Menulis di Koran Pagi Wawasan “Perpaduan yang Memberdayakan”
Ada artikel yang sempat saya kirim ke Koran Harian Wawasan Semarang, untuk dimuat di rubrik “Mutiara Jum’at’: Artikel tersebut lengkapnya adalah:
Hampir tidak terbayang sekarang bahwa manusia berasal dari satu keluarga utuh. Ayahnya Pak Adam, ibunya Hawa, diikat satu agama, dan bertuhan Allah Yang Esa. Fenomena hidup menyatu total dan utuh pernah terjadi, berikut ujiannya dalam sejarah, yang diabadikan kisahnya dalam Al-Qur’an.
Tidak hanya pada masa awal kehidupan. Pada masa lalu dari bangsa ini, perpaduan telah diwujudkan. Tidak tanggung-tanggung, menyatukan rakyat dari 17.504 pulau, menjadi satu negara, NKRI. Bahkan menyatukan diri, setelah 350 tahun dijajah. Ini bisa jadi benar, bahwa bakat Pak Adam turun kepada orang Indonesia.
Persatuan utuh atau perpaduan meminta penyatuan hati. Persatuan model ini pernah dicontohkan pemuda Indonesia angkatan 1928. Mereka menyatukan bangsa dalam satu paduan, yang diikat dengan komitmen kuat, sumpah pemuda. Padunya mereka adalah konkret: satu tanah air, satu bangsa, dan satu bahasa.
Getaran Padu Hati
Perpaduan terjadi ketika hati digetarkan oleh kesamaan rasa, kesamaan persepsi, serta kesamaan cita menuju masa depan. Dari sini satu kemungkinan baru yang membanggakan dapat diwujudkan. Pikiran yang asalnya beragam, lalu dipadukan, dapat mendesain yang mustahil menjadi benar-benar bisa diwujudkan.
Apa yang telah membawa kesatuan yang utuh memudahkan kepaduan dalam mewujudkan cita-cita. Perpaduan adalah pilihan bersama gerak hati kolektif, yang banyak membantu kepentingan bangsa menuju kehidupan bermasa depan.
Perpaduan ini dikendalikan oleh hati demi hati yang mengutuh. Anak-anak Pak Adam dan Ibu Hawa dibina dari tempaan ikatan hati yang kuat, pengikat keluarga Adam yang memberdayakan. Mereka berasal dari keturunan yang selalu kembar laki-perempuan, beberapa dekade, yang berterusan diatur syari’ah dapat kawin selang-seling telah menurunkan generasi yang hidup berdaya, hidup guyub dalam satu umat, dalam komunitas bersama, berkat hati yang padu. Perpecahannya bisa terjadi karena hatinya sukar berpadu, sehingga ketaatan dicabik-cabik godaan setan.
Pelajaran kekuatan apa yang dapat membawa perpaduan menjadi suatu yang memberdayakan. Pertama, perpaduan adalah pelajaran berharga yang dapat menjadi soko guru bagi kondisi berdaya. Kekuatan manusia pertama menciptakan keluarga berdaya adalah dari terbinanya persatuan di dalam ketaatan, suka mengindahkan disiplin, dan etika hidup bagi terciptanya kesejahteraan dan keadilan. Perpaduan demikian, menjadikan hidup ini selalu siap harmoni dan rukun.
Kedua, padunya getaran hati bersama menjadikan manusia hidup rukun yang dapat menjadi benih-benih jangka panjang yang mampu menyatukan kekuatan dalam arti luas seperti wilayah suatu negara. Kekuatan seperti inilah yang menjadikan wilayah Nusantara, berangsur-angsur mengkristal menjadi NKRI. Keutuhan hati dan pemikiran mendorong bangsa ini dapat kekal berpadu. Kenyatan demikian tetap bisa aktual jika tetap kembali ke hati yang mau berpadu, yang tidak mau dipisah oleh hal-hal remeh.
Selanjutnya, padunya kekuatan getar hati yang mengutuh selalu mencari kesamaan bahasa guna memperkuat cetusan komitmen banyak diri yang plural dalam satu ikatan ke-bhinneka-an dalam sebuah semboyan “Bhinneka Tunggal Ika” – berbeda-beda tetapi tetap satu jua.
Akhirnya, perpaduan mestilah tetap dilestarikan dengan tindak lanjut. Dijadikan kebiasaan sehari-hari yang saling memberdayakan. Seluruh warga masyarakat Indonesia yang kini sudah lebih 260 juta, menjadikan perpaduan sebagai miliki berasama yang tetap wujud di dalam kehidupan bernegara, yang dibela dan dilestarikan bersama dalam wujud kehidupan dalam NKRI sebagai harga mati (Ketua Umum MUI Kota Semarang & Dosen UIN Walisongo Semarang).
Sumber: Mimbar Jum’at, Koran Pagii Wawasan; Jum’at, 11-11-2016