Menyiapkan Pernikahan: Syarat, Rukun, Haram, dan Yang Elegan

Menangani pernikahan bagi anak atau keluarga atau siapa pun merupakan kehormatan. Kegiatan ini merupakan tanggung jawab Ayah dan Ibu ketika keduanya masih ada, bisa bagi Ayah ketika sang Ibu sudah tiada, dan bisa bagi Ibu yang telah ditinggal Ayah atau suaminya. Kesemuanya bisa menjadi penanggung jawab atas pernikahan putera atau puteri yang ada di bawah tanggungannya jika hal itu sudah dikehendaki.

Apa biayanya mesti mahal? Dan dapatkah sebenarnya dilangsungkan pernikahan bagi mereka yang berkelas ekonomis pas-pasan atau orang yang berekomi bawah, tapi dengan tetap elegan?

Pernikahan: Syarat dan Rukun
Yang terpenting dalam soal mengadakan pernikakan, tugas utama orang tua atau panitia, jangan sampai lupa: bahwa mempelai itu sudah benar-benar tahu, atau sempatkan memberi tahu, sampai benar-benar mempelai itu paham dan hafal dengan baik tentang syarat dan rukun yang mesti dikuasai oleh mempelai yang akan melangsungkan pernikahan. Dengan sudah melek dan memahami secara detail tentang syarat dan rukun pernikahan, maka mempelai telah memenuhi apa yang benar-benar diajarkan oleh syarak secara keilmuan tentang maksud dan tujuan pernikahan itu.

Nikah Tidak Diwajibkan Mewah
Dengan mengetahui syarat rukun nikah, maka dapat diketahui bahwa yang terpenting dalam melakukan pernikahan adalah syahnya nikah itu sendiri. Ya berlangsungnya akad nikah itu yang sesuai dengan ketentuan syarak. Jangan sampai terjadi kekurangan lebih-lebih sampai terjadi tidak sah.
Orang nikah misalnya, yang mesti diketahui bahwa pasangan yang dinikahinya itu benar-benar orang yang boleh dinikahi. Jadi tidak sembarangan orang dinikahi.

Nikah yang Haram Dilakukan
Memilih pasangan di dalam Islam sudah diatur dengan jelas. Di kitab-kitab fikih, banyak dijelaskan siapa yang boleh dikihahi dan siapa juga yang haram dinikahi. Misalnya yang hara dinikahi adalah, awas: ini benar-benar kesalahan secara syar’i misalnya mengawini ibunya sendiri, setelah dia ditinggalkan atau kematian sang ayah. Nah, dalam tradisi jahiliyah dahulu, anak lagi-lagi bisa mewarisi ayahnya dengan mengganti kedudukannya sebagai suami, untuk mengawini ibunya sendiri menjadi istrinya.
Dalam situasi apapun pernikalah ini jelas sangat dilarang atau haram dilakukan di dalam agama.
Bahkan yang di larang dalam agama bukan hanya mengawini ibunya yang dilarang tetapi, banyak yang mesti dilihat yang tidak boleh dinikahi.
Dalam surah an-Nisa (4) ayat 23:
Diharamkan atas kamu (mengawini) ibu-ibumu; anak-anakmu yang perempuan[281]; saudara-saudaramu yang perempuan, saudara-saudara bapakmu yang perempuan; saudara-saudara ibumu yang perempuan; anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang laki-laki; anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang perempuan; ibu-ibumu yang menyusui kamu; saudara perempuan sepersusuan; ibu-ibu isterimu (mertua); anak-anak isterimu yang dalam pemeliharaanmu dari isteri yang telah kamu campuri, tetapi jika kamu belum campur dengan isterimu itu (dan sudah kamu ceraikan), Maka tidak berdosa kamu mengawininya; (dan diharamkan bagimu) isteri-isteri anak kandungmu (menantu); dan menghimpunkan (dalam perkawinan) dua perempuan yang bersaudara, kecuali yang telah terjadi pada masa lampau; Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.

Dari ayat di atas, orang yang haram dinikahi adalah:
1-ibu-ibumu;
2-anak-anakmu yang perempuan;
3-saudara-saudaramu yang perempuan,
4-saudara-saudara bapakmu yang perempuan;
5-saudara-saudara ibumu yang perempuan;
6-anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang laki-laki;
7-anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang perempuan;
8-ibu-ibumu yang menyusui kamu;
9-saudara perempuan sepersusuan;
10-ibu-ibu isterimu (mertua);
11-anak-anak isterimu yang dalam pemeliharaanmu dari isteri yang telah kamu campuri, tetapi jika kamu belum campur dengan isterimu itu (dan sudah kamu ceraikan), Maka tidak berdosa kamu mengawininya;
12-isteri-isteri anak kandungmu (menantu); dan
13-menghimpunkan (dalam perkawinan) dua perempuan yang bersaudara.

Nikah: Bisa Sederhana dan Syah
Sebenarnya pernikahan itu tidak ada yang mengharuskan mesti dipestakan. Atau yang dilakukan secara mewah. Syari’at tidak mengajarkan hal-hal yang mewah, apalagi sampai boros, yang setelah nikah dilakukan sampai terjadi menyulitkan kehidupan setelah prosesi pernikalah.
Yang terpenting dalam prosesi pernikahan adalah berlangsungnya akad nikah sesuai dengan ketentuan agama. Yang mesti ada dalam pernikahan jelasnya adalah: ada penganten laki-laki, ada penganten perempuan, walinya jelas, maskawinnya sisiapkan, ada juga saksi dua yang membawah sahnya suatu pernikalahan. Jelas juga siapa yang mengawinkan, dan dan didoakan diberkahi, selamat, dan berketurunan, sehingga aspek mawaddah, dan rahmat sudah dicakup dalam berlangsungnya pernikahan. Tidak tercantum di kitab apapun berkenaaan dengan mesti Mewah.

Jelasnya, boleh atau mungkin makah ini yang baik, selenggarakan akad nikah yang baik dan lengkap, siapkan tempat mempelai kumpul atau bertemu dengan mawaddah dan intim setelah akad nikah, ya itu sudah cukup. Boleh saja, dan sudah dianggap cukup misalnya tidak usah diadakan ngunduh mantu, nanggap dangdut, atau hal-hal lain dimana setelah pernikahan menyulitkan keluarga.

Alhasil, kebutuhan paling urgen dari pernikahan menurut syar’i, adalah melakukan akad nikah dengan memenuhi syarat dan rukunnya. dan acara prosesinya diketahui oleh sejumlah orang yang menjadikan pernikahan itu berlangsung sah dan dapat restu banyak kalangan mengenainya (Erfan S, 26-1-2014)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *