Sebuah Puisi 2: Andaikan Karya Bertumbuh
Andaikan suatu karya bisa bertumbuh
maka tidak bisa dibayangkan manfaatnya.
Dulu, sewaktu aku duduk di bangku sekolah dasar
di desaku, yang lalu pindah di kota kecamatanku,
bagiku tugas mengarang itu menjadi kesukaanku.
Ketika karya pertamaku selesai ditulis
di bangku SD Kelas lima, berbunga-bunga hatiku.
Guruku Pak Djailani SU, memberi support, wah anda pintar Fan.
Besok kamu menulis lagi ya, semakin diperbagus.
Maka besok kamu akan menjadi penulis yang hebat.
Dari situ, hatiku menjadi berbunga-bunga.
Pelajaran bahasa Indonesiaku
aku perteguh setiap hari, mengalahkan lainnya.
Disusul dengan lagu-lagu wajib dan lagi lokal yang diajarkan
Pak Djel itu, begitu meletup-letup di benakku.
Lebih-lebih ketika prosa Bertamasya ke Pasir Putih
menjadi karya yang dinilai sangat tinggi oleh guruku
sewaktu aku di kelas enam SD.
Maka Pak Susmono begitu menjadikanku
benar-benar membawa angin dan bintang dalam diriku.
Di benak ini sudah ada sejuta andaian,
bahwa aku mau menulis sejak 1968 dan 1969 itu.
Ya menulis dan menulis terus …
Entah itu meringkas pelajaran, menulis halus,
membaca Al-Qur’an dan buku, lalu menulis dekte guru dan catatan-catatan.
Al-hasil, menulis sudah menjadi bagian dari kesukaan
harian yang tumbuh dan terus tumbuh.
Aku harap, ini tidak hanya terjadi bersemangat
di masa kecilku.
Melainkan ini kuingin tetap bersemi
di masa sudah guru besar,
hingga akhir hayatku.
Entah berapapun nanti jadinya (Eba Bahara, 27-2-2017)
Very interesting information!Perfect just what I was looking for!Money from blog