Menapak Menuju Madinah

Sajak Ke-1

Pada rubrik yang ditampilkan kali ini ada dua sajak, saya tulis pada saat melakukan perjalanan naik bus dari Makkah menuju Madinah

Naik bus adalah kendaraan elegan masa kini,
Sukar gerangan membayangkan,
dengan kendaraan pada masa Nabi saw
lima belas abad silam.

Yang kala itu unta adalah kendaraan
favourit,
sedang bukit dan gunung
adalah jurang dan jalan menaik yg kerap begitu terjal yang dilintasi.

Tak seberapa juga makna kejuangan kita
dibanding dengan masa Nabiyullah ketika menebar dan membela Islam,
Dari skop pengikut Islam dalam jumlah sangat kecil,
hingga Islam terbentang luas dan membludak pemeluknya.

Dari Islam yang empat orang penganut, hingga semilyar sekian

di era sekarang.

Bisa dipaham, kenapa haji diwajibkan Nabi saw selama hidup cukup sekali. Namun umrahnya boleh nambah berulang kali.
Yang dengan niat tulus,
sekali haji pun jadilah mabrur.
Haji yang bermakna dan membuat diri menyandang arti dan mukti.

Pk 11.11, Selasa 3-9-2019

Bukit Jabal Hotel

Sajak Ke-2

Bebukitan itulah ketahuanku
tentang Makkah dan Madinah

Unta dan kambing makan kertas adalah contoh pola
makanan kenyang bagi hewan seharian di situ,
Hingga bak mustahil
buah pisang, apel, dan anggur, delima berlimpah
di Saudi Arabia Ini.

Namun, air zamzam dan minuman tersaji berlebih
di sudut-sudut masjid kota.
Padahal bukit dan jabalnya kering tak berumput dan
tak berpohon.

Dari mana itu, hooii… hooii… hooii… hooii…

Tanahnya gersang,
susah agaknya dilihat tanda2 kehidupan.

Bukitnya tampak tersusun berlapis-lapis batu. Eeh, dari dalam tanahnya keluar minyak tanah melimpah.

Dan air zamzam yang diminum beribu-ribu liter setiap hari.

Hati kami pasrah,
Ketika bukit dan jabal saat ini dikepras untuk dibuat terowongan dan hotel-hotel
karena siapa tahu itu inspirasi prospektif

Entahlah ini untuk sekarang saja atau hingga ke depan.
Karena jabal kubis,
sekarang nyaris semakin
tidak terang ke permukaan.

Pk 12.00, semoga manfaat.