Shalat dan Aktivitas Muslim yang Fokus Menghadap Kiblat
Berada dalam nuansa 27 Rajab 1436 H, kita diingatkan ke persoalan salat dan aktivitas unggul menghadap kiblat, yakni Baitullah. Ingatan demikian tentu tidak sekadar dalam ingatan fisikal, karena urusan menghadap kiblat adalah bukan hanya menghadap diri dengan badani, namun sebenarnya dan terutama juga adalah dengan rukhani kita. Karena yang menghadap ke Kiblat tegasnya ke Baitullah adalah keseluruhan ruhaniyah kita. Inna shalaatii wa nusukii wa mahyaaya wa mamaatii lillaahi rabbil ‘aalamiin; ‘sesungguhnya shalatku, aktivitasku, hidup dan matiku adalah karena Allah Penguasa alam semesta.’
Fokus ke Baitullah
Untuk me-nuju-kan diri atau fokus ke Baitullah yakni Kiblat semua muslimin, bukan persoalan sederhana. Karena dalam praktik, ternyata belum semua orang beriman dan mukmin mampu ketika salat menghadap kiblat secara rukhaniah, apalagi di luar salat. Maka di saat yang seperti ini ada baiknya artikel ini membicarakan tentang salat yang fokus ke Baitullah.
Melaksanakan salat menghadap kiblat — sekalipun tidak mudah — layak kita mulai melatihnya. Pertama, dimulai dengan berwudhu yang benar, memenuhi syarat lebih dahulu bahwa diri kita sudah nyata-nyata muslim, baik dengan bukti bersyahadat uluhiah dan risalah yang tepat dan baik. Berwudhu’ pun diri juga dalam keadaan menghadap kiblat, sehingga wudhu dapat dilakukan dengan tepat karena Allah Swt. Jadi ibarat kita menghadap yang benar, maka diri ini sudah menata hati untuk fokus diri ke Baitullah dalam segala aktivitas diri, terutama wudhu dan salat, lalu aktivitas kehidupan kita. Fokus demikian ini adalah fokus penuh diri kita ke Baitullah, yang setelah berwudhu’ kemudian juga dilakukan ketika melakukan salat.
Kedua, salat adalah aktivitas ibadah istimewa muslim. Baik muslim pria maupun muslim wanita, semua menerima kewajiban untuk menunaikan perintah melaksanakan salat sini pada setiap waktu shalat, yang tidak boleh diwakilkan serta juga tidak boleh ditunda-tunda pelaksanaannya. Ini berarti semua muslim laki dan perempuan, wajib menjalankannya dan tidak ada alasan meninggalkannya. Karena salat muslim yang tepat, dapat menyelamatkannya dari prilaku fakhsya dan munkar ‘perbuatan yang keji dan perbuatan yang mungkar.
Disebut istimewa bagi salat, karena ia berbeda dengan ibadah lainnya seperti zakat, puasa, dan haji. Jika zakat dan haji, masih ada persyarakatan bagi orang yang telah mampu untuk melakukannya. Pada puasa, meskipun ia diwajibkan namun ada kalanya masih bisa ditinggalkan jikalau muslim sedang bepergian jauh atau dalam keadaan sakit.
Kalau ibadah salat, jika tidak mampu melaksanakan berdiri dibolehkan duduk, jika tidak mampu melaksanakannya dengan duduk dibolehkan berbaring. Pada hakikatnya secara prinsip salat itu adalah yang wajib dilaksanakan pada waktunya.
Atas dasar itu jelas sekiranya salat itu menjadi ibadah yang akan ditanya pertama kali pertanggungjawabannya kelak akhirat. Jika kita benar-benar berkomitmen melaksanakannya dan kemudian melaksanakan dengan benar dan baik maka semua amal lain kita diterima, namun jika buruk pertanggungjawaban kita mengenai salat ini maka tertolaklah amaliah apapun yang lainnya.
Masih Berbelok Berperilaku Mungkar?
Persoalannya: bagaimana sebenarnya kemungkinan yang telah terjadi, seseorang menjalankan salat tetapi masih saja ia berprilaku keji dan munkar, adakah yang salah dalam melakukan salatnya?
Seorang muslim yang baik mesti meyakini kebenaran firman Allah bahwa sesungguhnya shalat itu akan mencegah pelakunya dari melakukan perbuatan yang keji dan yang mungkar. Jika sudah shalat tetapi masih melakukan perbuatan yang terlarang dimaksud, tentu mesti ada yang salah dengan salat kita. Karena yang dinamakan salat, bukan sekadar aktivitas syari’ah yakni ‘rangkaian perbuatan dan perkataan yang dimulai dengan takbiratul ikhram dan diakhiri dengan salam’ sebagaimana yang didefinisikan oleh kalangan Ahli Fikih sehingga disebut sudah dianggap melaksanakan salat. Namun, secara substansial atau hakikat salat tidak cukup hanya dengan gerakan fisikalnya.
Salat itu mesti fokus menghadap Allah Swt. Yaitu, menghadap diri ke Kiblat, Baitullah melalui memahami serta mncermati setiap pernyataan yang diucapkan dalam melakukan salat. Hadir diri secara jasmaniah dan rukhaniyah dengan segenap komitmen diri bahwa semua aktivitas, hidup dan mati kita, seluruhnya untuk Allah semata haruslah diwujudkan dalam kenyataan keseharian diri yang terus dalam kontak hati di ketika salat, yang juga bersambung dengan di luar aktivitas salat. Tak ada pernyataan kosong yang hanya berisi kesia-siaan dalam kontak dengan Allah. Suatu hadap yang nyata dalam fokus diri kita ke Kiblat, Baitullah.
Jelasnya, secara substansi salat itu menghadap Baitullah. Seluruh jiwa kita hadir di Baitullah. Tegasnya, sejak saat niat dan sekaligus takbiratul ihram, rukh atau jiwa kita hadir di Baitullah secara total sehingga kedamaian akan benar-benar sangat terasa wujudnya. Kita khusyu’ dalam salat di Baitullah. Nah, jika ada sebagian waktu salat masih tercabut dari Baitullah, di situlah nafsu manusia mengganggu rukh atau jiwa ketika menuju Tuhan. Sehubungan dengan itu, diperlukan latihan dalam fokus ini.
Latihan Diri dengan Kesungguhan
Melatih diri secara terus menerus dan dengan kesungguhan dalam beribadah salat juga lainnya ke Kiblat yakni Baitullah, adalah suatu keniscaaan. Karena tanpa berlatih diri akan sukar untuk dapat berhasil.
Pertama, mengkonsentrasikan jiwa (rukhaniah) pada saat niat salat ketika takbiratul ihram, di awal salat sampai dengan di akhir salat. Niat salat menghadap Baitullah terus dipertahankan terus sampai salam, dan tetap dalam konsentrasi ke Baitullah — termasuk ketika diri ini mendapat godaan yang akan mengalihkan diri dari konsentrasi itu. Kita mesti terus menerus tetap mengembalikan konsentrasi ke Baitullah. Insya Allah pada saatnya kita akan mampu berkonsentrasi secara total.
Kedua, melatih konsentrasi diri dan rukh pada saat menjalankan aktivitas-aktivitas apapun ke arah Baitullah. Misalkan sewaktu akan menjalankan tugas-pekerjaan, mengendarai kendaraan, hingga akan istirahat atau tidur, diri ini diarahkan ke Baitullah, maka kebiasaan itu memudahkan diri fokus ke Baitullah. Dengan banyak latihan fokus ke Baitullah, maka kita akan mudah dan cepat menguasai diri serta mematahkan godaan nafsu dan setan.
Masih juga sukar menerapkan fokus ke Baitullah, tidak mengapa. Yang penting kita tetap berlatih: karena fokus ke Baitullah, mamang butuh konsentrasi dan fokus diri kepada Tuhan, melalui memfokuskan diri di Baitullah. Dalam pada itu, mesti diyakini bahwa ketika diri kita dapat memurnikan keimanan kita dengan fokus kepada Tuhan maka akan sangat mungkin dan mudah bagi Tuhan untuk memberikan ilmu dan hikmah yang sangat banyak, sebab sesiapa yang diberikan hikmah oleh Tuhan maka sesungguhnya dia telah dianugerahi kebaikan yang sangat banyak.
Akhirnya, semoga Allah Swt menuntun tiap-tiap kita mampu menemukan jati diri, dan sekaligus menghadapkan serta menghadirkan rukh kita ke Baitullah, sehingga salat kita mampu menjadikan hidup ini berhasil dan mulai, menjauhkan diri kita dari berprilaku yang tidak terpuji dan yang mungkar. Kita berhasil meraih hidup beruntung dan mulia di jalan-Nya, Amin (Erfan Soebahar).