Demokrasi Wadah Memilih Pemimpin

Konsep demokrasi tidak muncul di awal-awal Islam. Ia tumbuh berkembang beberapa abad setelah Nabi saw wafat. Namun, konsep itu bukan tidak ada manfaatnya buat menentukan nasib kepemimpinan di dalam kehidupan. Karena ia telah berkembang dalam sejarah. Uraian berikut, menyampaikan apa yang pernah saya sampaikan waktu acara pengajian Malam Senin Wagi di salam satu tempat di Semarang ini. Semoga ada manfaatnya bagi pembaca, dari kopian pengantar uraian saya sbb ini, di bawah judul:

MENAPAK PROSES DEMOKRASI ISLAMI

DALAM MENENTUKAN PEMIMPIN

Moh. Erfan Soebahar

 

 Pendahuluan

Puji syukur dipanjatkan ke hadirat Allah Swt, yang berkat rahmat dan hidayah-Nya kita dapat bertatap muka pada majelis ini. Majelis Abah Saiful Anwar al-Maghfurlah di Rumah Dinas Rektor Unnes pada hari Ahad malam Senin, 13-4-2014.

Solawat dan salam kita sampaikan kepada Nabi Muhammad saw, keluarga, para sahabat dan segenap pengikutnya yang setia.

Pada pertemuan kita di majelis ini akan coba dikaji bersama: bagaimana proses demok-rasi yang Islami dalam menentukan pemimpin? Secara rinci rumusan masalah kita adalah:

1-      Adakah dasar syari’at berkenaan dengan pemilihan pemimpin di dalam Islam?

2-   Dari perjalanan Nabi saw memimpin negara di Madinah, sudah adakah praktek penyeleng garaan kehidupan bernegara yang sekarang mirip dengan kehidupan demokrasi?

3-      Bagaimana membangun kesiapan bagi pemilihan pemimpin?

 Petunjuk tentang Perlunya Pemimpin

Hidup bersama dalam suatu kepemimpinan untuk mencapai tujuan adalah hidup sehat. Sebab dari hidup seperti ini manusia dapat menujukan diri bersama-sama ke suatu kehidupan yang berhasil, selamat dari sia-sia dan terjerumus dalam kehidupan nista. Hidup demikian adalah hidup di dalam kepemimpinan dalam jumlah kecil maupun dalam jumlah besar.

Dalam pelbagai bentuk kehidupan masyarakat, tidak terkecuali masyarakat kampus, berlaku sunnatullah. Bahwa dimana ada kumpulan orang atau masyarakat maka di situ ada pemimpin dan ada yang dipimpin; ada kepala dan ada bawahan. Jelasnya, pemimpin atau kepemimpinan adalah kata kunci yang perlu ditegakkan di tengah-tengah kehidupan; yang dengan itu dapat diharapkan terbina kehidupan yang membanggakan, yang bermasa depan, yang dapat mewujudkan masyarakat hidup sejahtera, adil dan makmur. Masyarakat unggul.

Dengan adanya pemimpin di tengah komunitas/masyarakat, dapat terwujud kehidupan yang tambah lama tambah maju dan hidup yang berkepantasan. Apalagi dalam kelompok besar seperti negara, dalam komunitas kecil seperti kampus, atau bahkan yang lebih kecil dari itu, seperti dalam jumlah tiga orang saja Islam mewajibkan memilih pemimpin yang akan membawa komunitasnya ke arah kehidupan yang lebih baik. Dalam hadis riwayat Abdullah bin Amr bin al-‘Ash, Nabi saw bersabda:

 لا يحل لثلاثة يكونون بفلاة من الارض إلاأمروا عليهم أحدهم (رواه احمد)

Tidak halal bagi tiga orang yang berada di tanah lapang, kecuali mereka mengangkat pim-pinan salah seorang dari mereka (H.R. Ahmad)

Hadis ini memberi petunjuk: tidak halal, artinya hukumnya wajib atas suatu komunitas manusia atau masyarakat yang berjumlah tiga orang ke atas untuk memilih pemimpin bagi komunitas atau masyarakat itu. Tegasnya adalah wajib bagi setiap tatanan masyarakat, sejak unit terkecil seperti keluarga, rukun tetangga (RT), rukun warga (RW), kelurahan, kecamatan atau suatu institusi untuk memilih pemimpin yang dari komunitas atau masyarakat setempat.

