Menghadapi Masalah dalam Kehidupan Nyata

Kehidupan ini universitas pengalaman. Jatah masanya setiap hari sama 24 jam bagi setiap orang, baik untuk yang kaya maupun bagi yang miskin, baik bagi orang hebat maupun bagi orang biasa. Semuanya diberi rezeki waktu sama, sama gratis anugerah  Allah, di samping sama diberi nafas yang juga cuma-cuma. Allah Maha adil juga Maha Hebat. Yang beda: sikap pripadinya ketika merespons masalah. Dari kebiasaannya orang bisa terus naik, dan bagi yang lainnya mandek karena penilaian rendah dirinyasendiri.

Orang tidak sama tatkala menghadapi masalah ‘ujian’ bagi dirinya. Akhirnya ada yang terlihat sukar ketika menghadapi apa yang mesti diselesaikan tiap hari, ada juga yang ringan-ringan saja, serta ada juga yang tidak pernah kesulitan. Sebenarnya, jika direnungkan “masalah” yang melekat pada seseorang itu menunjukkan kelas mereka.

Bisa dibenarkan suatu ungkapan, bahwa masalah adalah suatu “hikmah atau anugerah” yang kita belum tahu rahasianya. Maka itu ketika melaksanakan suatu aktivitas, lalu pada aktivitas dimaksud sudah diusahakan penyelesaiannya menurut kemampuan akal sehat dan pengalaman yang terbaik, tapi kok masih ada sesuatu yang tidak pernah tuntas-tuntas realisasinya maka ada kemungkinan lain dari penyelesaiannya.

Dari situ, maka menghadapi situasi atau masalah yang dihadapi, jalan way out yang terbaik sementara, “mungkinkan saja!”

Wih, apa juga yang dimaksud dengan “mungkinkan” ini. Ungkapan ini bisa bermakna,     “pecahkan menurut kemampuan optimal kita di saat ini.” Itu jawaban di saat ini.

Lalu bagaimana?

Lalu kita “mencari akal mengenai cara termungkinnya; atau cara yang termampu untuk dilakukan.”

Kemudian, kalau ada perasaan takut yang tiba-tiba menyelinap bagi menyelesaikannya? Bagaimana ini.

Bisa dijawab, “Takut itu khan kawan dari berani. Tokh yang punya takut ini bukan hanya kita sendiri?” Untuk disebut berani, “khan kalau sudah melalukan sesuatu yang sebelum nya bisa jadi ditakutkan itu.”

Maka persoalan di atas dapat ditegaskan lanjut, “tetap memberanikan diri mengha-dapinya.” Jadi, melakukan sesuatu yang ditakuti itu dalam kadar waktu yang kita miliki dengan berani tampil apa adanya.

Selanjutnya, kalau merasa diri tidak berbakat, bagaimana juga menghadapinya?

Jawaban pendeknya, “bakati saja!”

Apa yang dimaksud dengan “bakati saja,” bukankah ungkapan ini kita yang membuat, apa ini tidak berarti nekad?

Ungkapan bakati saja, sama dengan membuat diri ini terdorong ke depan. Tetap mencoba untuk mewujudkan apa yang menjadi persoalan yang mesti kita selesaikan. Dengan mewujudkan apa yang disarankan kepada diri sendiri, maka “diri ini dapat identik dengan orang yang sudah berbakat ketika mengerjakan sesuatu.” Maksudnya, “diri ini dibuat memiliki keyakinan dengan tindakan kita.”

Padahal “Keyakinan, adalah Andalan bagi tiap pribadi yang berani.” Karena hanya dengan keyakinan, orang bodoh bisa terlihat hebat. Bahkan dengan ‘keyakinannya,’ si bodoh yang mestinya “tanggung” berubah menjadi “tangguh”. Dan ternyata banyak fakta di dalam kehidupan, bahwa “orang bodoh yang yakin adalah lebih sukses daripada orang pintar yang ragu-ragu, yang tak maju juga tidak mundur dalam bertindak.

Maka ketika menghadapi kehidupan, baik oleh yang masalahnya ringan, sedang, maupun berat, kata kuncinya adalah “hadapi saja.” Diperlukan sikap “berani” ketika menghadapi permasalahan ini. Dan keberuntungan, dalam banyak kesempatan lebih berpihak kepada orang yang berani.

Jika menoleh kepada petunjuk Al-Qur’an, pada setiap masalah termasuk yang sukar, selalu ada imbangan yusra. Yaitu solusi dari masalah yang nantinya bisa diselesaiakan. Masing-masing dari shahibul mas’alah, sebenarnya akan selalu bisa menyelesaikan apa yang dihadapi.

Namun, karena kesabaran ketika menghadapi penghadang atau rintangan atau masalah  tidak sama kadar ketangguhannya maka seolah di situ ada “perintah” berhenti.

“Seolah ada perintah, sudah kamu cukup hingga di sini saja.” Tapi, “perintah” ini siapa yang mengatakan. Khan tidak jelas siapa yang mengatakannya. Yang hampir 100% pasti, “perintah”? itu hanya bayang-bayang saja. Pencipta kita tidak pernah memberi aba-aba manusia untuk mandek. Ya, bayang-bayanglah yang “memerintahkan” instruksi yang membingungkan itu.

Maka ketika menghadapi masalah jangan pernah lepas dari bimbingan. Pikiran bisa berimajinasai yang terbaik. Adakan perenungan, diskusi kreatif dan inovatif diri. Atau kalau belum klop: berembuk, bermusyawarah dengan mitra terbaik kita, atau minta nasihat kepada tokoh idola kita, atau tetap berikhtiar beristikharah.Dengan begtu, maka masalah dapat menemukan sosok-sosok penyelesaiannya, dari sedikit, terus bertambah jelas, terus kian tambah bentuknya, hingga mewujud sosok pemecahan yang jelas yang diberi nama “yusra.”

Akhirnya, masalah benar-benar merupakan hikmah di tangah orang bijak yang punya kesungguhan dan ketekunan untuk menyelesaikannya. Bagaimana menurut Anda (Erfan Soebahar).

2 thoughts on “Menghadapi Masalah dalam Kehidupan Nyata

    • I’m commenting to make you know what a nice encounter my cousin’s child encountered visiting your webblog. She picked up such a lot of details, which include what it is like to have an incredible teaching mindset to have many people without difficulty completely grasp a number of hard to do subject areas. You truly did more than her expected results. Many thanks for providing those great, safe, edifying and even fun thoughts on the topic to Kate.

    • I and also my guys have already been digesting the good information on your site then then developed a horrible feeling I had not thanked the site owner for those secrets. Those women had been for this reason excited to study all of them and have in effect sincerely been making the most of these things. Appreciate your actually being really considerate and also for making a choice on varieties of good tips millions of individuals are really eager to understand about. Our honest apologies for not saying thanks to sooner.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *