Rekaman, Bagaimana Melakukan Dakwah Wasathiyah Versi MUI

Di bawah ini saya rekamkan tatacara yang dipegangi dalam melakukan dakwah wasathiyah, dakwah yang disebut pertengahan. Tidak ekstrim dan tidak terlalu lembut; tapi dakwah yang pas untuk dikomunikasikan kepada sesama. Cara-cara yang dapat ditempuh menurut dakwah dimaksud sebagaimana berikut ini.

 

TAUJIHAT SURABAYA

Islam Wasathiyah untuk Indonesia dan Dunia Yang Berkeadilan dan Berkeadaban

 

Dan yang demikian itu Kami telah menjadikn kalian (umat Islam) sebagai umat pertengahan agar kalian menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar Rasul (Muhammad) menjadi saksi atas perbuatan kalian”. (QS. Al Baqarah: 143).

 

“Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah, sekiranyya Ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka; di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik”. (QS. Ali Imran: 110)

 

Atas berkat rahmat Allah SWT, Musyawarah Nasional IX Majelis Ulama Indonesia (Munas IX MUI) yang diselenggarakan di Surabaya pada 08-11 Dzul Qa‟dah  1436 H/ 24-27 Agustus 2015 telah berjalan dengan baik dan menghasilkan berbagai putusan. Forum permusyawaratan tertinggi  MUI  ini  diikuti  pimpinan  MUI  tingkat  pusat,  provinsi  dan perwakilan kabupaten/kota, pimpinan ormas-ormas Islam tingkat pusat, para ulama/kiai pengasuh pondok pesantren, pimpinan perguruan tingggi Islam, zu‟ama dan para cendikiawan Muslim.

 

Didorong semangat memberikan sumbangsih pemikiran mencari solusi terhadap berbagai permasalahan umat Islam dan bangsa, Munas IX MUI menyampaikan TAUJIHAT SURABAYA sebagai berikut.

 

Bahwa bagi umat Islam Indonesia, Pancasila, UUD 1945, NKRI dan Bhinneka Tunggal Ika merupakan bentuk kesepakatan bangsa Indonesia dalam  ikhtiar  perjuangan  umat  Islam Indonesia mendirikan  negara di Nusantara untuk bersama-sama komponen bangsa lainnya mewujudkan cita-cita kehidupan yang adil, makmur, dan religius dibawah naungan ridha Allah SWT, baldatun thayyibatun wa rabbun ghafur.

 

Bahwa para ulama dan tokoh-tokoh Islam adalah pelaku sejarah penting dan menentukan dalam pendirian negara, perumusan dan pengesahan  Pancasila  dan  UUD  1945  serta  pilihan  negara  kesatuan sebagai wujud tanggung jawab sebagai pimpinan umat serta semangat cinta tanah air (hubbul wathan) sehingga umat Islam dan umat beragama lainnya dapat menjalankan ibadah dan menunaikan ajaran agamanya secara bebas, leluasa dan aman serta hidup harmoni, tentram dan damai.

 

Bahwa umat Islam dewasa ini dihadapkan pada munculnya kelompok  yang  mengedepankan  tekstualis skriptualis dengan mendasarkan pemikiran, ideologi dan gerakannya pada pemahaman nash secara literal, sehingga apa yang disebutkan secara eksplisit dalam nash menjadi dasar mereka. Kelompok ini juga tidak berusaha membawa pemahaman nash kepada konteksnya. Akibatnya kelompok ini menjadi eksklusif, intoleran, kaku/rigid, mudah mengkafirkan orang dan kelompok lain,  mudah  menyatakan  permusuhan  dan  melakukan  konflik,  bahkan kalau perlu melakukan kekerasan terhadap sesama Muslim yang tidak sepaham. Di sisi lain muncul kelompok yang mengedepankan kontekstualisasi dalam pemahaman nash  secara berlebihan dengan dalih menyelaraskan ajaran Islam dengan keadaan zaman. Akibatnya muncul ajaran yang keluarrdari makna teks yang sebenarnya, cenderung permisif dan liberal. Kelompok ini bahkan berani menggugat nash-nash qoth‟i dan menafsirkannya berdasarkan akal semata.

 

Bahwa  kemunculan  kedua  kelompok  tersebut  terkait  banyak dengan pemahaman dan gerakan transnasional yang mengembangkan pengaruhnya di Indonesia. Penyebaran paham dan gerakan transnasional tersebut meningkat karena memanfaatkan alam kebebasan dan demokrasi di Indonesia.

 

Bahwa dua kelompok yang berkembang tersebut tergolong kelompok ekstrim (tatharruf), yakni tatharruf yamini (ekstrim kanan) dan tatharruf yasari (ekstrim kiri) adalah bertentangan dengan wujud ideal dan tepat dalam melaksanakan ajaran Islam di Indonesia dan dunia.

 

Bahwa pemikiran dan paham keagamaan dan ideologi, strategi dan gerakan dari dua kelompok yang berkembang tersebut, tidak sesuai, bahkan bertentangan dengan nilai-nilan dan prinsip-prinsip yang dianut dan   dibangun   bangsa   Indonesia   dalam   kehidupan   keagamaan, kemasyarakatan, kebangsaan, dan kenegaraan.

 

Bahwa selain itu perlu diwaspadai penyebaran paham dan gerakan ideologis seperti komunisme, kapitalisme, neo liberalisme dan globalisme di Tanah Air. Paham dan gerakan-gerakan ideologis ini selain tidak sesuai dengan Islam juga mengancam eksistensi Pancasila dan NKRI.

 

Bahwa keberadaan kelompok tersebut tidak sesuai bahkan bertentangan dengan ajaran Nab saw yang dirumuskan dalam piagam/Mitsaq  Al-Madinah (Konstitusi  Madinah)  di  negara  Madinah, bertentangan dengan realitas sosial bangsa Indonesia yang majemuk ditinjau dari berbagai aspek dan bertentangan dengan Pancasila dan UUD

1945.

 

Bahwa sebagai jawaban atas berkembangnya paham dan gerakan kelompok-kelompok tersebut di kalangan umat Islam dan bangsa Indonesia, Munas IX MUI bersepakat mengusung dan memperjuangkan ISLAM WASATHIYAH dalam pemahaman dan pengamalan ajaran Islam oleh umat Muslim Indonesia dalam kehidupan keagamaan, kemasyarakatan, kebangsaan dan kenegaraan. Islam Wasathiyah adalah ajaran  Islam sebagai  rahmatan lil alamin, rahmat  bagi segenap  alam semesta. Islam Wasathiyah adalah “Islam Tengah” untuk terwujudnya umat terbaik (khairu ummah). Allah Subhanahu wa Ta‟ala menjadikan umat Islam pertengahan (wasath) dalam segala urusan agama, seperti dalam hal kenabian, syari‟at dan lainnya.

 

Bahwa   pemahaman  dan   praktik   amaliyah  keagamaan  Islam Wasathiyah memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

  1. 1. Tawassuth (mengambil jalan tengah),  yaitu  pemahaman  dan pengamalan yang tidak ifrath (berlebih-lebihan dalam beragama) dan tafrith (mengurangi ajaran agama).

 

  1. 2. Tawazun (berkeseimbangan),  yaitu  pemahaman  dan  pengamalan agama secara seimbang yang meliputi semua aspek kehidupan, baik duniawi maupun ukhrawi, tegas dalam menyatakan prinsip yang dapat membedakan antara inhiraf (penyimpangan) dan ikhtilaf (perbedaan).

 

  1. 3. I’tidal (lurus dan tegas), yaitu menempatkan sesuatu pada tempatnya dan melaksanakan hak dan memenuhi kewajiban secara proporsional.

 

  1. 4. Tasamuh (toleransi), yaitu  mengakui  dan  menghormati  perbedaan, baik dalam aspek keagamaan dan berbagai aspek kehidupan lainnya.

 

  1. 5. Musawah (egaliter), yaitu tidak bersikap diskriminatif pada yang lain disebabkan perbedaan keyakinan, tradisi dan asal usul seseoran

 

  1. 6. Syura (Musyawarah), yaitu setiap persoalan diselesaikan dengan jalan musyawarah untuk mencapai mufakat dengan prinsip menempatkan kemaslahatan di atas segalanya.

 

  1. 7. Islah (reformasi), yaitu mengutamakan prinsip reformatif untuk mencapai keadaan lebih baik yang mengakomodasi perubahan dan kemajuan zaman dengan   berpijak   pada   kemaslahatan   umum (maslahah „amah) dengan tetap berpegang pada prinsip al- muhafazhah „ala al-qadimi al-shalih wa al-akhdzu bi al-jadidi al-ashlah.

 

  1. 8. Aulawiyah (mendahulukan yang  prioritas),  yaitu  kemampuan mengidentifikasi hal ihwal yang lebih penting harus diutamakan untuk diimplementasikan dibandingkan dengan yang kepentingannya lebih rendah.

 

  1. 9. Tathawwur wa Ibtikar (dinamis dan  inovatif),  yaitu  terbuka  untuk melakukan   perubahan-perubahan   sesuai   dengan   perkembangan zaman serta menciptakan hal baru untuk kemaslahatan dan kemajuan umat manusia.

 

  1. 10. Tahadhdhur (berkeadaban), yaitu menjunjung tinggi akhlakul karimah, karakter, identitas, dan integritas sebagai kharu ummah dalam kehidupan kemanusiaan dan peradaban.

 

Munas IX MUI meyakini bahwa Islam Wasathiyah wajib diamalkan secara istiqamah oleh seluruh umat Islam Indonesia dan dunia sehingga menjadi Syuhada‟ „ala al-nas (saksi kebenaran Islam) untuk mewujudkan kehidupan keagamaan yang berkemajuan dan toleran; membentuk kehidupan kemasyarakatan yang damai dan saling menghargai; merealisasikan kehidupan kebangsaan yang inklusif, bersatu dan berkeadaban; serta menciptakan kehidupan kenegaraan yang demokratis dan nomokratis. Islam Wasathiyah sangat mendukung ikhtiyar kolektif umat Islam Indonesia dan seluruh komponen bangsa dalam mengukuhkan dan memperkuat persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia yang berkeadilan dan berkeadaban dalam wadah NKRI yang berdasarkan Pancasila.

 

Munas IX MUI menyerukan kepada umat Islam seluruh dunia untuk menghayati   dan   mengamalkan   Islam   Wasathiyah   sebagai   bentuk kecintaan umat Islam terhadap terwujudnya dunia yang damai, berkeadilan, dan berkeadaban.

 

Surabaya, 11 Dzul Qa‟dah 1436H/ 27 Agustus 2015

MUSYAWARAH NASIONAL IX MAJELIS ULAMA INDONESIA

 

151 thoughts on “Rekaman, Bagaimana Melakukan Dakwah Wasathiyah Versi MUI

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *