Maulid Nabi Saw di UIN Walisongo: Menantang Spirit Membaca

Maulid Nabi Muhammad saw di Kampus Walisongo memberi tantangan kepada civitas akademika dengan tradisi baru, yaitu melakukan acara Maulid Nabi Muhammad saw dengan membaca teks bertulis Arab dan yanabian bersama. Acaranya ringan saja, segenap pimpinan diberi tugas membaca teks Arab dan semua undangan yang lain cukup menyimak lalu yanabian bersama.

 

Acara Kamis Siang 

Bila acara Maulid Nabi di atas pada tahun-tahun sebelumnya dilakukan di Auditorium 1 Kampus I, maka pada tahun 2018 ini acara tersebut dilaksanakan di Masjid al-Huda Kampus I. Seperti biasa realisasinya, acara dimulai dengan bersama membaca Surah al-Fatihah, dilanjutkan dengan tahlil bersama yang mendoakan arwah segenap civitas akademika UIN yang sudah lebih dahulu meninggal mendahului kita, baik bagi yang NU maupun yang Muhammadiyah. Semua yang muslim sama dikirimi pahala dari dzikir dan doa kita di dalam tahlil itu. 

Menyusul kemudian, acara pembacaraan barzanji yang bertulis teks Arab itu. Pembacanya diberlakukan bagi semua pimpinan; digilir dari Rektor, Wakil Rektor, Para Dekan, Wakil Dekan, dan lainnya yang sama dipersiapkan tata urut membacanya; yang melibatkan semua pimpinan, yang diakhiri dengan pembacaan doa oleh Prof. Erfan Soebahar, mantan Pembantu/Wakil Rektor III IAIN/UIN Walisongo. Baru setelahnya penyampaian arahan oleh Rektor, yang setelahnya acara diakhiri dengan ramah tamah.

 

Spirit Membaca Teks Berbahasa PBB 

Acara itu jelas menantang spirit membaca, setidaknya membaca teks yang menggunakan salah satu dari bahasa PBB yaitu Bahasa Arab. Teks itu bisa dibaca dengan pelbagai lagam bacaan sesuai dengan kemampuan masing-masing pembaca. Tidak diikat dengan satu gaya, yang dipentingkan adalah keseimbangan bacaan dalam membawakannya.

Teksnya yang dipilih adalah teks yang klasik, khususnya yang bercorak prosa dan puisi yang berbahasa Arab tinggi.

Akhir kata, semoga acara yang kita baca pada setiap tahun ini, akan selalu menghubungkan kita kepada Nabi akhir zaman, yang syari’atkan jauh dari kepalsuan dan rekayasa zaman, sehingga tetap menarik untuk terus dilestarikan (Erfan Subahar). 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *