Menunaikan Nadzar: Berziarah ke Walisongo Tahun 2016 (1)

Berziarah ke Walisongo adalah suatu perjalanan yang menyenangkan. Lebih-lebih yang dapat kita lakukan pada masa pemerintahan sekarang, dimana pembangungan banyak diarahkan ke infrastruktur. Jalannya sudah banyak yang bagus, dan beberapa bangunan yang dulunya belum banyak dibuat, sekarang sudah tampak di sana-sini. Ada kebanggaan di lisan anak-cucu, ketika kita dapat berziarah pada bulan syawwal 1437 ini.

Dari sembilan wali yang mesti ditempuh, kami sudah menyelesaikan delapan kali ziarahan, yang secara garis besar dapat dilihat berikut ini.

1.  Ke Sunan Kalijaga

Sebelum subuh, pukul 3.30 WIB, kendaraan saya luncurkan sendiri menuju Kadilangu. Dengan berjalanan antara 70-80, cukup enak innova dikendarai, untuk membawa istri, dua anak, dan tiga cucu. Sekitar 10 menit sebelum subuh, kami sudah sampai di Kadilangu, kendaraan diparkir, terus ke kamar kecil dan ruang wudhu, lalu melakukan salat subuh, kecuali satu anak saya yang tidak salat karena sedang haid. Setelah salat, kami langsung menuju ke makam Sunan Kalijaga, dengan mendaftar terlebih dahulu di ruang pembukuan tamu.

Tampak khusyuk kami di ruang makam Sunan Kalijaga ini, karena suasana udara masih segar dan pengunjung belum begitu banyak. Setelah salam untuk ziarah disampaikan, dan niat nadzar untuk anak kami sampaikan, maka untuk sambil mendidik keluarkan, kami bersama membaca kitab Lujainuddani, dibagi empat bagian yang dibaca oleh saya, ibunya, dan dua anak saya, sedang cucu saya suruh baca surat ikhlas. Selesai itu kami bertahlil, untuk dihadihkan kepada ahli qubur baik sunan, kaluarga, maupun kaum muslimin dan muslimat. Dalam waktu sekitar 45 menit pembacaan selesai. Dalam waktu sekitar 1 jam, kami dapat menyelesaikan ziarah di Sunan Kalijaga.

Tanpa sarapan pagi dulu, kami langsung melanjutkan perjalanan menuju Sunan Kudus, yang ada di Kauman Menara sana.

2. Ke Sunan Kudus

Dalam waktu tidak terlalu lama, sampailah perjalanan kami menuju Embah Raden Jakfar Sodiq ini, atau yang biasa disebut Sunan Kudus. Seperti di kunjungan yang pertama, di sini setelah ke kamar kecil dan mengambil wudhu, langsung kami arahkan ke tajuk, supaya tidak kedahuluan penciarah lain masuk ke tajuk di Makan Sunan Kudus. Lumayan, suasana belum ramai, sehingga tempat duduk dapat kami ambil posisi di jalan menuju tempat masuk makam Sunan Kudus.

Karena masih dalam kondisi udara yang segar, kunjungan ziarah kami ke Sunan Kudus waktu yang kedua ini mengalami suasana yang tidak berbeda dengan yang pertama, sewaktu kami di Kadilangu. Malah di Kudus, kami merasakan suasana yang lebih dekat, lebih nyaman, dan seperti berdialog saja dengan yang kami kunjungi. Di tempat ini banyak aroma menarik yang kami rasakan, sehingga pembacaan kitab Lujainuddani, yang diatur bergiliran secara dinamis, berjalan lancar, dan tahlil pun selesai dengan baik. Bahkan, doa permohonan kepada Allah yang senantiasa kami tekankan baik yang langsung atau yang juga kami gunakan secara wasilah, berlangsung lancar. Acara dalam waktu satu jaman juga sudah bisa kami selesaikan.

Setelah berfoto via hp di sekitar tajuk, lalu berkunjung juga ke Embah Kiai Haji Mohamad Hamid sekalian, serta berfoto dengan polaroit yang langsung jadi, maka perjalanan ziarah kami lanjutkan. Di sini, kami dengan hanya menyantap kue gorengan yang hangat, langsung melanjutkan perjalanan menuju Muria.

3. Ke Sunan Muria

Seperti yang ditempuh pada perjalanan ke Kadilangu Demak dan ke Kota Kudus, perjalanan kami ditempuh dengan menggunakan WAZE Google, yang sepenuhnya terhubung melalui HP Lenovo yang kami miliki. Perjalanan terhubung dengan baik, sehingga ke arah mana dan belok kemanan, kami diberi tahu oleh mesin sejak jarak 1 km, 800 m, 200 m, dan langsung beloknya. Lumayan kami terbantu menggunakan alat ini, dengan sedikit kekeliruan.

Perjalanan ke Muria, berada sekitar 18 atau 20 km dari kota Kudus. Perjalanannya naik, mengarah ke atas bukit di Kota Muria sana. Ketika mengendarai mobil, saya bersama rombongan terasa lumayan enak, tentu harus selalu berhati-hati karena jalannya tidak begitu lebar, sehingga untuk menyalip harus dengan cara yang terbaik. Arah perjalanan hanya beberapa tempat yang datar, sedang yang lain terus mengarah naik.

Naik Turun yang Menantang

Di Muria, tempatnya begitu menantang, yang membedakannya denga semua suasana sunan yang lain. Setelah kendaraan yang dikendarai resmi diparkir, kami harus melakukan perjalanan naik  bukit — yang bisa ditempuh dengan menaiki sepeda motor dengan membayar Rp 10.000,- sekali jalan, pulang perginya Rp 20.000,-.

Suasana di Sunan Muria sekarang sudah begitu asri. Gedungnya mewah pluas minimalis, sedang tempat penjualannya cukup murah, namun menyenangkan.

Menjelang masuk ke makam, tempat ziarah gedungnya sudah dibangun yang begitu cantik. Tempat buang air kecil dan wudhunya, sudah dalam pola masa kini, dengan air yang dingin. Maka pantas jika di tempat ini, suasana kunjungan begitu menyenangkan, sehingga terkadang, membawa mata tiba-tiba terlelap ingin tidur walau sebentar.

Orang yang berziarah ke Muria, rata-rata merasakan, harga-harga di sini murah, makanan asli Muria yang ada di tempat lain seperti ganyong, delima, buah ru, dapat dibeli di sini dengan harga murah.

Kunjungan dengan niat dan bacaan, tetap seperti dibaca sebelumnya dapat kami lakukan dengan baik. Suasana khusyuk alhamdulillah dapat terus berlangsung di tempat ini. Seluruh kunjungan di sini berlangsung sekitar satu setengah jam, karena kami menyempatkan sarapan ri ruang ini.

Jika pada waktu perginya, kami menaiki ojek sepeda motor. Maka sewaktu pulang, kami juga menaiki sepeda motor juga yang bersuasana tegang, sebab ngebut baik perginya maupun pulangnya. (Erfan Subahar)

(bersambung…)

 

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *