Menyimak Informasi Sejarah di NKRI yang Hampir Hilang (1)
Aktivitas umat di dalam kehidupan pada dasarnya tidak boleh diabaikan. Apalagi dipinggirkan lalu dihilangkan dengan dalih apapun. Kenyataan sejarah pemerintahan kolonial Belanda yang menyakitkan demikian, selalu ditemukan di Bumi Nusantara ini. Hal ini memberitahukan secara sembunyi-sembunyi perlunya kita tahu sejarah, melek sejarah, bisanya ngupeni sejarah agar sejarah itu tidak hilang.
Apa Sajarah yang Hampir Hilang?
Acara bedah buku Fatwa dan Resolusi Jihad di Pondok Lirboyo 3 Nopember 2017, Jumat kemarin, mendudukkan fakta yang hampir terkubur di Bumi Nusantara ini.
Buku ini sudah diakui oleh museum kebangkitan nasional, sudah diakui oleh kementerian pertahanan dan kementerian kebudayaan.
Rencananya, kementerian pertahanan akan membedah buku ini di 20 kota besa di Indonesia. Launching pertama akan dilaksanakan di museum kebangkitan nasional tanggal 10 November 2017. Lirboyo mendapat kehormatan untuk ditempati acara bedah buku ini untuk yang paling pertama kali.
Setelah bermuqadimah, menyampaikan salam hormat kepada para masyayikh lirboyo, Kiai Agus Sunyoto menyampaikan:
Kita bahas tentang fatwa dan resolusi jihad. Ini buku pertama yang membahas fatwa dan resolusi jihad.
Kenapa begitu? Karena semua pelaku sejarah pertempuran 10 November, tidak ada yang mau mengakui fatwa dan resolusi jihad itu sebagai pernah ada.
Tulisan Dr Ruslan Abdul Gani, yang ikut terlibat juga tidak menyebutkan ini pernah ada. Bung Tomo yang pidatonya berteriak-teriak, di dalam bukunya.. juga tidak pernah menyebutkan bahwa fatwa dan resolusi jihad itu pernah ada. Laporan tulisan Mayor Jendral Sungkono juga tidak menyebut pernah adanya fatwa dan resolusi jihad.
Jadi, semua buku yang bercerita tentang pristiwa bersejarah hari pahlawan tidak menyinggung pernah ada nya fatwa dan resolusi jihad NU.
Karena itu banyak orang yang menganggap bahwa fatwa dan resolusi jihad itu hanya dongeng dan cerita orang NU saja.
Sampai tahun 2014, di perguruan tinggi negeri besar di Jakarta, diadakan Seminar Nasional tentang Perjuangan menegakkan Negara Republik Indonesia. Para doctor, professor dan ahli sejarah yang ada di situ sepakat mengatakan “diantara elemen bangsa Indonesia, yang tidak memiliki peran dan andil dalam usaha kemerdekaan dan mempertahankan kemerdekaan bangsa Indonesia itu hanya golongan pesantren khususnya NU’… kesimpulanya begitu..
Bahkan dengan sinis salah seorang menyatakan “organisasi PKI, itu saja pernah berjasa. Karena pernah melakukan pemberontakan tahun 1926 melawan Belanda. NU tidak pernah”.
Ini faktanya… dari banyak aspek, sejarahnya tokoh-tokoh ulama dari pesantren dihilangkan. Data-data tentang itu ditutupi semua. Supaya tidak ada yang tahu bahwa pesantren pernah berjasa.
Itulah yang kemudian, membikin saya menyusun ini, bulan November 2015. Mulai saya susun, saya kumpulkan data. Waktu saya jadi wartawan Jawa Pos tahun 1985 itu mendapat tugas macam-macam: mewancarai tokoh2 yang terlibat dalam peristiwa 10 November… dalam peristiwa pemberontakan di Madiun… dari situ saya mendapat informasi bahwa Fatwa Jihad memang ada tetapi tidak perlu diakui. Ya, ada usaha yang seperti itu. Menutupi sejarah Indonesia yang sebenarnya.
Kenapa ini terjadi? Karena orang2 sekolah didikan Belanda itu adalah menjadi penguasa Negara Republik Indonesia sejak dibentuk tahun 1945. Itu yang mengisi itu semua mayoritas orang-orang didikan sekolah Belanda dan mereka yang menyusun sejarah. Mereka yang menyusun tata aturan bagi masyarakat Indonesia
Jadi kelompok sarjana-sarjana ini adalah didikan Belanda. Mereka menggambarkan bangsa Indonesia setelah merdeka terdiri dari 3 lapisan golongan.