Sehari Menjelang Pelantikan Presiden NKRI

Seperti ditulis di web ini dulu, Prabowo dan Jakowi adalah dua capres kita yang membesarkan hati. Keduanya sama pernah memasuki panggung sejarah menjalankan amanat di NKRI ini. Dan keduanya sama lahir,  menginjakkan kaki, menerima pendidikan, dan dibesarkan di bumi ini. Kiprahnya juga sudah sama kita lihat, sama punya salah (sebagai manusia), namun sama memiliki keunggulan di bidang yang ditangani, Pak Prabowo di Militer sementara Pak Jakowi di bidang usaha lalu pemerintahaan sebagai walikota dan Gubernur.

Keduanya sama pernah mencalonkan diri sebagai capres. Dari situlah sama menghadapi pertandingan, sejak persiapan nyapres, sama kampanye di lapangan, sama berdebat sebagai capres — kadang hanya berhadapan berdua, kadang bersama cawapresnya [Hatta Rajasa dan Jusuf Kalla]. Keduanya sama pernah mengalami menang di satu bagian dan lemah di sisi lain, pernah berangkulan setelah panas dalam debat. Ya itulah sebuah pertandingan, ada kawan dan ada yang menjadi lawan, pernah panas, dan pernah sama panas-dingin.

Jika sama fair: maka di dada masing-masing dari capres kita tetap diyakini sikap bahwa lawan ya lawan. Lawan bertanding adalah untuk menentukan adanya yang kalah dan menang suatu pertandingan; lawan jelas bukan musuh, sebab musuh jelas tidak sama dengan lawan.  Dalam pemilu yang tak lain dari bentuk pertandingan, diperlukan lawan tanding untuk dimenanginya pertandingan bagi mendapat peluang pemimpin NKRI.

 

Pemilu: Sangat Senang, berekor Tegang

Dari pengamatan beberapa kali ikut pemilu di Indonesia, sukar ditutupi senangnya rakyat ikut Pilpres tahun 2014. Kita sama diajak menyaksikan pemilu yang mengasikkan. Pak Prabowo yang tampil bersemangat, menyentak rakyat yang berlama-lama di kursi malas, bangkit dari duduknya dan tergerak hatinya menyaksikan calon presiden kita sungguh-sungguh, sekiranya ditakdirkan menjadi presiden NKRI. Hari demi hari Pak Prabowo terlihat kiprahnya menyiapkan diri. Baliho-balihonya yang khas dan menampakkan penuh vitalitas, menginspirasi kita bahwa dari anak bangsa ini ada putera bangsa yang memiliki semangat, mirip Presiden Soekarno. Lahirnya di tengah-tengah kota, tidak asing dalam pergaulan internasional. Orangnya kaya, gagah, layak kita pilih menjadi presiden.

Pak Joko Widodo, juga punya kemiripan dengan Presiden Soekarno. Kulitnya sama sawo matang. Dekat dengan rakyat. Titelnya sama Ir (Insinyur). Walaupun beda perguruan tinggi, tetapi pendidikannya sama ditempuh di Indonesia. Keunggulannya: walau lahir dari kalangan rakyat, ketekunannya begitu tinggi, jujurnya menonjol, parasnya seakan mengajak orang-orang kebanyakan untuk sama-sama memberikan apa yang terbaik dari yang kita bisa. Menyiratkan kesan: Pak Jokowi orangnya sederhana tetapi mempesona. Padahal, paras yang belum terkena banyak sentuhan make up, mudah merawatnya, dalam beberapa tahun bertugas di Istana Negara. Karena, berbekal badan tinggi dan wajah belum terawat penuh masih mungkin disulap. Dan ternyata, berangkat dari dunia usaha, bisa berhasil di walikota dengan menangkat martabat rakyat di mata dunia, juga memproses daerah Jakarta walau baru dua tahun menjabatnya.

Mendapatkan sosok Pak Prabowo dan Pak Jokowi seperti di atas, siapakah rakyat yang tidak senang. Di Pemilu 2014 yang lalu, rakyat Indonesia mendapatkan tontonan sosok yang benar-benar menyenangkan. Sosoknya seolah kontras satu dengan yang lain, tetapi punya kemenarikan. Di situ, selain ada kontras yang menarik di presidennya, namun juga ada yang kontras dan menarik di Wapresnya. Pak Hatta titelnya Ir (Insinyur), dan orangnya masih muda, sedang Pak Jusuf Kalla yang Drs (doktorandus) sosoknya sudah menanjak tua, tetapi pada keduanya sama-sama masih segar otaknya, dan sehat badannya. Layak, bila pada Capres dan pasangan- nya sama-sama memiliki pengikut, karena sama memikiki keunggulan, yang layak tampil sebagai pemimpin yang mendapat dukungan rakyat.

Maka pantaslah, jika pasangan Capres dan Cawapres kita sama diminati oleh rakyat Indonesia. Rakyat, ketika  menjelang pelaksanaan pemilu, dan ketika pelaksanaan pemilu benar-benar merasakan suasana lain. Mereka sama tampak senang hati dengan kesadarannya, hadir atau datang ke bilik-bilik pemungutan suara, berduyun-duyun, seakan pemilu kali ini adalah pesta keselamatan rakyat. Pendeknya, pemilu 2014 adalah pemilu milik rakyat dan cermin dari kemauan rakyat. Mereka begitu bangga dengan cepres dan cawapres yang sama bertanding dalam pemilu terbuka itu.

 

Degdegan

Namun siapa yang tidak degdegan. Jika ketika pemilu kita sangat senang, semuanya guyub datang di bilik suara menyoblos calon tanpa dipaksa-paksa, dan kehadirannya adalah kehadiran nyata. Dan senang juga, ketika menghitung suara –dengan quick cound dan manual dari hari ke hari– begitu sudah perhitungan akan ditentukan finalnya, Pak Prabowo membuat kejuran.  Pak Prawowo dengan didampingi pimpinan partai kualisinya, memberi pengumuman via TIVI yang menyatakan, menarik diri dari penghitungan suara, dan dari keikutsertaannya sebagai kontestan pemilu.

Untuk panitia KPU dalam ketenangannya, dan dalam konsistensinya yang tinggi. Tetap menyelesaikan tugasnya. KPU benar-benar menyelesaikan tugasnya sampai rampung.

Akan tetapi, KPU pun masih menghadapi ujian berat. Karena ia diperkarakan ke Mahkamah Konstitusi (MK), atas perilakunya selama melaksanakan tugas memproses pemilu.  Masa selama memproses perkaranya, yang dilanjutkan hingga disidangkannya perkara mengenai pemilu di MK, membikin rakyat merasakan detak jantung yang tidak ringan.

Pacuan jantung rakyat ketika itu serasa menggoncang ‘Arasy, hingga malaikat yang bertugas menurunkan hujan, tidak menurunkan hujannya.  Kondisi di Indonesia pun terasa memanas, dimana-mana jika dulunya senang, terasa terganggu kesenangannya. Kondisi kesenangan yang dulu rasanya meninggi, tiba-tiba menjadi sedikit sial. Karena kesenangan yang asalanya utuh menjadi milik seluruh rakyat, tiba-tiba seperti mau dibelah menjadi separuh-separuh. Wiihh, mana ada ya kesenangan yang hanya separuh hati yang membuat benar-benar senang.

 

Dari Tegang Kembali Tenang

Dua hari menjelang pelantikan presiden, kedua tokoh kita bisa bertemu.  Pak Jokowi, sebelum pelantikannya, bisa bersalaman dan nepuk-nepuk bahu Pak Prabowo. Sambil mengucapkan, “Selamat Berulang Tahun,” di tempat tinggal Pak Prabowo, ketegangan itu menemukan momentum bagi proses damai.

Kedua tokoh itu menemukan kembali jiwa kebangsawanannya. Sepanas apapun di dada, dan segeram apapun rasa mau mengerang, ada satu yang akhirnya sama dipegangi. “Dimana bumi dipijak, di situ langit dijunjung,” kata pepatah. Situasinya membawa kita kembali segar, dan mengarah kepada ketenangan.

Kalau saja situasi ini seperti diduga kembali kepada tenang, maka rakyat Indonesia tetap dapat diprediksi gambaran perbaikan nasibnya. Karena diam-diam, kita ini termasuk punya contoh tokoh yang bisa bermain cantik. Situasi bisa dibuat hangat dan panas, tetapi tujuan ke depannya sama dijunjung tinggi.

 

Selamat Pak Jokowi, dan Trima kasih Pak Prabowo

Selamat menduduki kursi Indonesia Satu Pak Jokowi, karena takdir telah bersama Bapak. Rakyat telah dengan setia siap di belakang Bapak. Kita sama mengharap segara diproses apapun yang membawa kesejahteraan rakyat dan negara NKRI, dan yang membawa kemakmuran dan keadilannya. Tetap temukanlah situasi terbaik, bagaimana membawa Indonesia ini menjadi negara yang besar, pantas, adil, serta makmur.

Kepada Pak Prabowo, terima kasih kerena telah menjadi lawan permainan yang baik. Tetaplah Bapak menjadi orang baik di NKRI ini, yang tetap kaya harta dan kaya hati. Bawa rakyat ini, menjadi besar di bidang usaha dan karya yang menggetarkan hati, dan jadilah kita partner terbaik yang mendampingi kebesaran Pak Jokowi. Nama Bapak tetap harum, jika saja keamaan NKRI, kedamaian, bisa didukung dan dimotori oleh kamampuan orang-orang besar dan rakyat yang berada di dalam gengangaman ibu pertiwa di Indonesia ini, merdeka !!! (Erfan Subahar).

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *