Bohong: Arti, Pendorong, Penyebaran

Bohong adalah sifat yang ada pada manusia yang ditemui ketika di tengah kehidupan. Keberadaannya sering disejajarkan letak dengan kejujuran  karena jujur adalah kebalikan bohong.  Mengenalkan konsep bohong lebih gambang mengerti dengan mengenalkan jujur atau kebalikannya.

Dari situ bohong adalah perbuatan yang layak diketahui dan dipahami, untuk baru kita dapat menghindari, atau tidak untuk dilakukan. Kecuali karena kondisinya ada dalam suatu kasus tertentu. Hal ini beda dengan lawannya, kejujuran yang selain untuk diketahui, dipahami, ia memang layak mestinya untuk dilaksanakan.

Jika kejujuran dipelajari untuk maksud melakukan,  maka bohong kita  diminta tahu dan paham, namun untuk maksud meninggalkannya. Karena bohong adalah perilaku atau akhlak tercela yang dapat menular dari seorang ke orang lain atau dari satu kelompok ke kelompok yang lain.

Pengertian

Bohong dalam hadis tertulis dengan ungkapan al-kadzib,  yang dalam bahasa Indonesia berarti “tidak sesuai dengan hal atau keadaan yang sebenarnya.” Dari arti ini,  sesuatu itu dapat dimengerti sebagai bohong manakala yang pesan yang disampaikan itu tidak klop dengan apa yang nyata disaksikan.

Misalnya,  si Mannasir adalah seorang pembohong. Didengar luas bahwa ia suka memutarbalikkan fakta, namun dengan ungkapan yang samar atau tipis tipuannya karena begitu lihai dalam berbicara dan menyamarkan sesuatu.  Kondisinya akhirnya diketahui setelah beberapa tahun ia berbuat;  atau setelah beberapa kali berbuat dan bertemu para saksi dari orang-orang yang pernah ditipunya. Polanya: bahwa pola bohongnya adalah sang penipu itu berganti-ganti istri wanita perawan atau wanita yang baru cerai, yang ditekuk di saat-saat si gadis atau janda muda berkonsultasi gratis, namun diketahuinya ia orang ber-duit.

Fakta  bohong si Mannasir tersebut benar-benar diketahui, setelah kita memiliki cukup bukti: rekam jejaknya, keterangan para saksi yang  meyakinkan, semakin lengkap pola warna-warni tipuannya yang halus tapi semakin jelas kedoknya [membawa-bawa agama tetapi bisa terlacak benang merah bohongnya]. Dari sini, yang dilakukan si Mannasir (kita sebut begitu), eeh berbukti bahwa ia adalah benar-benar bohong.

Pendorong

Melakukan perilaku bohong hingga layak disebut si pembohong tentu bukan hanya dengan sekali berbuat.  Akan tetapi, karena ia sudah berkali-kali melakukan perilaku bohong. Walaupun sebenarnya sekali saja orang melakukan kebohongan, orang itu sudah bisa disebut sebagai pembohong.

Melakukan kebohongan tidaklah serta merta bohong, melainkan karena memang ada suatu dorongan. Pendorongnya bisa mengait perlunya memenuhi aspek kebutuhan kehidupan riil, atau   bisa juga karena sebab menipisnya iman, akibat sering menuruti nafsunya baik nafsu amarah atau nafsu lawwamahnya. Akibat dorongan yang diperturutkan dalam berkali-kali perbuatan maka bohong tanpa dirasa sudah menjadi bagian dari hidupnya. Dan perilakunya karena diperturutkan, maka menjadilah kebiasaan yang dilakukan secara cekatan. Lisannya begitu lincah berbicara, suaranya tegar jauh dari kesan mencurigakan, tetapi badan dan jiwa dan harta mangsanya menjadi taruhan yang tak jelas masa depannya, yang dalam beberapa waktu kemudian ditinggalkannya pergi, untuk menemukan mangsa lain bagi kebohongannya.

Kebohongan di atas, tentu saja tidak akan berterusan jika perilaku bohongnya itu tidak membawa hasil  mengeruk keuntungan dari orang-orang yang terkena terkaman maut yang seram itu. Nadanya benar-benar menghanyutkan, tapi perilaku itu adalah baru salah satu dari jenis kebohongan yang kita tahu.

Penyebaran Bohong

Kalau jujur itu dekat dengan kebaikan dan keduanya mengarahkan manusia mencapai surga,  maka berbeda dengan bohong. Maka bohong itu dekat dengan keburukan atau kehancuran, yang darinya berakibat neraka.

Sebagai akibatnya, agama yang mengarahkan aktivitas bagi mencapai penjagaan agama, akal, jiwa, keturunan, dan harta benda menerima dampak dari kejelekan sifat bohong itu.

Menyebarlah akibat-akibat bohong itu di berbagai titik-titik penting kehidupan, baik di sektor politik, ekonomi, sosial, dan  budaya. Masing-masing dari sektor ini tentu saja dapat kita hadirkan contoh. Contohnya, bisa diambil dari jenis-jenis kebohongan yang banyak bisa dibaca baik di koran-koran, majalah, buku, artikel, dan berbagai media lainnya yang beredar di dalam kehidupan.

Penyebaran kebohongan tidak layak untuk terus dibiarkan di dalam kehidupan baik di lingkungan keluarga, sekolah, masyarakat, maupun suatu bangsa. Karena penyebarannya adalah jauh lebih cepat dibanding dengan penyebaran kejujuran.

Kondisinya memerlukan penanganan yang serius, sedikit demi sedikit tetapi secara berkelanjutan. Dengan penanganan secara intensip, maka masalah-masalah yang berkenaan dengan kebohongan ini tentu akan tetap dapat diatasi pada waktunya. Dari bagian mana pekerjaan nahi mungkar ini akan dimulai; paling tidak dari diri kita masing-masing terlebih dahulu, begitu bukan (Erfan S).

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *