Khutbah Jum’at: “Tauhid dan Kesalihan Sosial”
Khutbah Awal, dapat kita buat sesuai dengan kesukaan tiap-tiap khatib dengan pola pembukaan khutbah dalam memulai khutbahnya, baik dengan pola ringkas.
Pertama-tama, sebagai bagian awal dari khutbah saat ini, mari tiap-tiap kita bersama-sama meningkatkan ketakwaan kepada Allah Swt. Dalam arti, tiap-tiap diri kita siap menjadi orang yang bertauhid dengan baik yang dimulai dari pribadi kita, dan sekaligus menjadi shalih (baik secara individual maupun) secara sosial. Karena kesalihan yang dimulai dari tiap-tiap pribadi, akan menjadi contoh yang “mudah dititeni,” yang “mudah diteladani” yang akan menjadi penyebab “dapatnya membawa kebaikan dan kedamaian” di dunia ini, yang dimotori dan diberi contoh oleh kita umat Islam.
Hadiri Jama’ah Jum’ah rahimakumullah,
Sebuah pelajaran besar dari sejarah dunia tentang tauhid dan kesalihan sosial dapat kita jadikan inspirasi bagi mempersegar kembali, kita hadirkan pada khutbah jum’at singkat kita di siang hari ini. Yaitu, bahwa umat pada saat awal kehidupan manusia di dunia ini bermula dari satu Tuhan – Allah, dari satu keturunan Ayah dan Ibu yang tunggal – Adam dan Hawa, selalu fokus tunggal dalam beribadah – menghadap Baitullah yang ada di Bakkah Mubaraka, serta hati semua warga masyarakat fokus dengan selalu ingat (dzikir kepada Allah). Umatnya bertauhid kepada satu Tuhan, yang Maha Esa, dan amaliah yang dilakukan adalah amalia-amaliah pribadi dan sosial dalam suatu keutuhan pada kehidupan ini.
Allah Swt menegaskan kondisi umat yang bertauhid itu dalam firman-Nya dalam Q.S. Al-Anbiyah/21: 92, dan Al-Mukminun/23: 52
وإن هذه أمتكم أمة واحدة وأنا ربكم فاتقون
Sesungguhnya (agama tauhid) ini, adalah agama kamu semua, agama yang satu dan Aku adalah Tuhanmu, maka bertakwalah kepada-Ku. (Q.S. 21: 92, dan Q.S. 23:52)
Ayat di atas memberi petunjuk kepada kita, bahwa agama yang diperkenalkan dan sekaligus dianut oleh manusia ketika mengawali dan melanjutkan kehidupan di dunia ini adalah agama Tauhid. Bertuhan Allah, Yang Maha Esa, yaitu Tuhan yang memperkenalkan ajaran kepada pemeluk agama tauhid ini dengan perantaraan para Nabi, melalui firman-firman yang dipegangi di dalam kehidupan ini. Agama yang men-tauhid-kan Allah adalah agama asli bagi manusia di dunia ini, dan dalam kesempatan perkembangan dunia modern sekarang ini pun, agama ini tidak pupus, tetapi terdapat konsep yang layak diteruskan kembali bagi pegangan bersama.
Pada ayat berikutnya, kenyataan beragama dalam konteks agama samawi itu, setelah ratusan tahun berjalan, ada praktek-praktek penyimpangan. Penyimpangan fokus ketuhanan, diuji dengan penyimpangan. Allah Swt berfirman,
يا أيها الناس اذكروا نعمت الله عليكم هل من خالق غير الله يرزقكم من السماء والأرض لا إله إلا هو فأنى تؤفكون
Hai manusia, ingatlah akan nikmat Allah kepadamu. Adakah pencipta selain Allah yang dapat memberikan rezeki kepada kamu dari langit dan bumi? Tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia; maka mengapakah kamu berpaling (dari ketauhidan)? (Q.S. Fathir/35: 3).
Paham Tauhid yang dianut masyarakat, yakni yang dalam praktek ibadahnya menyembah sang Pencipta makhluk, Allah Swt, Tuhan Yang Maha Esa; Yang telah menganugerahkan rezeki seluruh makhluk di langit dan di bumi, memberi ketegasan. Bahwa Allah lah, menurut paham umat dalam satu kesatuan tauhid ini yang perlu terus selalu dipersegar dalam dada tiap-tiap mukmin, agar dalam bidang ketauhidan kita tidak terpeleset dalam kekeliruan yang tidak diinginkan. Sebab berpaling dari tauhid dapat berdampak negatif. Jika mempertuhan selain Allah kita disebut syirik, dan jika keluar dari agama tauhid tersebut kita disebut murtad, Na’udzu Billah.
Selanjutnya, kalimat dan/pernyataan ketauhidan itu yang dipraktekkan dalam kenyataan hidup sehari-hari dilanjutkan dari satu Nabi ke Nabi berikutnya, dan kemudian diperkokoh pondasinya dengan penataan Ka’bah dan sekaligus praktek ajaran pada masa Nabi Ibrahim a.s. Allah, dalam konteks itu dalam Surah Az-Zuhruf/43: 28 berfirman:
وجعلها كلمة باقية في عقبه لعلهم يرجعون
Dan (Ibrahim) menjadikan kalimat tauhid itu kalimat yang kekal pada keturunannya supaya mereka kembali kepada kalimat tauhid itu. (Q.S. 43: 28)
Pada masa Nabi Ibrahim a.s., fokus pusat ibadah diperkokoh. Ka’bah, sebagai simbul ghaib Baitullah, bangunannya diperkuat dan ditata kembali sesuai arahan agama tauhid. Beberapa penyimpangan dalam beribadah dibetulkan baik bagi penyambah Allah di masanya maupun penyembah agama pada masa-masa berikutnya hingga diutusnya Nabi Isa a.s. ke tengah-tengah kehidupan.
Demikianlah, Nabi Ibrahim a.s. kemudian diikuti oleh para Nabi dan Rasul menyampaikan kebenaran ke tengah-tengah kehidupan, dan mengembalikan kehidupan manusia ke jalan kebenaran yang tak lain adalah agama tauhid.
Seluruh Nabi ketika itu berjumlah….. orang.
Hadirin Jamaah Jum’ah MAJT rahimakumullah,
Pada masa Nabi Muhammad saw, agama Tauhid itu dilengkapi dan disempurnakan, yakni diiringi dengan ajaran penyempurnaan akhlaq bagi pemeluk-pemeluknya. Misi kerasulan itu, ditegaskan sendiri oleh Nabi saw dalam sabdanya,
عن أبي هريرة رضي الله عنه قال قال رسول الله صلى الله عليه و سلم : إنما بعثت لأتمم مكارم الأخلاق
Bahwasanya aku diutus hanyalah untuk menyempurnakan akhlak yang mulia (H.R. Ahmad dari Abu Hurairah).
Tampilan beliau dalam agama tauhid mempertegas kembali kekuatan tauhid dan kesalihan sosial ini. Kiblat umat, yang pernah ke Palestina, dipermantap pasa Masa Nabi Muhammad saw itu dengan melalui turunnya wahyu, yang menegaskan bahwa kiblat fokus ibadah ditegaskan kembali ke Baitullah di Mekkah yang disimbulkan dengan Ka’bah.
Ajaran-ajaran agar umat Islam kembali bertauhid dan selalu berbuat kebajikan, yang dimulai dari diri kita masing-masing menjadi langgam ibadah yang diajarkan dan dibimbing oleh Nabi Muhammad saw, yang Nur Muhammadnya diabadikan terus dari sebelum tercipta manusia pertama, Adam a.s. dan akan terus membawa semangat penegakan akhlak hingga akhir zaman.
Hal itu dapat terjadi, karena ajaran tauhid dan kesalihan sosial Nabi saw sudah terekam baik dalam ajaran yang diwariskan Nabi Muhammad saw kepada segenap umatnya, seperti tertuang lengkap dalam Al-Qur’an dan Hadis Nabi saw. Dari sebagian ajaran itu menjadi jelas bagaimana Nabi membangun Islam atas lima perkara yang disampaikan dalam suatu hadis.
Dan akhirnya dapat dipetik ajaran tentang kesalihan sosial, dengan beberapa patokan berikut:
1- Perwujudan ajaran kesalihan sosial mesti diberangkatkan dari
kesalihan setiap pribadi melalui dari salat di hadapan Allah Swt.
2- Kesalihan pribadi itu wujud apabila praktik salat mukmin selalu berisi
ingat Allah secara berterusan dalam kehidupan kita.
3. Salat yang diwajibkan sehari 5 kali itu, yang disempurnakan dengan
salat-salat sunnah, selalu menjadi amalan yang mampu
mendorong prilaku aktivitas yang bermanfaat bagi kehidupan.
4. Mengingat Allah dalam shalat dan aktivitas kehidupan, selalu
bersambung dari waktu ke waktu.
Demikian, semoga khutbah ini bermanfaat bagi mempersegar kembali kesadaran ketahidan kita, dan mendorong kita dapat melakukan amal-amal shalih di dalam realitas hidupan kita sehari-hari (Erfan Subahar).