Hijrah: Menjadi Sosok Lebih Baik Setiap Hari
Hijrah bukan hanya peristiwa sejarah yang terhenti di tahun 622 Masehi, ketika Rasulullah saw pindah dari Mekah ke Madinah. Lebih dari itu, hijrah adalah semangat perubahan yang hidup sepanjang masa. Ia tidak lapuk dimakan zaman, justru semakin relevan dalam dunia yang terus berubah.
Hijrah berarti bergerak, dari yang buruk menuju yang baik, dari yang gelap menuju cahaya, dari kebiasaan yang tidak bermanfaat menuju hidup yang bermakna. Dan yang terpenting: hijrah bukan hanya soal tempat, tetapi soal kesadaran, kemauan, dan keberanian untuk berubah.
Hijrah Spiritual: Mengubah Diri dari Dalam
Dalam konteks pribadi, hijrah adalah perjalanan spiritual. Sebuah langkah batin untuk menyadari bahwa hidup tak boleh terus-menerus dalam kekeliruan.
Allah Swt berfirman:
إِنَّ اللَّهَ لَا يُغَيِّرُ مَا بِقَوْمٍ حَتَّىٰ يُغَيِّرُوا مَا بِأَنفُسِهِمْ
“Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum, sampai mereka mengubah apa yang ada dalam diri mereka sendiri.” (QS. Ar-Ra’d: 11)
Perubahan sejati selalu dimulai dari dalam. Dari cara berpikir, dari niat, dari hati yang ingin kembali kepada Allah.
Rasulullah saw juga bersabda:
الْمُهَاجِرُ مَنْ هَجَرَ مَا نَهَى اللهُ عَنْهُ
“Orang yang berhijrah adalah orang yang meninggalkan apa-apa yang dilarang Allah.” (HR. al-Bukhari)
Itulah hijrah spiritual — saat seseorang meninggalkan maksiat, meninggalkan kesombongan, kemalasan, iri hati, dan segala bentuk penyakit hati. Ketika seseorang mulai menjaga lisan, menyucikan niat, dan menata waktu, saat itu dia sedang berhijrah ke arah yang lebih baik.
Bayangkan seseorang yang dulu suka menunda-nunda ibadah seperti salat. Kini ia berusaha salat tepat waktu. Itu hijrah.
Atau orang yang sebelumnya mudah bergosip, lalu mulai belajar diam dan menjaga ucapannya. Itu juga hijrah.
Atau seorang ibu rumah tangga yang dulunya mudah cemburu pada keberhasilan orang lain, kini malah ikut mendoakan. Ini hijrah batin yang luar biasa nilainya di sisi Allah.
Hijrah Sosial: Menjadi Agen Perubahan
Hijrah juga berarti keluar dari zona nyaman dan menjadi orang yang bermanfaat. Inilah dimensi sosial dari hijrah. Kita tidak hanya berubah untuk diri sendiri, tetapi juga untuk lingkungan.
Allah berfirman:
وَجَعَلْنَا مِنْهُمْ أَئِمَّةً يَهْدُونَ بِأَمْرِنَا لَمَّا صَبَرُوا وَكَانُوا بِآيَاتِنَا يُوقِنُونَ
“Kami jadikan dari mereka pemimpin-pemimpin yang memberi petunjuk dengan perintah Kami, ketika mereka sabar dan meyakini ayat-ayat Kami.” (QS. As-Sajdah: 24)
Hijrah sosial adalah ketika guru yang tadinya mengajar asal-asalan, kini mengajar dengan cinta dan dedikasi.
Ketika tetangga yang tadinya tidak peduli, mulai menebar salam dan senyum, ikut kerja bakti, dan membantu warga lain. Itu hijrah.
Atau pengusaha yang dulunya hanya fokus pada untung pribadi, kini memberi bonus yang adil, memberi sedekah dari keuntungannya, dan membina anak yatim. Itulah wujud hijrah yang mencahayai masyarakat.
Tiga Kisah Reflektif yang Menginspirasi
Untuk memperkuat makna hijrah, mari kita lihat tiga kisah nyata berikut:
1. Pak Amir yang Berhijrah dari Pemarah ke Penyejuk
Dulu Pak Amir mudah meledak. Anak-anak dan istri takut saat ia mulai bicara dengan suara tinggi. Tapi suatu hari, ia ikut kajian tentang sabar. Ia mulai introspeksi, meminta maaf, dan belajar menahan diri. Sekarang, rumah tangganya tenang. Anak-anaknya dekat padanya. Hijrahnya berdampak luas.
2. Ibu Lilis, dari Scroll Tanpa Arah ke Penebar Kebaikan
Ibu Lilis dulunya pecandu media sosial. Waktu habis tanpa arah. Tapi setelah ikut kajian daring, ia mulai rutin memposting ayat, hadis, dan kutipan motivasi. Banyak teman-temannya ikut berubah. Ia tak punya jutaan pengikut, tapi pengaruhnya nyata. Ia berhijrah menjadi sumber inspirasi.
3. Mas Dika, dari Sibuk Diri ke Relawan Sosial
Mas Dika dulu hanya fokus kerja dan hiburan. Akhir pekan dipakai istirahat atau nongkrong. Kini, ia aktif ikut komunitas bersih-bersih sungai dan mendampingi anak yatim belajar. Hidupnya kini lebih berarti. Ia tidak hanya berubah untuk dirinya, tapi juga jadi anugerah untuk orang lain.
Hijrah Itu Proses, Bukan Hasil Instan
Hijrah bukan sulap yang langsung mengubah hidup dalam semalam. Ia adalah proses. Seperti aliran mata air di pegunungan. Kecil, pelan, tapi terus mengalir, menghidupi tanah yang dilaluinya.
Maka, tak perlu menunggu momen besar untuk berhijrah. Mulailah dari hal-hal kecil:
Satu kebiasaan buruk yang kita tinggalkan.
Satu amal baik yang kita tekuni.
Satu komunitas baik yang kita jaga.
Hijrah adalah jalan panjang menuju ridha Allah. Jalan yang dilalui dengan sabar, tekad, dan cinta kepada perubahan.
Akhirnya, semoga Allah Swt menjadikan hijrah kita, sekecil apa pun itu, sebagai bukti cinta kita kepada-Nya. Dan semoga setiap langkah kita mendekatkan kita kepada ridha dan surga-Nya.
اللَّهُمَّ اجْعَلْ هِجْرَتَنَا إِلَيْكَ وَرِضَاكَ، وَثَبِّتْ قُلُوبَنَا عَلَى دِينِكَ، وَاجْعَلْنَا مِفْتَاحًا لِلْخَيْرِ، مِغْلَاقًا لِلشَّرِّ، آمِينَ
Ya Allah, jadikan hijrah kami menuju Engkau dan ridha-Mu. Teguhkan hati kami di atas agama-Mu. Jadikan kami pembuka kebaikan dan penutup keburukan. Amin (Erfan Subahar).