Bismillah, “Membangun Kehidupan Umat Yang Penuh Rahmat”

Khutbah Pertama Idul Adha

Di bawah ini, ke tengah-tengah umat kita turunkan khutbah Idul Adha yang disampaikan di Kota Semarang, dan jika pas untuk daerah lain kami persilan. Khutbah ini dipersembahkan oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kota Semarang. Bagi yang berminat, silakan melengkapi dengan khutbah kedua (tsani) nya sendiri, yang tidak disediakan di sini. Semoga bermanfaat

 .

X9الله اكبر

الله اكبركبيرا والحمد لله كثيرا, وسبحا ن الله بكرة واصيلا. لا اله الا الله ولا نعبد الا اياه مخلصين له الدين ولو كره الكا فرون

لااله الا الله وحده, صدق وعده, ونصر عبده,  واعز جنده, وهزم

 الا حزاب وحده.  لا اله الا الله والله اكبر,  الله اكبر ولله الحمد. الحمد لله الذي احلنا اليوم الطعام وحرم فيه الصيام وجعل العيد من شعا ئر الاسلا م

اشهد ان لا اله الا الله  الملك العلام, واشهد ان محمدا عبده ورسوله الهادي الى سبيل السلام

اللهم صل وسلم وبارك على سيدنا محمد وعلى اله واصحا به الكرام

اما بعد: فيا عباد الله اتقواالله حق تقاته ولا تموتن الا وانتم مسلمون.  وقال الله تعالى فى القران الكريم

 

Allahu Akbar 3 x Walillahi Al-Hamd

Hadirin Jamaah Shalat Id Yang Dirahmati Allah

Dalam suasana pagi yang sejuk dan penuh berkah ini, marilah kita  meningkatkan kualitas keimanan dan ketakwaan kepada Allah swt. Iman dan takwa yang dilandasi dan dibentuk oleh perasaan cinta yang mendalam kepada-Nya. Dengan takwa yang seperti ini kita akan mempunyai keteguhan sekaligus kekokohan batin untuk dengan tulus ikhlas melaksanakan perintah-perintah Allah sekalipun perintah itu kadang terasa amat berat. Kita juga akan mempunyai keteguhan batin untuk meninggalkan larangan Allah sekalipun larangan itu sering menyenangkan kita sekalian. Takwa yang seperti inilah yang dijanjikan oleh Allah diberikan jalan keluar dari berbagai problematika kehidupan dan dibe-rikan rizki yang tak terduga.

ومن يتق الله يجعل له مخرجا ويرزقه  من حيث لا يحتسب

Siapa yang bertakwa kepada Allah, niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar. Dan memberi rizki dari arah yang tiada disangka-sangka (Q.S. al-Thalaq: 2-3)

 

Allahu Akbar X3 Walillahil Hamd

Saat ini, gema takbir, tahmid dan tahlil berkuman-dang sebagai ungkapan rasa syukur menyambut Idul Adha. Alunan takbir yang berarti memahabesarkan Allah itu mengingatkan kepada kita bahwa manusia, apapun atribut dan predikat keduniawian yang disandangnya adalah kecil dan lemah di hadapan Allah. Kita tidak lebih hanyalah seonggok buih di tengah samudra luas tanpa batas. Kita hanya sebutir pasir di tengah padang pasir yang terhampar amat sangat luas. Namun, sekalipun manusia sangat kecil di tengah alam semesta, tetapi justru alam semesta ini diperuntukkan keseluruhannya tanpa kecuali  untuk manusia. Bagitu kecilnya kita yang hidup di alam ini dan begitu besar-nya Allah yang menghidupkan semuanya dan begitu sayangnya  kepada kita  dengan memberikan kenikmat-an yang luar biasa. Karena itu, pantaskah kita bersikap sombong tidak mau mengagungkannya? Pantaskah kita tidak mau bersyukur atas nikmat yang besar yang diberikan  kepada kita itu? Pantaskah kita mendurhakai dan menentang Allah yang dengan penuh kasih memberikan semuanya kepada kita tanpa kecuali?

 

Jama’ah Shalat Ied Yang Dimuliakan Allah

Allahu Akbar 3x Walillahi Al-Hamd

Pada kesempatan merayakan Idul Adha ini, ada empat (4) hal yang dapat kita petik dari peristiwa Idul Adha. Pertama, persatuan hakiki. Pada Idul Adha ini saudara-saudara kita dari seluruh dunia berduyun-duyun datang ke Baitullah memenuhi panggilan Allah swt dan seruan Nabi Ibrahim a.s. Allah Swt berfirman:

واذن فى الناس بالحج ياءتوك رجالأوعلى كل ضامر ياءتين من كل فج عميق

Dan berserulah kepada manusia untuk mengerjakan haji, niscaya mereka akan datang kepadamu dengan berjalan kaki dan mengendarai onta yang kurus yang datang dari segenap penjuru yang jauh (Q.S. al-Hajj, 27).

 

Di sana umat Islam dari seluruh penjuru dunia berkumpul. Mereka berasal dari budaya dan etnis yang berbeda, mempunyai bahasa yang berbeda, berasal dari status sosial ekonomi yang berbeda, namun pada saat ini mereka mempunyai ‘bahasa’ yang sama. Mereka lebur dalam ‘etnis dan budaya’ yang sama, ‘status sosial dan ekonomi’ yang sama. Mereka berada dalam kehambaan total kepada Allah yang melantunkan pujian, meman-jatkan doa, mendekatkan diri dan menyerahkan diri hanya kepada-Nya. Dengan pakaian yang serba putih, mereka lebur dalam satu tujuan yang sama, haji mabrur.

Suasana di Arafah di mana saudara-saudara kita berkumpul mencerminkan adanya ijma universal, yang dilaksanakan dengan penuh hidmat, merefleksikan keharmonisan, kedamaian dan keteguhan hakiki. Di sana kesombongan ditinggalkan, perbedaan diabaikan, percekcokan dan perpecahan dicampakkan. Alangkah teduh dan damainya kehidupan kita ini jika sikap-sikap seperti tercermin saat wukuf di Arafah itu menjadi contoh yang kita tampilkan dalam kehidupan sehari-hari.

 

Allahu Akbar3x Walillahilhamd

Kedua, pengendalian diri.  Salah satu larangan dalam ibadah haji adalah seperti ditegaskan dalam al-Quran, bahwa siapa yang telah menetapkan niatnya dalam bulan itu akan mengerjakan haji, maka tidak boleh  berkata jorok, berbuat fasik dan berbantah-ban-tahan dalam berhaji (Q.S. al-Baqarah: 197).

Ini menunjukkan bahwa sesungguhnya ibadah haji juga   berfungsi mengendalikan hawa nafsu, yang cenderung mengarahkan kita kepada tindakan negatif. Allah swt berjanji, bagi yang dapat mengendalikan hawa nafsunya maka Allah akan memberinya surga.

وَأَمَّا مَنْ خَافَ مَقَامَ رَبِّهِ وَنَهَى النَّفْسَ عَنِ الْهَوَى فَإِنَّ الْجَنَّةَ هِيَ الْمَأْوَى           

Siapa yang takut kepada Tuhannya dan dapat mengendalikan hawa nafsunya, maka sesungguhnya surgalah tempatnya (Q.S. al-Nazi’at : 40)

Berangkat dari ayat tersebut kita dapat menarik pemahaman bahwa hawa nafsu penting untuk dikendalikan. Mengapa?  Imam al-Ghazali dalam Ihya Ulumuddin menegaskan bahwa ada 4 komponen dalam jiwa manusia yaitu  ruh (ada unsur ketuhanan), qalb, aql dan hawa (ada unsur syaithaniyyah). Dengan demikian hawa nafsu adalah bagian tak terpisahkan dari manusia yang akan cenderung kepada kejelekan. Oleh karena itu tidak berlebihan jika dikatakan bahwa musuh terbesar umat manusia yang tidak pernah berdamai adalah hawa nafsu. Rasulullah saw bersabda: jihad yang paling besar adalah jihad melawan diri sendiri. Maka, kalau hawa nafsu dibiarkan liar, maka pasti hawa nafsu itu akan menghancurkan diri kita sendiri.

Melalui ibadah haji, kita dapat belajar untuk me-numbuh kembangkan kesadaran pengendalian diri. Nafsu sejatinya memang harus tetap dapat terkontrol agar manusia dapat menuju tatanan yang baik dan menguntungkan. Namun, manusia secara naluriyah dan lahiriyah sangat lah lemah untuk mengontrol nafsunya. Maka, Islam tidak lah bertujuan untuk mematikan nafsu syahwat secara total, tapi justru untuk mengontrol agar nafsu ini tetap dalam posisi moderat, agar ia tetap sebagai manusia yang normal yang mempunyai hasrat, keinginan, emosi dan semangat hidup menuju kebaha-giaan hidup duniawi dan ukhrawi.