Dalam hadis lain diriwayatkan,

عَنْ عَبْدِ اللَّهِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صلعم قَالَ: “ كُلُّكُمْ رَاعٍ فَمَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ، فَالْأَمِيرُ الَّذِي عَلَى النَّاسِ رَاعٍ وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْهُمْ، وَالرَّجُلُ رَاعٍ عَلَى أَهْلِ بَيْتِهِ وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْهُمْ، وَالْمَرْأَةُ رَاعِيَةٌ عَلَى بَيْتِ بَعْلِهَا وَوَلَدِهِ وَهِيَ مَسْئُولَةٌ عَنْهُمْ، وَالْعَبْدُ رَاعٍ عَلَى مَالِ سَيِّدِهِ وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْهُ، أَلَا فَكُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ “(رواه البخاري)

Dari Abdullah bin Umar r.a., bahwa Rasul saw bersabda: “Setiap kalian adalah pemimpin maka akan diminta pertanggungjawaban atas kepemimpinannya. Pemuka masyarakat manusia adalah  pemimpin dan dia diminta pertanggungjawaban atas kepemimpinannya. Seorang suami adalah pemimpin bagi keluarganya dan dia diminta pertanggungjawaban atas kepemimpinannya. Seorang istri adalah pemimpin atas rumahtangga keluarganya dan anak-anaknya dia dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya. Pembantu rumahtangga adalah pemimpin atas harta tuan rumahnya, dan dia diminta pertang-gungjawaban atas hartabenda itu. Ingatlah semua kalian adalah pemimpin yang diminta pertanggungjawaban atas kepemimpinannya” (H.R. al-Bukhari).

 Dari kedua hadis di atas jelas bahwa di dalam kehidupan yang menghendaki tercapainya tujuan, kita diperintahkan untuk menegakkan kepempinan. Kepemimpinan dari unit kecil seperti sekelompok orang, keluarga, unit menengah seperti dunia pendidikan atau perguruan tinggi, hingga unit besar seperti negara, dan tatanan dunia, diperlukan adanya kepemimpinan. Yaitu kepemimpinan yang mengelola kehidupan masyarakat menjadi lebih baik. Kepemim-pinan di sini diperlukan untuk menata hidup bagi kesejahteraan manusia, kebahagiaannya, dan kemakmuran hidup manusia. Jadi, diperlukan kepemimpian kemanusiaan dalam rangka membangun bagi kehidupan kemanusiaan.

Filsosofi Kepemimpinan

Memilih pemimpin bagi tegaknya kepemimpinan yang kuat, menunrut petunjuk Nabi saw adalah perintah yang wajib dilaksanakan. Ia merupakan tugas bersama yang wajib ditegakkan di dalam kehidupan. Artinya, jika pemimpin masyarakat itu belum ada maka wajib diadakan melalui cara-cara yang sepantasnya dilakukan. Dan jika sudah ada, sesuai dengan batas-batas yang ditentukan, maka perlu dilestarikan. Misalnya, dengan mengadakan wadah pemilihan, baik untuk menggantikan pemimpin yang sudah purna tugas, ataupun untuk melanjutkan kepemimpinan bagi yang masih memikul amanah yang mesti dimpimpinnya. Pemimpin diperlukan, antara lain, untuk mengatasi agenda perubahan dalam kehidupan yang di situ penuntut adanya kebijakan pemimpin. Juga dalam hal perlunya memadukan arah baru pada pelbagai lapisan masyarakat; pemimpinlah yang diperlukan tampilnya.

Pemimpin juga diperlukan untuk memotivasi dan menginspirasi agar yang dipimpinnya berada dalam arah yang benar, meskipun banyak kalangan menghadangnnya. Dan pemimpin juga dibutuhkan ketika akan mengatasi dan mentransformasikan kondiisi tertentu. Kehadiran pemimpin adalah diperlukan, untuk memberi layanan yang diperlukan oleh masyarakat yang berada di wilayah kepemimpinannya. Sebab hakikat pemimpin adalah memberi pelayanan bagi masyarakat yang ada di bawah kepempinannya (Khadim al-Ummah). Papatah Arab menyebutkan, bahwa

رَئِيْـــسُ اْلــقَــــوْمِ وَهُـــوَخَـــــا دِ مُـــــــــهُمْ

Pemimpin masyarakat pada hakikatnya adalah pelayan bagi masyarakat itu. 

Dengan demikian, kepemimpinan mencakup banyak bidang di dalam kehidupan. Menyangkut urusan keluarga, urusan ekonomi, pendidikan, kebudayaan, soal politik, pemerintahan, maupun penyelenggaraan hidup bernegara.

Sekilas Demokrasi pada Masa Nabi Saw di Madinah

 Ada deskripsi inspiratif di seputar praktik “demokrasi” yang pernah ditunjukkan Rasul saw  realisasinya, dari pemerintahan yang beliau jalankan sewaktu mengelola pemerintahan Negara di Madinah yang berpenduduk plural.

1.   Proses penunjukan Rasul saw menjadi Kepala Negara di Madinah ketika itu adalah melalui kesepakatan berbagai kelompok politik (Partai Politik) yang ada di sana; beliau tidak melakukannya melalui perang atau revolusi. Pada masa itu, umat Islam dibimbing oleh Rasul saw untuk mempraktikkan tiga hal dalam kehidupan yaitu (1) hidup taat  beribadah ritual, (2) hidup berakhlak karimah, dan (3) rakyat diarahkan bersatu mendukung tujuan politik negara.

2.      Di tengah masyarakat Madinah yang plural, Rasul saw menjadi pemimpin ‘Partai Po- litik’ bervisi dan bermisi (dalam al Qur’an disebut Hizbullah).

3.   Partai itu melakukan lobi dan perundingan dgn  kelompok lain (Parpol Non-Islam) di masa itu.Posisi tawar kelompok politik Islam dikembangkan hingga menjadi semakin kuat dan kuat (memperkuat dan membesarkan Hizbullah)  yg akhirnya menghasilkan kesepakatan Piagam Madinah  oleh semua kekuatan politk di sana.

4. Isinya menetapkan bahwa kepemimpinan Madinah diserahkan kepada  Rasulullah saw dengan segala kebijakan nasionalnya.

5.   Proses yang dilakukan Rasulullah saw bersama sahabat dalam memperoleh kekua-    saan negara tsb merupakan bagian dari proses demokrasi dan dilanjutkan setelahnya oleh para Khulafa al-Rasyidun yang empat.

Kelima hal ini adalah esensi dari demokrasi yang Islami. Dimulai dari membangun keyakinan bahwa Islam itu juga sebagai ideologi politik(bukan sekadar ajaran ritual dan akhlak) yang harus didukung dan ditaati oleh mereka yang mengaku sebagai muslim.

 Membangun Kesiapan Hingga Pemilihan Pemimpin

 Mebesarkan kekuatan politik itu baik dari sisi keanggotaan maupun sarana politik, bersaing  terbuka dan legal dengan kekuatan politik yang mengusung ideologi non-Islam, lalu memenangkan persaingan melalui cara adil dan obyektif tanpa tipudaya dan curang, dan akhirnya memimpin institusi yang plural dengan tuntunan Allah Swt terkait kehidupan bernegara, jelas penting.

      Ada beberapa langkah yang perlu disiapkan dalam mencoba menerapkan kehidupan demokratis yang Islami:

1.  Dalam masyarakat plural maka umat Islam wajib membentuk dan memiliki tim atau partai yang punya daya tawar, yang telah dimantapkan ideologinya;

2.  Membimbing umat Islam tidak sekadar melakukan ritual dan aktifitas amal sosial, tetapi juga membuat umat Islam bersatu mendukung tim Islam;

Perlu dilatih keberanian bersikap, bukan hanya bersikap Netral atau malah mendukung kekuatan yang berideologi non-Islam;

3.   Posisi tawar tim atau partai harus terus dilatih dan dikuatkan dalam semua dimensi politis, termasuk jumlah massa pendukung yang kian banyak;

4. Kemantapan keimanan dan intelektual pengurus yang tinggi, kemampuan fisik termasuk organisasi dan prasarana lain dibangun semakin baik agar bisa memenangkan persaingan dengan kelompok politik kekuatan lain/sekuler;

5.  Melakukan kompetisi secara jujur dan obyektif dan dengan lobi serta perundingan maka kekuasaan akhirnya sah berada di tangan tim Islam;

6.    Mengelola institusi atau negeri yang plural dengan tuntunan Allah Swt terkait institusi atau kenegaraan.

7. Jika suatu institusi itu mayoritas rakyatnya berkualitas baik maka dari proses demoklrasi akan terpilih Pemimpin yang baik dan bangsa-negara akan menjadi semakin baik.

 P e n u t u p

Islam memandang kepemimpinan dalam kehidupan itu sebagai soal penting yang perlu diwujudkan. Sejak di dalam kelompok kecil, kelompok di atasnya, hingga kelompok besar, di situ diwajibkan adanya pemimpin dan sekaligus pertanggungjawabannya, kepada komuni-tasnya juga kepada Pencipta.

Pemimpin dan kepempimpinan itu harus benar-benar wujud dalam kehidupan, baik dalam kelompok seiman maupun kelompok plural dalam agama.

Besarnya perhatian Islam pada soal kepemimpinan, mengingat kepemimpinan itu dapat mengarahkan kepada kemaslahatan hidup umat manusia. Dengan terbentuknya hidup maslahat maka manusia akan terjaga agamanya, jiwanya, akalnya, keturunannya, dan harta bendanya di dalam kehidupan. Untuk itu, maka kepemimpian itu perlu dilakukan dengan yang terbaik melalui peneladanan, pembiasaan, dan pelatihan berkelanjutan.

Model kepemimpinan salat, adalah model mikro teaching bagi kepemimpinan dalam Islam, dan dalam lingkup luasnya tergambar dalam realisasi salat dalam kehidupan. Semoga uraian ini bermanfaat.

                                                                            Semarang, 13 April 2014.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *