulus? Hari sekarang adalah waktu terbaik memulainya. Sebab, “perjalanan satu mil dimulai dari langkah pertama,” kata pepatah (Erfan Subahar; 23-4-2013).