Buku Prof Syamsul Ma’arif, M.Ag berjudul Sekolah Harmoni: Restorasi Pendidikan Moderasi Pesantren, Ketua Forum Koordinasi dan Pencegahan Teorisme (FKPT) Jateng pada Ahad (18/4/2021) dibedah oleh beberapa pakar, yaitu Ketua MUI Kota Semarang, Satgas Penanggulangan FTF Densus 88 AT Polri, dan dosen perguruan tinggi.Kegiatan ini digelar oleh Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Komisariat UIN Walisongo Semarang yang bekerjasama dengan FKPT Jawa Tengah sebagai perwakilan BNPT.
Selain penulis buku, kegiatan melalui daring dan luring ini menghadirkan Wakil Wali Kota Semarang Ir. Hj. Hevearita Gunaryanti Rahayu, M.Sos., sebagai keynote speaker.
Paparan Penulis Buku
Prof Syamsul mengatakan, bahwa gerakan radikalisme di Indonesia sangat kuat. Maka dibutuhkan strategi dalam membendung maupun mencegahnya.
Dalam bedah buku terbitan Pilar Nusantara dan BNPT itu, Prof Syamsul menjelaskan bahwa gerakan ekstremisme telah berkecambah di semua lini kehidupan dan menyasar semua kelompok masyarakat. Bahkan sekarang fakta membuktikan adanya gerakan-gerakan ekstremisme dan radikalisme masuk di sekolah.
Menurut guru besar kelahiran Grobogan itu, terorisme sebagai extra ordinary crime (kejahatan luar biasa), kejahatan kemanusiaan, dan kejahatan lintas negara yang bermotif ideologi dan politik sangat jauh dengan nilai-nilai agama manapun. Masyarakat termasuk generasi muda banyak yang terpesona dengan propaganda mereka dan akhirnya masuk pada pusaran ekstremisme serta terjerumus pada tindakan-tindakan tidak beradab dan inkonstitusional.
Lewat bukunya, Prof Syamsul berusaha menawarkan konsep pendidikan moderasi pesantren yang dapat diadopsi dalam lembaga pendidikan pada umumnya.
Ketua Umum PMII Komisariat
Ketua Umum PMII Komisariat UIN Walisongo Zuhud Muhammad menyampaikan acara itu merupakan salah satu kegiatan PMII dalam rangka turut mencegah radikalisme yang bertepatan pada Harlah PMII ke 61 pada 17 April 2021 kemarin.
Pihaknya juga menceritakan suatu ketika ada mahasiswa bercadar di kampus yang pernah ditegur oleh DEMA. Fenomena seperti itu menurutnya perlu solusi sehingga pihaknya meminta solusi kepada para pembicara dalam kegiatan tersebut.
Prof Erfan MUI Semarang
Prof Moh. Erfan Soebahar, Ketum MUI Semarang menyampaikan, bahwa substansi agama Islam adalah agama yang damai, penuh rahmat (rahmatal lillalamin). Maka beliau merekomendasikan bahwa buku Sekolah Harmoni layak dibaca. “Buku ini sangat layak untuk dibaca karena isinya sangat menarik,” bebernya.
Pihaknya juga sedikit mengritik dari aspek tulisan dalam buku tersebut. “Saya mengenal Prof Syamsul ini memang orangnya banyak menulis dan bicaranya panjang-panjang sejak menjadi mahasiswa. Maka isi buku ini menarik dan mendalam. Namun ada sedikit koreksi saya pada kesimpulan ini. Ada kata sehingga yang diulang sampai dua kali yang ditulis di awal dua kalimat. Maka kalau besok buku ini direvisi maka hal itu bisa diperbaiki,” sarannya.
Dr Didik Rahmanto dan Dr Hamidullah Ibda
Kombes Dr. Didik Novi Rahmanto menambahkan bahwa buku tersebut sangat bermanfaat bagi generasi muda khususnya kader-kader PMII. “Buku ini menambah informasi dan data bagi kami khususnya bagi Densus 88 AT Polri,” katanya.
Pihaknya juga mengucapkan selamat atas terbitnya buku tersebut yang menjadi bagian dan literatur moderat sebagai kontra narasi buku-buku yang bermuatan radikal.
Sementara Hamidulloh Ibda menyoroti fenomena kehancuran suatu bangsa dari perspektif Alquran maupun teori Prof Thomas Lickona yang menjelaskan ada 10 tanda kehancuran suatu bangsa.
“Salah satu bentuk kehancuran itu adalah kekerasan. Ada lima poin tanda-tanda menurut Prof Thomas Lickona yang itu mengarah kepada radikalisme dan terorisme,” bebernya.
Pihaknya juga memberikan masukan bahwa tawaran konsep pendidikan moderasi pesantren harus mengarah pada local knowledge, local genius dan local wisdom. Di sisi lain, kehancuran bangsa ini perlu ada empat solusi mulai dari penguatan kompetensi, karakter, literasi dan ideologi.
Usai pemaparan dan bedah buku oleh pemateri, sesi selanjutnya diisi dengan tanya jawab (Erfan Subahar).