Tips Hidup Senang dan Memperoleh Ridha Allah Swt

Hidup di dunia ini sesungguhnya adalah anugerah, yaitu anugerah Allah Swt kepada hamba-Nya. Tidak satu pun dari hal-hal yang berkait dengan kehidupan, yang terlepas dari anugerah itu. Kelahiran misalnya, tidak satupun dari kita yang tahu: mengapa kita lahir pada hari Anu, di tahun sekian, bertempat di daerah kita lahir. Bahkan, kapanpun kita dipanggil untuk meninggalkan kehidupan dunia ini, kita tidak ada yang tahu; mungkin hanya hamba Allah (yang jelas atas bisikan-Nya jua) yang istimewalah yang dianugerahi ketahuan oleh Allah Swt, yang bisa tahun, yang membedakannya dari yang lain. Jadi hidup ini benar- benar anugerah Allah untuk dijalani dan dinikmati.

Persoalannya: Menjalani kehidupan seperti apakah yang baik kita jalani agar hidup di dunia ini berlangsung dengan senang? Adalah bimbingan keagamaan berupa tips sederhana yang mudah dipahami agar dalam kehidupan ini kita dapat selalu senang dan juga dalam ridha-Nya? Ada beberapa tips ikhtiar yang saya coba ikut memikirkannya dalam tips yang berikut ini.

 

Enam Tips Kehidupan 

Pertama, ketahuilah dengan pasti bahwa kehidupan di dunia adalah untuk bekal kita hidup di akhirat.  Karena hidup sekarang adalah hanya bagi mengumpulkan bekal, maka hidup di dunia intinya adalah hidup yang hanya untuk berbuat atau melakukan amal-amal yang baik dan benar serta yang sekaligus bisa sambung ke kehidupan akhirat. Amal-amal yang benar dan baik itu seperti dimaklumi adalah banyak sekali jenisnya, mencakup ibadah mahdhah, ghairu mahdhah, berinteraksi dengan sesama secara benar, dan sebaliknya benar-benar meninggalkan yang buruk-buruk yang jelas tidak berguna. Dan yang terpenting dalam konteks ini, bahwa amaliahnya adalah yang sambung dengan akhirat itu, yaitu hanya melakukan semua amal kebaikan dengan ikhlas. Murni untuk memperoleh ridha-Nya. Maka tips terbaik untuk hidup dengan sasaran di atas adalah kita selalu hidup menjalani amal-amal yang benar dan baik yang dilakukan secara tulus. Untuk itu tips bahagian sehari-hari kita adalah melakukan apapun kegiatan kita secara ikhlas adalah sumber dari semua kesenangan dan kebahagiaan.

Kedua, melalukan ibadah mahdhah hanya yang sesuai ketentuan Allah Swt. Karena yang menciptakan hidup, arah hidup, dan tujuan hidup yang membahagiakan itu adalah Allah, maka tidak ada kaidah atau rumus lain yang paling layak ditempuh selain yang telah ditentukan dan berdasar firman Allah Swt dan agtau sabda Nabiullah saw. Sejak melakukan persaksian syahadat, baik yang uluhiyah maupun risalah; shalat lima waktu, yang dilakukan pada awal waktu; berzakat atau berinfak atau bersedekah; berpuasa, wajib atau sunnah; juga berhaji — yang terbaik diikuti adalah hanya yang berdasar petunjuk Allah dan Rasulullah saw. Kebahagiaan dalam konteks ini tentu hanya bagaimana kita sedapat mungkin beribadah mahdhah yang sesuai dengan petunjuknya. Selalu bisa ingat dengan benar kepada Allah (li dzikrii [Allah]) dalam ingatan yang mantap, sehingga nasib kita akan terus Diingat oleh Allah, baik untuk dilindungi maupun untuk terus ditolong dan diperbaiki sampai yang terbaik menurut Allah.

Ketiga, membina kehidupan keluarga dan masyarakat yang akrab dan kompak.  Keluarga yang baik adalah keluarga yang rukun dan akrab. Di sini keluarga adalah wahana menjalin terus hubungan rukun yang berjangka panjang, sepanjang kehidupan. Dalam unit-unit keluarga, kehidupan akrab perlu diajarkan dengan baik; satu anggota keluarga dengan yang lain adalah ibarat satu bangunan yang saling menguatkan. Semua anggotanya saling pandai mendudukkan diri dengan tepat dalam peran: sebagai pondasi, pilar, batu bata, atap atau gentheng, dan perangkat lengkap rumah keluarga yang utuh. Semangat persaudaraan mesti teguh dan kukuh. Kompak: pada saat kapan pun merupakan perjuangan bersama. Demikian  pula kehidupan bermasyarakat muslim, silaturahmi, dan persaudaraan adalah kehidupan bersama yang mesti dijunjung tinggi. Mukmin yang diibaratkan “satu anggota tubuh” dan “satu bangunan” bukan hanya menjadi tips yang asyik dibicarakan, namun benar-benar ditanamkan dengan jelas dalam kehidupan. Maka (1) ketita bertemu, salamlah tegur sapa kita;  setiap (2) ada undangan pertemuan, maka kehadiran adalah kita jawaban indah kita; bila (3) kita dimintai nasihat, maka dengan ringanlah hal itu kitakabulkan; dalam (4) keadaan ada diantara saudara kita yang bersin menyebut hamdalah, kita doakan dia dengan yarhamukallah; bahkan, ketika (5) meninggal pun, saudara kita seiman kita perlakukan dia dengan syarat rukun hingga kita mengantarnya ke liang kubur. Jadi, suasana akrab dan kompak menjadi warna khas persaudaraan Islam baik di lingkungan kelurga maupun kehidupan bermasyarakat.

Keempat, suka mencari dan mewujudkan persaudataan.  Saudara kita itu ternyata bukan hanya orang-orang yang muslim, tetapi juga adalah orang-orang yang dalam kontak dengan kita sama memiliki keinginan berbuat baik dan membangun bersama kehidupan yang maslahat. Karena manusia itu, asal usulnya adalah sama; sama berasal dari Ayah – Ibu kehidupan yang sama yaitu, Bapak Adam dan Ibu Hawa. Tuhannya adalah pencipta semua makhluk, yaitu Allah — yang dari Beliaulah kita berasal, dan kepada Beliau juga kita berpulang kelak. Maka, dari sudut filosofi Ayah dan Ibu yang serumpun itu, manusia yang baik tentu yang menyukai kesenangan dan kekompakan hidup. Yaitu hidup bersaudara; suka mencari dan memperoleh saudara; juga suka memupuk, memberi, serta melayani rasa persaudaraan; dan terus mengikat dan hidup bersaudara itu, via forum silaturahmi dan juga forum pengajian.

Kelima, bersaudara dan membangun dunia damai.  Kekompakan hanya bisa terjadi dengan iktikad baik, yaitu hidup bersama yang dimulai dengan kebaikan yang sejak dini dari diri kita masing-masing. Kita tidak boleh hanya menuntut orang lain berbuat baik, sementara diri kita sendiri enggan melakukannya. Maka yang pas, siapa pun anggota keluara, anggota masyarakat, anggota suatu bangsa, hingga anggota kehidupan di dunia ini, sebenarnya semua kita ini adalah bersaudara seketurunan. Sampai pun yang berbeda agama, sebenarnya masih bisa ditarik untuk hidup bersaudara. Ya bersaudara dengan kita dalam wawasan yang luas. Konsep ini dapat diambil contoh dari dakwah Nabi Muhammad saw di Makkah dan di Madinah. Jika di Makkah, persaudaraan Islamlah yang benar- benar beliau tanamkan dengan kuat, tetapi ketika menangani Madinah maka beliau memberikan contoh kepada kita bagaimana tepatnya sesama muslim itu benar-benar rukun, demikian juga muslim dengan sesama dan muslim dengan non muslim, hingga non muslim satu dengan non muslim yang lain serta sesamanya, ya semua kita itu disatukan secara utuh dalam kehidupan bersama seagama.

Keenam, bersaudara sedunia dengan menebar jurus akhlak mulia.  Sesunguhnya bersaudara dengan manusia sedunia, masih mungkin juga diadakan dan diwujudkan. Pintu itu insya Allah belum ditutup rapat, entah seperempat pintu, separuhnya, hingga terbuka semuanya. Semua penulis layak mengeluarkan pendapat. Yang tahu sejarah bisa mengajukan konsep khilafah; yang lain bisa melalui konsep imamah; lainnya bisa mengajukan diri melalui persaudaraan perserikatan bangsa-bangsa. Namun, penulis artikel ini merasa lebih pas dengan mengajukan alternatif dalam tulisan ini melalui “mempraktikan akhlak mulia” secara bertahap bagi kehidupan bersama peringkat dunia. Hidup biasa tertib: ketika mau makan, ketika hadir di pertemuan atau persidangan, ketika beribadah adalah di antara contoh. Kawin dengan aturan yang dipegangi seagama: adalah contoh dapatnya hidup tenang dan tentram berjalan rapi. Bisa bekerjasama baik antar tokoh agama bagi terjaminnya keamanan semua penganut agama dalam beribadah dalam agama yang diyakini benarnya. Saling hormat terhadap orang lain ketika berpendapat di dalam rapat-rapat internasional, dengan tegur sapa yang ramah adalah tampilan akhlak mulia yang baik. Dan tertibnya disiplin bertemu antar pemimpin dunia, adalah suatu warna akhlak yang layak dirintis dan diberi kesempatan bagi terciptanya hidup senang dan bahagia serta diridhai Allah Swt.

Demikian sekilas tips hidup senang atau bahagia dan mardhatillah, yang dipertimbangkan melalui penulisan ini untuk terjelmanya kehidupan yang bahagia dan diridhai Tuhan, untuk memperoleh kebenaran yang diinginkan bersama insya Allah (Erfan Subahar).

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *