Diskusi Dosen FITK UIN Walisongo Awal 2015

Pada hari Selasa atau Rabu, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Walisongo biasa melangsungkan diskusi. Para dosen dalam kegiatan itu secara bergantian diberi peluang mengisinya, sehingga masing-masing berkesempatan menyajikan makalah. Pemakalah yang siap maju tergantung kebutuhan, kadang dua pemakalah atau lebih, tergantung kebutuhan. Dan bisa jadi pada suatu kesempatan pesertanya membludak, terutama pada saat akan naik pangkat, dan juga menjelang pengisian laporan BKD.

 

Empat Makalah

Pada diskusi hari Selasa, 27 Januari 2015, pemakalah yang maju menyampaikan makalah empat orang. Pertama, Dr H. Raharjo, M.Ed.St. menyajikan makalah “Keterlambatan Studi Mahasiswa: Identifikasi Problem dan Solusi di UIN Walisongo Semarang. Kedua, Dr H Suja’i, M.Ag menyajikan “Corak Istidlal Qawaid al-Nahwi Madzhab Kufah dan Bashrah”. Ketiga, Dr. Ahmad Ismail, M.Ag. M.Hum menulis makalah “Islam dan Antiterorisme; Kajian Tafsir Tematik Mengenai Rahmatan lil ‘Alamin.” Dan keempat, Hj Miswari, M.Ag menyajikan “Manajemen Dalam Pembelajaran Bahas Arab”. Semua pemakalah sama hadir dalam kesempatan penyajian pemikiran pada diskusi dosen kali ini.

 

Masalah dan Solusi

Banyak masalah yang ditanggapi dan sekaligus dijawab dalam diskusi ini, di antaranya adalah:

1- Tawaran kategori. Menanggapi kategori yang ditawarkan Dr Rahardjo, bahwa problem mahasiswa berkuliah dengan semester tua berdasarkan data yang digali dapat ditawarkan lima kategori yaitu (1) akademik, (2) semangat, (3) finansial, (4) organisasi, dan (5) teknis. Tampaknya, masih dirasakan ada satu masalah yang dapat juga memperlambat penyelesaian studi, yaitu adanya dosen yang dalam memberikan nilai adalah terlalu mahal. Seperti sama dimaklumi, ada dosen yang sangat murah dalam menilai (mutasaahil) yang cenderung mudah memberi nilai A dengan nilai tinggi; juga ada dosen yang sebaliknya. Dia sangat mahal (mutasaddid) dalam memberikan nilai, seperti kebiasaannya dia memberi nilai D dan C dalam setiap kali menguji mahasiswa. Sosoknya begitu ditakuti oleh kebanyakan mahasiswa yang diujinya. Dua kenyataan ini terkesan ekstrim, dan terutama pada sosok dosen yang kedua, dalam berbagai kesempatan, hampir saja selalu ada. Mereka layak juga dijadikan contoh dalam suatu kategori.

2- Adakah Istidlal Qawaid bagi bahasa Suqiyah. Bahasa Arab Suqiyah (pasar), yang berkembang dari lisan ke lisan, tidak termasuk dalam pembahasan ini. Sebab, bahasa suqiyah itu berkembangnya tidak berdasarkan kaidah Qur’ani, kalam Arab, ataupun qiyas. Begitu pula pola-polanya, tidak menampuh langkah-langkah misalnya:

1) memilih uslub yang fasih;

2) memilih syawahid shahihah;

3) banyak istima’ terhadap kalam Arab;

4) kaidah yang dibangun mestinya yang kuat;

5) menggunakan dasar berpikir manthiqi dan falsafi;

6) Tempat rujukan (syawahid), misalnya dari Arab pedalaman (badiyah).

3- Risalah dan Rahmat.  Dipahami lebih mendalam juga bahwa, ajaran Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad saw adalah ajaran yang disampaikan secara global dan menggarap era masyarakat yang juga sudah mengglobal. Ajarannya menyampaikan pokok-pokok ajaran yang penting, untuk diketahui, dipahami, dan dilaksanakan di dalam kehidupan. Bahkan, ajaran yang disampaikan ketika itu begitu menginspirasi untuk dipahami, dihafalkan, dan diterapkan; dan masalahnya belum banyak memasuki masalah-masalah spesifik dan kompleks seperti yang kemudian terjadi di masa ekspansi Islam seperti yang mulai dirasakan berkembang sejak masa Khalifah Umar bin Khattab r.a. dan masa-masa selanjutnya, dimana era ilmu-ilmu sudah mulai memasuki pembidangan, yang semakin lama semakin mengarah kepada spesialisasi.

Mengenai rahmah, dibahas berkaitan dengan Sifat Rahman Rahim Allah, Sifat Rahmat, dan Sifat Rahim. Berkenaan dengan Rahmat ia lebih dilihat sebagai di luar esensi, yang lebih berkenaan dengan di luar materi, tetapi melingkupi dan memberikan ruang bagi mengartikannya melalui pendekatan filosofis dan juga sosiologis.

4- Bagaimana ngupeni guru bahasa Arab dan dosen bahasa Arab. Baik guru bahasa Arab maupun dosen bahasa Arab, tampaknya masih menjadi garapan bersama untuk memeliharanya (ngopeni), terutama oleh kalangan pemangku jabatan baik di tingkat dasar maupun di perguruan tinggi. Selain masih disadari sulitnya penguasaan bahasa dan pembelajarannya secara efektif dan efisien, juga disadari bersama ketika sambil mengajar bahasa ini pada tiap-tiap pengajar, sama kurang dirangsang dan dimotivasi untuk tetap istikamah atau menjadi guru dan atau dosen bahasa Arab yang trampil, ahli, mantap sesuai dengan pembidangan keilmuan yang dihadapi. Dan tetap siap mmengembangkan diri dalam spesialisasi yang menjadi tugasnya sampai purna dalam bertugas dalam bidang bahasa Arab yang ditekuninya.

 

Akhirnya, diskusi dosen yang dimulai pukul 09.15 itu berakhir pada pukul 12.00 WIB. Kesimpulan diskusi yang dimoderatori Ibu Luthfiyah itu, tidak dibacakan semua karena peserta dianggap sudah memahami inti-inti sejumlah persoalan yang dibahas dengan lengkap serta cukup mendalam pada kesempatan diskusi itu (Erfan S)

 

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *