Nafsu: Dua Dilawan Lima Diberdayakan
Istilah nafsu sudah lama kita kenal, tetapi pemahamannya sering samar-samar. Saking penting —tapi juga binalnya nafsu jika tidak dikendalikan– maka beramai-ramai orang mengungkap berperang melawan nafsu. Namun, di balik memerangi suatu nafsu, ada suatu nafsu lain yang tidak layak diperangi, karena jika nafsu yang ini sudah dijinakkan (dalam arti dicarikan solusinya) maka nafsu ini sudah jinak, sehingga berganti menjadi nafsu yang mesti ada (potensial) dan tinggal memelihara dengan benar karena ia telah mengantar kita misalnya dapat musyahadah dengan Allah.
Kalau begitu tidak semua nafsu mesti diperangi. Ada dua nafsu mesti dilawan jeleknya, sedang yang lain cukup dikendalikan secara intensif dan terus didorong kecenderungan baiknya agar membawa seseorang berprestasi secara optimal.
Nafsu dan Asal Usul Nafsu
Kalau ditelusuri dari realitas perjalanan dalam kehidupan diri seseorang ketika sudah menyatu dalam diri, maka nafsu sering diartikan sebagai: energi penggerak alamiah pada manusia yang mendorong ke arah pemenuhan kebutuhan hidupnya.
Dari pengertian ini maka ada dua unsur penting dari pengertian nafsu yaitu:
(1) energi penggerak alamiah manusia, dan
(2) mendorong ke arah pemenuhan kebutuhan hidup manusia.
Sebagai energi penggerak alamiah manusia, tentu nafsu itu penting. Terutama, nafsu yang sudah bukan lagi dalam kelas nafsu amarah dan nafsu lawwamah. Karena kalau dua nafsu ini dituruti kecenderungannya, maka perilaku jelek seperti kikir, dengki, bodoh, sombong, pemarah, menuruti kemauan senang walau merugikan orang lain — akan terus terjadi di masyarakat. Juga penipuan, suka mengadu domba, dan kebohongan, akan terus merajalela.
Begitu pula unsur mendorong ke arah pemenuhan kebutuhan hidup, sebagai unsur yang kedua nafsu, jelas juga penting. Namun, unsur ini pun mesti diperjelas, bukan diperuntukan pada unsur yang timbul dari nafsu amarah dan lawwamah.
Jelasnya, unsur nafsu amarah dan nafsu lawwamah mesti dikecualikan dari nafsu baik. Dan nafsu inilah yang harus diperangi atau dilawan kecenderungan bergejolaknya di dalam kehidupan ini. Mengapa tidak semua nafsu harus diperangi?
Dilihat dari asal usulnyalah, yang menjadikan kita tahu dimana sebenarnya letak penting nafsu. Ternyata nafsu dilihat dari asalnya, ia tidak langsung bersatu dengan badan. Karena, nafsu diciptakan jauh sebelum penciptaan manusia pertama yang berjasad.
Dari asal usulnya, nafsu yang juga berarti jisim (bentuk yang halus) dicipta oleh Allah Swt 2.000 tahun sebelum Allah menciptakan manusia berjasad. Nafsu tersebut, sebelum berhubungan atau menyatu dengan jasad adalah bernama rukh (ar-Ruuh). Namun, ketika ia berhubungan atau bertemu dengan jasad maka ia diberi nama nafsu (al-Hawa/al-Nafs). Maka kalau begitu asal usul nafsu (terutama ketika masih dengan nama rukh) adalah baik, sebab menurut beberapa riwayat nafsu (atau rukh ketika masih berpisah dengan badan dulu), senantiasa mendekat penciptanya atau selalu mengambil faedah dan selalu berperilaku yang bermanfaat saja tidak melanggarnya.
Namun, tatkala sudah digabungkan sebadan dengan jasad dalam diri manusia, maka nafsu (yang dahulu dengan nama rukh), sudah berkenalan dengan alam kehidupan duniawi selain Allah. Pendeknya, ia sudah mulai mengenal makhluk yang memiliki kekurangan (jauh dari kesempurnaan seperti Kemahasempurnaan Allah Swt). Maka dari situlah, rukh yang sekarang sudah bernama nafsu itu terkena dampak negatif atau pengaruh negatif dari alam sekitar, maka dalam “alam dunia” ini nafsu (penjelmaan dari rukh di jaman sekarang) sudah mengenal sesuatu selain Allah, sehingga tidak semuanya dapat mengambil istifadah dari Allah Swt. Dari situ, pada diri nafsu ada yang sudah mulai terkenal pengaruh negatif kehidupan — yang kemudian layak di sini disendirikan, dalam nafsu amarah dan nafsu lawwamah yang layak untuk terus dilawan kemauan buruknya karena mudah terkena “kesetanan” (pengaruh negatif setan).
Lawan Terus Nafsu Amarah dan Lawwamah
Dari keterangan di atas, hanya dua nafsu yang mesti dilawan kecenderungan jeleknya, sementara empat nafsu yang lain tinggal semuanya dijuruskan terus kepada kebaikan yang bisa dipelihara, ditumbuhkan, dan terus disempurnakan. Dan tentu saja, ia tidak untuk diperangi baik dalam kehidupan sehari-hari ataupun melalui puasa.
Jadi yang dilawan hanya kemauan nafsu amarah dan nafsu lawwamah, karena senantiasa menggoda manusia untuk mengarahkan dan menyeret kepada perilaku jelek. Sedang empat nafsu lainnya tidak disikapi dengan dilawan atau diperangi.
Adapun dua nafsu yang mesti dilawan terus adalah seperti dalam tabel yang berikut ini.
Nama dan Aura |
Dasar |
Tempat |
Beberapa Sifat |
1-Nafsu Amarah Warna biru |
Wa annan nafsa laammaratun bissu’….. |
Di Tengah-tengah dada |
Bakhil, dengki, bodoh, sombong, pemarah, sangat cinta dunia, dan senang berlaku jelek |
2-Nafsu Lawwamah Warna kuning |
La uqsimu bi yaumil qiyamah wala uqsimu bin nafsil lawwamah |
Di bawah susu sebelah kiri kira-kira dua jari (lathifah Qalbi) |
Mengikuti kecenderu- ngan nafsu, riya’, zhalim, lupa pd Allah, membanggakan amal (ujub), menipu, ghaibah, pamer, bohong |
Dari tabel di atas jelas, bahwa dua nafsu ini berisi kecenderungan melakukan apa pun yang mendukung misi setan, yang kalau dituruti akan menjerumuskan manusia ke jurang kehinaan, yang bersumber diri ego yang tak terkendali dan juga terjauh dari perilaku yang menyebabkan manusia bahagia hidup di akhirat, seperti yang dapat diper oleh dari perilaku tulus dalam melaksanakan segala perintah Allah.
Lima Nafsu Diberdayakan
Jika dua nafsu dalam tabel ke-1 di atas berkecenderungan jelek yang mesti terus dilawan, maka empat nafsu lainnya cenderung positif. Dalam posisi demikian, empat nafsu ini harus selalu dipupuk dan terus disempurnakan kecenderungan baiknya sehingga semua manusia akan menjadi unggul dalam kehidupan. Lima nafsu dimaksud adalah Nafsu Mulhimah, Nafsu Mutmainnah, Nafsu Radhiyah, Nafsu Mardhiyyah, dan Nafsu Kamilah, seperti terlihat dalam tabel berikut ini.
Nama dan Aura |
Dasar |
Tempat |
Beberapa Sifat |
3-NafsuMulhi mah Warna merah |
Fa alhamaha fujuraha wa taqwaha |
Di bawah susu kanan kira-kira 2 jari (lathifah rukh) |
Dermawan, qanaah, taubah, tawadhu’, sabar, mampu ber- tahan (tahammul), halim (lemah-lembut) |
4-Nafsu Mutmainnah Warna putih |
Ya ayyatuhan nafsul mutma- innah irji’i ila ….. |
Di antara dada dan susu sebelah kiri sekitar 2 jari
|
Dermawan, tawakkal, ibadah yang ikhlas, syukur, ridha, dan takwallah |
5-Nafsu Rodhiyah Warna hijau |
Irji’i ila Rabbiki radhiyatan …. Radiyallahu ‘anhum….. |
Seluruh badan lahir-bathin (sirr al-sirr) |
Dzikir, ikhlas, menepati janji, wara’ (menjaga diri dari syubhat), zuhud, karomah, dan rindu kepada Allah (al-Isyq) |
6-Nafsu Mardhiyah Warna hitam |
Irji’i ila Rabbi ki….. mardhiyyah
|
Antara susu kanan dan dada kira-kira 2 jari |
Baik budi pekerti, belas kasih pada makhluk, meninggalkan semua selain Allah, taqarrub ilallah, berpikir ttg ke agungan Allah, ridha dgn pembagian Allah. |
7-Nafsu Kamilah Tidak berwarna khusus |
Fadkhuli fi ‘Ibadi wadkhuli Jannati |
Di tengah-tengah dada |
Ilmul yaqin, ainul yaqin, haq qul yaqin, uzlah, diam dari ber kata jelek, jujur, suka mem bantu, melaksana kan semua perintah Allah. |
Empat nafsu di atas menunjukkan bahwa, arah kecenderungannya adalah ke dalam aktivitas-aktivitas positif. Dan jika aktivitas demikian selalu dipupuk darn terus disempurnakan keberadaannya maka prestasi perilakunya akan terus meningkat.
Atas dasar demikian, maka kecenderungan empat nafsu itu, tidak sepatutnya dilawan. Karena jika dilawan, justru akan sama dengan membelokkan arah kecenderungan yang jelas baik kepada yang sebaliknya yaitu yang akan menjerumuskan.
Penutup
Dari uraian di atas, maka jelas kepada kita bahwa nafsu ada yang mesti dilawan dan ada yang mesti dipupuk dan terus disempurnakan. Kesalahan persepsi yang mengakibatkan semua nafsu dilawan justru akan menjadikan perkembangan manusia itu tidak naik-naik ketingkat yang unggul, dan hanya akan menjadikan kehidupannya stagnan yang tentu jauh dari upaya-upaya yang membawa kehidupan menusia unggul. Bagaimana menurut Anda? (Erfan Soebahar).