Selamat Memperingati Maulid Nabi Muhammad Saw 2015 M/1437 H
Memperingati kelahiran bagi seseorang adalah keniscayaan. Apalagi yang diperingati adalah seorang tokoh. Tanpa diminta, orang yang sadar hal itu akan melakukannya. Dari situ, orang-orang dari tingkat kehidupan yang sederhana, kalangan menangah, lebih-lebih kalangan atas, suka untuk melakukannya. Karena orang dilahirkan kedunia itu saja sebenarnya dirinya itu bisa hidup adalah suatu kehormatan. Manusia tidak ada yang mampu merencanakan kapan dirinya lahir, tetapi dia nyatanya ditakdirkan lahir. Maka hal yang seperti ini adalah anugerah Allah kepada hambanya yang sukar dikalkulasi dengan apapun di dunia ini.
Jika orang yang kehidupannya sederhana saja kelahirannya diperingati, begitu pula kelas menengah, maka betapakah jika yang lahir itu orang yang terbukti nyata-nyata sepenuh hidupnya dicurahkan untuk terciptanya nasib umat yang bahagia di negeri dunia dan negeri akhirat. Mamperingati kelahiran beliau jelas merupakan aktivitas yang mulia bagi kemanusiaan, dan tentu layak hal itu dilakukan.
Seni Islami dan Penyambutan Maulid Nabi
Tidak semua kegiatan baik yang akhirnya naik menjadi ibadat itu berdalil Qur’an dan Hadis. Karena sumber hukum Islam itu tidak hanya Qur’an dan Hadis. Jika kita buka kajian ilmu ushul fiqh misalnya, di situ kita sering mengetahui bahwa sumber hukum itu berturut-turut bisa berupa: Al-Qur’an, Hadis, Ijma’, Qiyas, Syar’u Man Qablana, Maslahah Mursalah (Istihsan), dll. Kegiatan maulud, dapat disimak dari dasar hukum maslahah mursalah ini.
Yaitu, suatu maslahah yang dipandang perlu ada orang mayoritas kaum muslimin; yang karena demikian maka ia menjadi baik dalam pandangan Allah. Kenyataan demikian sejalan dengan ketentuan hadis Nabi saw; Ma Ra-aahul Muslimuuna Hasanan Fahuwa Indallaahi Hasanun, artinya ‘Apa yang menurut orang-orang beriman dipandang sebagai baik, maka hal itu menurut Allah juga dipandang baik.’
Sekadar menyambut kelahiran Nabi dengan acara tunggal menampilkan ceramah, di sejumlah tempat dipandang tidaklah cukup. Untuk itu, jalan melengkapinya biasa ditempuh dengan suatu komposisi acara yang menyegarkan. Banyak seni misalnya yang dapat ditampilkan. Misalnya, di kalangan Jawa Tengah kita mengundan Kiai Kanjeng, yang di samping berisi pengajian, di situ juga diselipkan bunyi-bunyian musik.
Namun suatu pertimbangan baik, layak kita cerna dengan lebih mantap. Misalnya, di antara acara ceramah Maulid Nabi saw, kita tampilkan seni yang nyata-nyata disuka oleh Rasulullah saw yaitu seni hadrah dan rebbana. Dengan kemasan yang bagus, tidak sedikit kesenian ini dapat membawa kita ke momentum lebih puas lahir dan batin dalam rangka menyajikan seni dalam penyempurnaan acara Maulidun Nabi saw. Seperti maklum, leteratur keislaman banyak menyupport kesenian ini karena menurut madzhab al-Syafi’i kesenian ini termasuk mubah, sehingga dapat menambah menariknya suatu acara.
Acara Maulid Nabi saw yang diselingi hiburan jika acaranya diselenggarakan di kalangan banyak pemirsa yang di dalamnya terdiri dari berbagai-bagai kalangan. Namun, bagi kalangan terdidik seperti para dosen, dan kalangan yang sibuk, lebih-lebih para guru besar, biasanya acara cukup sederhana: pembukaan, pembacaan ayat-ayat suci Al-Qur’an, dan diakhiri dengan acara penutup (Erfan S).