Wali itu Empat Macam
Sambil mudik saya menyempatkan diri ke ke Ustadz Sobari. Ustadz yang tinggal di Pasuruan itu punya keunikan. Mantan Santrinya Mbah KH Hamid Pasuruan ini punya kemampuan. Mengobati orang sakit sambil diselingi berdakwah. Sambil mengobati, pasiennya dibawa ke dalam kehidupan beragama yang kokoh.
Tanda-tandanya bisa disaksikan. Kita lihat misalnya, di pigora rumah beliau. Di situ tertulis, “Bertakwalah kepada Allah dan hiduplah jujur. Lebih baik mati dalam keadaan jujur daripada hidup tapi penuh kebohongan. Beliau berdalil, “Sesungguhnya jujur itu mengandung kebaikan, dan kebaikan itu bisa memasukkan seseorang ke dalam surga.”
Di antara nasihatnya, kita mengenal beberapa ungkapan. Misalnya, “Belajarlah ikhlas walaupun itu sukar.” “Belajarlah memaafkan walau hal itu tidak gampang…” dst. Diam-diam ustadz ini telah telah dihadiri banyak pasien paras atas. Beberapa orang besar di republik ini, juga berobat ke sana. Misalnya, mantan Menteri Agama RI Dr. Tarmidzi Taher, Prof. Malik Fajar, Prof. Imam Suprayogo Mantar Rektor Malang, dan banyak yang lain.
Suatu ketika Ustadz Sobari menyampaikan mengenai wali. Tuturnya, bahwa wali itu ada 4 macam yaitu: wali sumur, wali sembur, wali catur, dan wali tutur. Wali sumur adalah orang-orang yang ilmunya ditimba dan diberikan kepada banyak orang. Dia tampil di tengah-tengah kehidupan, yang semakin lama semakin terkenal. Karena ilmunya tidak pernah habis. Terus saja diberikan. Anehnya, semakin digali ilmu itu tidak semakin habis, karena diberikan malah menjadi semakin banyak.
Wali sembur adalah wali yang dari lisannya banyak diobati orang- orang yang oleh Allah diuji dengan sakit. Tokoh itu memohonkan kepada Tuhan, kesembuhan bagi lainnya. Diyakininya bahwa orang bisa sembuh itu, karena berusaha sembuh dari sakit dan dengan perantaraan si wali akhirnya juga sembuh sakitnya.
Wali catur, adalah wali yang ketiga. Menurutnya wali ini tidak punya santri. Tetapi, dima na pun dia berada banyak orang yang mengaku muridnya. Karena kehadirannya adalah untuk memberi inspirasi, yang mencerahkan kehidupan. Banyak orang dalam konteks ini menyebutkan Gus Dur termasuk dalam kategori wali catur ini.
Sementara wali tutur, adalah wali yang suka memberi nasihat dalam pelbagai kesem-patan. Beliau dimana pun berada menyampaikan nasihatnya dengan berbagai cara. Misalnya, ada tamu yang datang. Asalnya pernah dari kalangan pencuri. Lainnya juga datang ke rumah tokoh itu, dari penzina. Di sebelah lain, ada yang datang ke rumah tokoh itu dari kalangan orang baik-baik dan dermawan. Kepada sang pencuri dan pen- zina itu, wali ini tidak memberi nasihat yang sekadar lisan. Melainkan juga dengan memberinya oleh-oleh. Di tempat yang khas, oleh sang wali itu, sang pencuri dan pen- zina ini deberi oleh-oleh sabun mandi. Bisa saja diduga dari oleh-oleh ini. Kan tidak mungkin sabung mandi dibuat sarapan, juga tidak mungkin untuk terus mandi. Tafsiran lain, kebanyakan diartikan hendaknya diri penerima sabun itu bertaubat.
Mengenai wali ini, tentu masih bisa diperpanjang. Pembaca tentu bisa juga memberikan masukan mengenai hal ini. Pada kesempatan lain, materi ini bisa dilanjutkan dengan berbagai contoh yang mengembangkannya (Erfan Soebahar).