Menyimak Penjelasan Ahli Tafsir Tentang Surah al-Maidah Ayat 51
Menyimak penjelasan Surah al-Maidah ayat 51 di dalam Al-Qur’an kita sudah memiliki keterangan yang cukup jelas. Salah satunya, dapat dikutipkan di sini penjelasan dari guru penulis di UIN Jakarta, yaitu Prof Dr Said Aqil Al Munawwar terkait surat Al Ma’idah 51.
Prof Said Aqil Husin al-Munawar, MA menjelaskan tentang tafsir al-Maidah 51 pada Seminar Nasional bertema al-Quran untuk Semua, digelar HIQMA UIN Jakarta di Auditorium Harun Nasution, Kamis (20/10/16) di Auditorium Harun Nasution. Rekaman mengenainya dapat disimak dalam BERITA UIN Online– Guru Besar Tafsir-Hadis Fakultas Ushuludin UIN Jakarta.
Prof Dr Said Aqil Husin al-Munawar MA menegaskan bahwa tidak ada lagi yang perlu ditafsirkan dari al-Maidah ayat 51. Pasalnya, ayat itu sudah jelas untuk tidak menjadikan non muslim sebagai pemimpin.
Hal tersebut disampaikannya saat menjawab pertanyaan salah satu peserta Seminar Nasional bertema al-Qur’an untuk Semua yang diselenggarakan HIQMA UIN Jakarta pada miladnya yang ke-28 di Auditorium Harun Nasution, Kamis (20/10/16).
“Apanya lagi yang mau ditafsirkan? Dua kali (dalam ayat tersebut) dikatakan dengan “ laa ”. Laa tidak ada ta’wil yang lain. Itu laa nahyi yufiidut tahrim , yang berarti tidak boleh atau jangan sekali-kali,” ujar ulama multi talenta itu.
Bukan hanya muwalah (urusan kepemimpinan) saja, lanjutnya, termasuk yanshuruunahum (mendukung), wa yastanshoruunahum (meminta dukungan), wa yushoffuuna bihim, wa mu’aasyarotuhum .
“Buka Kitab Bahrul Muhit karya Imam Zarkasyi Jilid 3 halaman 507 dan Kitab Shofwatut Tafasir Jilid 1 halaman 479,” imbuhnya memastikan.
Menurutnya, tidak perlu lagi memperdebatkan yang sudah pasti. Karena ini siyasah syar’iyyah , maka diangkatlah pendapat Imam Ibnu Taimiyah rohimahullah yang memperbolehkan.
“Beliau bilang boleh. Itu belum titik, jangan berhenti sampai di situ, itu ada yang disembunyikan (oleh orang yang mengutip pendapat Imam Ibnu Taimiyah). Lanjutannya
indad dhoruroh , jangan hanya (dikutip) bolehnya saja,” terangnya.
Pendapat yang sudah dipolitisir inilah, kata ulama yang hafal al-Qur’an ini, yang dijual kemana-mana dengan mengangkat isu pemimpin non muslim yang jujur lebih baik daripada muslim yang tidak jujur. Padahal Imam Ibnu Taimiyah memperbolehkan dengan syarat jika kondisinya sudah darurat.
“Pertanyaannya adalah apakah saat sekarang ini posisi kita sudah darurat atau belum? Darurat itu seperti kalau tidak makan atau tidak minum, maka akan mati atau nyaris mati,” tandasnya.
Ditegaskannya, untuk tafsir ayat tersebut sudah tidak ada lagi tawar menawar. Terkait menempatkan kondisi darurat, dia menyarankan untuk membaca Kitab Nazhoriyah Dhoruroh asy-Syar’iyyah (yang sudah diterjemahkannya dalam buku Konsep Darurat dalam Hukum Islam) karya Wahbah Zuhaili dan karya Abdul Wahab Ibrohim Abu Sulaiman.
“Untuk urusan tafsir al-Qur’an, fas aluu ahladzikri bukan ahlal jahli ,” tutupnya.
Demikian untuk penjelasan tentang Surah al-Maidah ayat 51, yang dinukil untuk pembaca web ini, sehingga dapat maklumi bersama (Erfan Subahar).