 

Allahu Akbar, Ma’asyiral Muslimin Rahimakumullah

Nilai ketiga, membangun kejujuran berbasis ketu-lusan. Salah satu ajaran dalam Idul Adha adalah perintah berkurban. Kurban atau udhiyah merupakan salah satu ibadah tertua dalam sejarah manusia.

Dalam surah al-Maidah ayat 27-31 dijelaskan bahwa kedua putera Nabi Adam, Qabil dan Habil, memper-sembahkan kurban kepada Allah. Kurban habil diterima sebab dilandasi ketulusan dan kejujuran, sedang kurban Qabil ditolak sebab dilandasi rasa iri pada saudaranya.

Kisah ini menjadi ibrah, cermin kepada kita bahwa amal ibadah yang kita lakukan, akan sia-sia jika tidak dilandasi ketulusan dan kejujurannya. Karena, sesunng-guhnya yang diterima Allah bukanlah daging atau darahnya melainkan ketakwaannya

Seperti kita rasakan dan ketahui bersama, kejujuran dan ketulusan adalah mutiara yang hilang di negeri ini. Itu sebabnya lembaga anti rasuah  kita, komisi pem-berantasan korupsi (kpk) menggunakan  tagline, slogan  “berani jujur hebat”. Pendidikan pada kalangan terpelajar saat ini, target lulusnya bukanlah lulus seratus persen, tetapi jujur seratus persen, karena kejujuran sudah mulai terasa menipis di dunia pendidikan kita. Adapun bentuk kejujuran yang ingin diraih  adalah kejujuran yang didorong oleh kesadaran kemanusiaan kita, karena Allah selalu berada di dekat kita, bahkan selalu dan berada dalam diri kita, kejujuran yang dilandasi ketulusan,  bukan oleh hal-hal lain di luar diri kita kendati hal itu juga merupakan suatu yang penting.

Kejujuran adalah bagian dari akhlakul karimah. Ia adalah  bagian terpenting dalam hidup ini. Ada suatu nasehat mengatakan: jika kamu kehilangan hartamu sesungguhnya kamu tidak kehilangan apapun, jika kamu kehilangan kesehatanmu maka kamu kehilangan sesuatu yang ada padamu, tetapi jika kamu kehilangan kejujuranmu maka kamu kehilangan segala galanya.

Secara tegas Nabi saw memerintahkan kita menjauhi ketidakjujuran karena pasti akan membawa keburukan dan keburukan itu pasti akan membawa kepada kehancuran/neraka dan memerintahkan untuk mene-rapkan kejujuran karena kejujuran pasti akan berdampak kebaikan dan kebaikan itu  pasti mengantarkan kepada kebahagiaan/jannah.

Dengan kejujuran ini lah Rasulullah saw bisa diterima oleh semua orang. Bahkan dinobatkan sebagai sosok yang paling cepat mampu mengubah peradaban dunia dan sosok yang paling berpengaruh di muka bumi oleh para peneliti barat.

 

Allahu Akbar 3x wa Lillahil Hamd

Nilai keempat, kesetiakawanan sosial. Nilia ini tercermin dari keikhlasan memberikan daging kurban kepada para fakir miskin dan para tetangga di sekitar lingkungan kita berada.

Dari keempat nilai yang terkandung dalam Idul Adha tersebut bisa diketahui bahwa ibadah kurban sesungguhnya  adalah wujud nyata bahwa Islam   adalah rahmatan lil alamin. Dengan kata lain hal ini menunjukkan betapa  kasih sayang antar sesama menjadi cita-cita dan harapan Islam.  Oleh karena itu, kita harus banyak mengintrospeksi diri terhadap sikap  dan cara ke-beragamaan kita selama ini, sudahkah cara beragama kita berdampak rasa aman, selamat dan damai bagi pihak lain?

 

Hadirin dan Hadirat Rahimakumullah

Ada empat (4) prinsip yang menjadi bukti  kerah-matan Islam, yaitu:

 

  1. Prinsip kebebasan

Yaitu tidak adanya paksaan seseorang untuk ber-agama tertentu seperti ditegaskan al-Quran

لَا إِكْرَاهَ فِى الدِّيْنِ

Tidak ada paksaan di dalam agama (Islam) (Q.S. al- Baqarah : 256)

Prof.Dr. Wahbah Zuhaily dalam kitab Tafsir al Munir mengatakan : “bahwa ayat ini merupakan salah satu prinsip Islam yang agung dan etika politik yang luhur dalam Islam; tidak membenarkan pemak-saan seseorang untuk masuk Islam.” Lebih dari itu, melalui prinsip ini Allah mengajarkan cara beragama yang penuh dengan kejujuran  dan toleransi, cara beragama yang didorong penuh oleh kesadaran kehambaan yang datang dari dalam diri manusia, bukan cara beragama yang dipaksa oleh pihak lain. Setiap orang berhak mengekspresikan keberagamaannya  dengan tanpa adanya rasa khawatir dan rasa takut.

Dalam peperangan pun, Rasulullah saw juga sering mengingatkan kepada para sahabat  agar tidak membunuh wanita, melindungi anak-anak dan tidak menghancurkan bahkan melindungi tempat-tempat ibadah agama lain.

Berdasarkan ini, maka tidak ada alasan kita untuk memaksa orang lain untuk sama cara beragamanya dengan kita, apalagi dengan cara kekerasan. Islam adalah rahmat, kasih sayang, kesantunan, kedamaian dan keselamatan bagi yang lain

 

  1. Prinsip kesesuaian dengan karakter dasar manusia.

Satu-satunya ciri pembeda manusia dengan makh-luk Allah yang lain adalah  akalnya. Akal inilah bekal yang diberikan Allah  untuk mengelola bumi seisinya. Maka siapa pun yang mampu menggunakan akalnya secara optimal, dialah yang akan berada di garda terdepan di bumi ini. Ini adalah karakter (fitrah). Dalam al-Quran Allah Swt banyak menyoal kepada kita

هل يستوي الذ ين يعلمون و الذ ين لا يعلمون

Apakah sama orang yang mengetahui dan yang tidak mengetahui.

Melalui akal yang dibimbing oleh ruh Allah manusia bisa memahami bahwa sesungguhnya fitrahnya adalah apa yang tercermin dalam al-asma al-husna (nama-nama/sifat-sifat Allah yang baik) yang terbentang dalam al-Quran. Itulah sebabnya mengapa Rasul meme-rintahkan kepada kita untuk menghiasi kehidupan kita dengan akhlak, dengan sifat-sifat Allah Swt (takhallaqu bi akhlaqillah). Penyerapan sifat Allah akan mengantar-kan manusia kepada kesucian jiwa sehingga memun-culkan kebenaran dalam berpikir, keteguhan dalam bersi-kap,dan kebaikan dalam berperilaku.

Perlu diketahui, kendati secara formal al-Quran adalah milik orang Islam, tetapi secara substansial ia diperuntukkan bagi seluruh umat manusia karena apa yang ada dalam al-Quran adalah fitrah manusia.  Al-Quran menegaskan dirinya sebagai hudan li al-nas (petunjuk bagi manusia). Artinya, siapapun bisa menjadikannya sebagai sumber inspirasi untuk menjadi yang terbaik dan menjadi penguasa di muka bumi ini.

Selama sekitar tujuh abad, sejak abad ke-7 hingga ke-14, Islam menguasai dunia karena mengambil nilai dan inspirasi dari al-Quran. Akan tetapi, setelah itu sam-pai sekarang, baratlah yang menguasai dunia karena justru nilai dan inspirasi al-Quran diambil  oleh mereka. Hal ini bukanlah isapan jempol.

Sebuah  penelitian mengenai bagaimana Islaminya nega-ra-negara Islam yang  dilakukan oleh Tim The George Washington University di bawah komando Prof. Scheherazade S Rehman dan Prof. Hossein Askari  membuktikan hal ini.

Dalam penelitian ini, tim membuat indikator yang mengukur Islami atau tidak Islaminya sebuah negara berdasarkan lebih dari 100 nilai-nilai luhur Islam. Misalnya, nilai kejujuran, amanah, keadilan, kebersihan, ketepatan waktu, ketepatan janji, empati,  toleransi, dan sederet ajaran al-Quran serta akhlak Rasulullah saw. Hasil yang diperoleh Tim tersebut, di antara 208 negara yang diteliti ternyata: negara-negara Islam justru berada jauh dari nilai-nilai Islam. Malaysia (urutan ke-38), Kuwait (48), Uni Emirat Arab (66), Maroko (119), Arab Saudi (131), Indonesia (140), Pakistan (147), Yaman (198), yang terburuk adalah Somalia (206). Sebaliknya, yang paling Islami adalah Selandia baru (1) lalu Luksemburg (2). Sedangkan negara barat yang dinilai mendekati nilai-nilai Islami adalah Kana-da(7), Inggris (8), Australia (9), serta  Amerika Serikat (25).

 

  1. Prinsip kemudahan bagi umat manusia

Secara umum ajaran yang ada dalam Islam  dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu  al-Tsawabit (sesuatu yang tetap dan tak akan berubah) dan al-Mutaghayyirat (sesuatu yang bisa berubah).

Ajaran inilah sebenarnya yang menjadikan Islam shalih likulli zaman wa makan (cocok dengan waktu dan tempat, kapan pun dan dimanapun, secara uni-versal). Dan kerangka kerja inilah juga yang telah mengilhami para wali kita, menyesuaikan Islam dengan kondisi obyektif bangsa Indonesia, sehingga lahirlah apa yang sekarang ramai dibicarakan orang dengan istilah  Islam Nusantara. Para wali sadar betul bahwa Islam tidak harus bercorak Arab, tetapi bias juga bercorak lain.

Allah menegaskan dalam al-Quran:

يُرِيْدُ اللهُ بِكُمُ اْليُسْرَ وَلَا يُرِيْدُ بِكُم اْلعُسْرَ

Allah menghendaki terhadap kalian kemudahan dan tidak menghendaki kesulitan (Q.S. al-Baqarah : 185)

Rasulullah pun jika mengutus sahabat ke suatu daerah seraya berwasiat :

يسرو ا ولا تعسروا, بشروا ولا تنفروا

Berikanlah kemudahan jangan berikan kesulitan, berikanlah kabar berita ya;ng baik jangan membuat mereka jauh.

Demikian pula dalam peribadatan, kemampuan ma-nusia berbeda, sementara tuntutan ajaran agama Islam harus tetap dilakukan. Ibadah haji yang wajib misalnya, bagaimana dengan yang tidak mampu? Shalat wajib dengan berdiri, bagaimana yang tidak mampu berdiri? Di sanalah kita dapat rahmat Islam dengan adanya keri-nganan dan kemudahan terhadap umat yang tidak mampu melaksanakan ajaran dengan sempurna.

 

  1.    Prinsip kesetaraan

Islam tidak pernah mengajar adanya bangsa nomor satu dan dua, tidak juga adanya kasta-kasta. Di hadapan Allah semua sama, pembedanya adalah takwa:

إنَّ أَكْـرَمَكُمْ عِنْدَ اللهِ أَتْقَاكُــمْ

Sesungguhnya yang paling mulia di antara kalian disisi Allah adalah takwanya … (Q.S. al-Hujurat: 13)

Rasulullah saw juga bersabda :

ليس لعربي ولا  اعجمي فضل إلا بالتقوى

Tidak ada kelebihan bangsa Arab maupun bangsa lainnya kecuali takwanya

Demikian pula halnya antara laki-laki dan perem-puan di hadapan Allah swt sama dalam berkarya demi-kian Allah tidak membedakan balasan bagi keduanya, firman Allah swt :

مَنْ عَمِلَ صَالِحًا مِنْ ذَكَرٍ وَأُنْــثٰى وَهُوَ مُؤْمِن فلنحيينه حياة طيبة ولنجزينهم أجرهم بأحسن ماكانوايعملون

Siapa yang melakukan amal sholeh baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman maka kami akan memberikan kehidupan yang baik dan akan kami berikan pahala yang jauh lebih baik dari apa yang mereka lakukan. (Q.S. an-Nahl : 97)

 

Allahu akbar 3x Walillaahil Hamd

Jamaah Shalat Idul Adha yang dimuliakan Allah

Setelah merenungkan nilai-nilai Idul Adha sebagai perwujudan rahmatan lil alamin, marilah kita berusaha seoptimal mungkin mewujudkannya dalam kehidupan. Yaitu kita membangun persatuan hakiki, bisa mengen-dalikan diri, bisa membangun kejujuran berdasar ketu-lusan  dan bisa membangun kesetia-kawanan sosial.

Kita wujudkan semua ini di atas prinsip kebebasan, kesesuaian dengan fitrah, kemudahan, dan kesetaraan. Kita wujudkan diri kita sebagai muslim substansialis sembari selalu mohon bimbingan serta ampunan Allah swt  hingga menjadi pribadi yang di ridhai-Nya. Amin.

 

اعوذ با لله من الشيطا ن الرجيم,  بسم الله الرحمن الر حيم, انا عطيناك الكوثر فصل لربك وانحر ان شانئك هو الابتر

بارك الله لي ولكم في القران الكريم ونفعني وايا كم بما فيه من الايات والذكرالحكيم وتقبل مني ومنكم تلاوته انه هو الغفور الرحيم

 

 

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *