Mengunjungi Gedung Plenatorium Bosscha di Lembang Bandung

Dari kunjungan KKL di UPI Bandung, acara pada hari Selasa, 2 Agustus 2017 dilanjutkan ke Lembang untuk menyaksikan dari dekat tentang planetorium. Terutama ke dua tempat untuk mengetahui alat untuk melihat planet bintang-bintang dan sekaligus perangkat shofware multi medianya.

Sekalipun alat ini cukup andal untuk melihat bintang sampai begitu jauh dan dibesarkan sampai 1.100 kali, namun alat ini ternyata memiliki keterbatasan antara lain: tidak bisa melihat 3 hal yaitu (1) Tidak belihat bintang yang sudah mati, (2) Tidak melihat banyak bintang di siang hari, dan (3) Tidak bisa melihat planet bumi yang kita huni ini.

Seperti apakah sebenarnya planet bintang itu?
Planet bintang itu sebenarnya berupa gas, yang bisa berasal dari suatu yang baru ada, berkembang, lalu hilang. Ia bisa dilihat dengan lebih jelas pada malam hari karena pada waktu itu tidak terhalang dari pandangan mata.

Dari segi bentuknya planet bintang itu tidak ada yang segi lima, atau segi tujuh, atau segi delapan atau segi di atas itu. Semuanya berbentuk bulat seperti bulan. Ya bentuk planet bintang itu dilihat dari alat pembesar di Lembang adalah bulat seperti. Tidak ada yang bersegi-segi.

Bintang itu tidak ada yang seperti komet. Komet itu adalah seperti bebatuan, yang padat. Ia bisa jatuh hingga di bumi. Dari bintang itu tdk pernah keluar barang cair atau suatu yang dingin. Jelasnya tidak ada kehidupan di planet bintang.

Selain mendapatkan penjelasan di tempat meneropong bintang, yang beratnya 18 ton, yang di tahun 1923 dulu dibeli oleh kita (orang Belanda ktk itu) dari Jerman. Kita juga berkesempatan mendengar paparan dari alumnus magister ITB melalui penjelasan di ruang multi media.
Di ruang multi media, kita diberi penjelasan berkenaan dengan semua planet, termasuk planet bumi dari sudut teori keilmuan.

Di ruang ini, bumi masih diyakini sebagai planet yang bulat, dimana seluruh yang melekat di dalamnya termasuk air berada di dalam daya tarik grafitasi bumi.