Akhir Januari 2018: Saya Jadi ke Bintaro Tangerang
Saya tidak tahu persis apa yang akan saya lakukan dengan kepergian saya bersama istri ke Bintaro Tangerang pada hari Selasa malam itu. Bagi saya, kepergian itu sepertinya ada yang menuntun saya untuk wajib pergi ke situ. Dari sudut fakta, yang jelas selama ini, saya belum pernah punya waktu yang cukup untuk mengunjungi anak bungsu kami yang kebetulan sudah bertugas ke situ sekitar setahun ini sedang saya belum pernah satu kalipun untuk menjenguknya, siapa tahu bekerja di situ memang cocok di pikirannya dan sesuai dengan apa yang sepatutnya dia masuk di kantor di situ seperti yang memang dicita-citakannya bertugas di suatu institusi yang swasta, bukan dalam kategori pegawai negeri.
Malam Rabu
Tekad untuk pergi ke Bintaro jadinya berlangsung pada tahun 2018 ini. Pada malam Selasa, setelah sebelumnya di daerah kami hujan turun deras dan listrik juga padam, saya sepakat bersama istri untuk membeli tiket bus di Tempat P.O. Tiket Bus Nusantara yang ada di sebelah selatan Perkop di Semarang sana. Setelah menghubungi petugas penjual tiket, selain mendapatkan tiket yang dimaksud, di barisan tiga kanan bersama istri, saya dapat juga nomor telpon dalam alamat-alamat usaha dari P.O. Bus NUsantara.
Dari situ, kami memperoleh kepastian informasi, kapan saya jadinya akan pergi. Tertera di tiket bus Nusantara, bahwa saya bisa pergi Malam Rabu pk 19.70, namun kumpul di tempat pemberangkatan pada hari Selasa Malam, pukul 19.00.
Maka pada waktu seperti yang disebut itulah, saya datang bersama istri pada keesokan harinya, untuk pergi ke Bintaro dengan menaiki P.O. Bus Nusantara dengan Kode Berangkat No. 61 Jurusan Bogor, untuk turun di Citeureup.
Dengan sedikit penundaan, karena kondisi kami hujan, maka pada pukul 20.20, bus yang kami tumpangi berangkat ke Bogor untuk kami berhenti di Citereup. Sampai di Citereup pukul 4.45, setelah beberapa menit sebelumnya terdengar suara Adzan Subuh.
Di tempat pemberhentian, kami berdua turun dan pasif saja. Sebab dari situ saya sudah agreement akan dijemput oleh menentu kami yang sekarang sudah siap dengan mobilnya Grand Livina. Dua puluhan menit setelah kontak, kami pun lalu naik semobil dengan Mas Whildan, dibawa ke sebuah perumahan yang di situ sudah ditempatinya bersama anak putri kami Naily Kamaliah.
Ke Bintaro Tengerang
Setelah salat subuh, makan pagi dan beristirahat dari capek. Maka pukul 10.30 kami berangkat menuju tujuan dalam satu mobil bercat putih di Cibinong Bogor. Kendaraan yang disupiri oleh Nanda Whildan itu dari pergi hingga pulang kembali, mengantarkan saya, istri, yang disertai juga di situ oleh istrinya Naily dan cucunda Deela.
Kami sampai di Kantor yang berada di bilangan Bintaro itu waktu zhuhur. Mula-mula sempat bertemu dengan beberapa kawan nanda Nabiel. Pak Riky juga istrinya, Pak Wahyu yang bertugas sejak dua tahun lalu, ada lagi Bapak yang diam di situ, lupa siapa namanya, ada lagi di situ Pak Selamet, yang sering bersama Nabiel, terjun ke lapangan melihat serta mengamati proyek yang tengah ditangani oleh institusi yang ada di bawah pimpin an Pak Gagah Daruhadi itu.
Maksud kami Silaturahmi
Pada intinya maksud kami ke situ adalah silaturahmi ke kantor. Dan bersama itu, dikandung maksud: siapa tahu ada informasi lain bahwa anak kami di situ sudah dapat bekerja dengan baik, terutama pada masa ketika dia liburan dari sekolah yang diketahuinya berlangsung pada tahun ini.
Ternyata informasi yang dimaksud itu diperoleh. Pada pertemuan kami dengan segenap kawannya pada sesi yang pertama, dengan informasi dari Pak Riky, kami alhamdulillah memperoleh informasi tentang prestasi dari kawan Nabiel yang sekantor. Begitu pula dari Pak Wahyu dan Pak Selamet: bahwa Nabiel itu orangnya pendiam, tetapi gaul. Orangnya tenang, tetapi banyak diperoleh informasi mengenai terobosan pemikiran-pemikirannya. Bahwa banyak hal dari perusahaan diuntungkan dengan keberadaan nanda Nabiel. Itu buah pertemuan kami dengan kawan-kawan sekantornya pada saat kunjungan sesi pertama yang kami langsungkan setelah zhuhur.
Dari situ, kami lalu makan siang di rumah makan Padang, lalu melakukan salat zhuhur di suatu masjid yang berdekatan dengan Institusi Indo Power itu.
Kemudian, setelah ke kos nanda Nabiel, dan menunggu nanda Whildan dan Naily salat ashar, kami –yang sudah menjamak takdim salat kami, lalu menuju kantor tersebut kembali karena menurut informasi Bapak Gagah dan istri sudah sama siap berada di kantor bersama kami.
Alhamdulillah: setelah kami berjumpa dengan Bapak Gagah dan berbincang-bincang cukup lama. Dan setelah itu sempat juga berjumpa dengan Ibu setelah berbincang-bincang cukup lama, kami lalu diajak bersama ke suatu tempat makan di rumah makan lesehan yang lumayan lengkap. Di situlah kami akhirnya mengetahui banyak hal di seputar kantor. Layanan kepada publik. Keadaan orang dalam yang bertugas. Akhirnya, juga detail mengenai anak kami, Nabiel Erfan yang bertugas di kantor sudah sekitar satu tahun itu.
Terkesan Sidak
Ternyata silaturahmi kami itu ada kesan khusus di dalam pandangan Pak Gagah. Dari maksud kedatangan kami yang dilakukan dalam waktu singkat dan juga tidak sempat menggunakan waktu bermalam, maka [yang saya juga sempat memberi dua buku dan satu naskah khutbah itu] maka di situlah kami dibaca dalam konteks “semacam sidak.” Tentu tidak mengapa kami dibaca seperti itu, karena itu kami lakukan dalam rangka melihat pengabdian anak kami kepada institusi yang kini berada pengabdiannya.
Semoga kunjungan ini yang berakhir dengan menaiki Pesawat Batik Halim Jakarta ke A Yani Semarang pukul 21 WIB, bersamaan dengan gerhana bulan total itu, ada manfaat dan hikmahnya, untuk kekeluargaan kami dan institusi serta perkembangan di negara kami ini ke depan. Sekian. (Erfan Subahar).